Raja Brihadyumna, murid Rsi Ribhya, ingin melaksanakan upacara besar. Ia meminta gurunya untuk mengizinkan kedua putranya, Parawasu dan Arwawasu untuk memimpin upacara itu. Seizin ayah mereka, mereka berdua pergi ke kota raja dengan suka hati.
Suatu hari, ketika persiapan upacara sedang dikerjakan Parawasu pulang untuk menemui istrinya. Ia berjalan sepanjang malam dan tiba di pertapaan sebelum fajar. Di dekat pertapaan, di kegelapan malam ia melihat sesosok yang membungkuk seperti sedang mengintai mangsa. Ia segera menyambar lembing dan melemparkannya ke arah sosok itu. Ia berhasil mengenainya. Alangkah terkejutnya ia ketika mendapati bahwa yang ia bunuh adalah ayahnya sendiri yang mengenakan pakaian dari kulit binatang. Ia mengira sosok di kegelapan malam itu adalah binatang hutan. Ia sadar bahwa kesalahan fatal ini disebabkan oleh kutukan Rsi Bharadwaja. Sementara mempersiapkan upacara penguburan untuk ayahnya, ia pergi kepada Arwawasu dan menceritakan kejadian yang menyedihkan itu. Katanya: “Sebaiknya kecelakaan ini tidak mengganggu persiapan upacara persembahyangan. Lakukanlah upacara pembakaran jenazah atas namaku, sebagai penebus dosa yang telah kulakukan secara tidak sengaja. Dosa yang dilakukan secara tidak sengaja bisa beroleh pengampunan. Jika engkau bisa menggantikan aku dan memohon ampunan atas dosaku, aku akan memimpin upacara persembahyangan raja. Aku bisa melakukannya sendiri. Engkau tidak bisa memimpin upacara tanpa bantuanku.”