Jumat, 31 Agustus 2012

Aku Bukan Burung Bangau


Seorang pria suci bernama Kaushika telah memperoleh kekuatan rohani yang besar. Suatu hari, ia duduk di bawah pohon melakukan meditasi. Seekor burung bangau di atas pohon membuang kotorannya dan mengotori kepala Kushika. Kaushika melihat ke atas dengan marah, dan kemarahannya menewaskan burung itu seketika. Orang suci itu sedih ketika ia melihat burung itu mati tergeletak di tanah.

Beberapa waktu kemudian, ia pergi seperti biasa untuk mengemis makanan dan berdiri di depan pintu sebuah rumah. Ibu rumah tangga itu sibuk melayani suaminya makan dan sepertinya membiarkan orang suci itu menunggu di luar. Setelah suaminya diberi makan, ia keluar dengan makanan, mengatakan, "Aku minta maaf karena telah membuat engkau menunggu lama. Maafkan aku." 
Tapi Kaushika, terbakar oleh kemarahan, berkata: "Wanita, engkau telah membuat aku menunggu lama. Ini tidak adil."
"Tolong maafkan aku," kata wanita itu. "Aku sedang melayani suamiku yang sakit sehingga menyebabkan
keterlambatan."
"Sangat baik untuk melayani suami," jawab Kaushika, "tapi kau tampaknya menjadi wanita yang sombong."
"Aku membiarkan engkau menunggu hanya karena aku patuh melayani suamiku yang sakit," jawabnya.
"Tolong jangan marah padaku. Aku bukan burung bangau untuk dibunuh oleh pikiran marahmu. Kemarahanmu tidak bisa melukai seorang wanita yang mengabdikan dirinya untuk melayani suami dan keluarganya."

Kaushika terkejut. Dia bertanya-tanya bagaimana wanita itu tahu tentang kejadian burung bangau itu. Wanita itu melanjutkan: "Wahai orang hebat, engkau tidak tahu rahasia tugas, bahwa kemarahan adalah musuh terbesar yang berdiam di dalam diri manusia. Pergilah ke desa Rampur di Mithilā dan belajarlah rahasia melakukan satu tugas dengan pengabdian dari Wyādha Rāja"

Kaushika pergi ke desa itu dan bertemu dengan pria bernama Wyādha Rāja. Dia terkejut mengetahui pria ini menjual daging di toko daging. Penjual daging itu bangkit dari tempat duduknya dan bertanya: "Tuan apakah tuan dalam keadaan baik? Apakah wanita suci itu mengirim tuan ke sini? Aku tahu mengapa tuan datang. Mari ke rumahku." Si tukang daging mengajak Kaushika ke rumahnya di mana Kaushika melihat keluarga yang bahagia dan sangat kagum dengan kasih dan penghargaan yang dilakukan tukang daging dalam melayani orangtuanya.

Kaushika mengambil pelajaran dari tukang daging bagaimana melakukan tugas. Wyādha Rāja tidak membunuh binatang; ia tidak pernah makan daging. Dia hanya melanjutkan bisnis keluarganya setelah ayahnya pensiun. Setelah itu, Kaushika kembali ke rumahnya dan mulai melayani orang tuanya, tugas yang ia telah abaikan sebelumnya.

Moral dari cerita ini adalah bahwa engkau dapat mencapai kesempurnaan rohani dengan melakukan kewajiban apa pun dalam hidupmu dengan jujur. Ini adalah pemujaan sejati kepada Tuhan. (B.Gita XVIII,46). Tuhan hidup dalam diri kita semua dan membimbing kita untuk bekerja sesuai dengan Karmā kita sendiri. (B.Gita XVIII,61) Lakukan upaya terbaikmu, dan dengan senang hati terima hasil sebagai kehendak-Nya. Ini disebut pasrah kepada Tuhan. (B.Gita XVIII,66). Karunia pengetahuan rohani adalah hadiah terbaik karena tidak adanya pengetahuan spiritual merupakan penyebab dari semua kejahatan di dunia. Menyebarkan pengetahuan spiritual merupakan pelayanan tertinggi kepada Tuhan. (B.Gita XVIII.68-69). Kedamaian abadi dan kekayaan bisa dicapai hanya jika engkau melakukan tugas dengan baik dan juga memiliki pengetahuan spiritual yang diberikan dalam Weda yang suci ini oleh Tuhan. (B.Gita XVIII,78)

Dewi Draupadi Bersuami Lima


Draupadi adalah istri dari kelima Pāndawa. Dia adalah putri seorang Rsi di masa lalunya. Dia sangat cantik dan berbudi luhur, tetapi dalam masa lalunya, karena Karmā masa lalunya, dia tidak bisa menikah. Ini membuatnya tidak bahagia. Jadi dia mulai bertapa untuk menyenangkan Dewa Siwa. Setelah lama melakukan tapa yang sulit, Dewa Siwa senang dan bertanya berkat apa yang diinginkannya. Dia minta seorang suami yang sangat spiritual, kuat, tentara yang sangat baik, tampan, dan lembut. Dewa Siwa mengabulkan keinginannya.

Dalam kehidupan berikutnya, dia menikah dengan lima bersaudara, tetapi dia tidak begitu senang dengan situasi aneh ini. Draupadi adalah pemuja Krishna, yang mengetahui masa lalu, sekarang dan masa depan semua makhluk. Krishna tahu penyebab kesedihannya dan menjelaskan bahwa itulah yang ia minta pada kehidupannya yang lalu. Krishna mengatakan tidak mungkin bagi satu orang untuk memiliki semua kualitas yang ia inginkan untuk menjadi suaminya, jadi dia menikah dengan lima suami dalam kehidupan ini, yang memiliki semua sifat yang dimintanya. Setelah mendengarkan penjelasan dari Tuhan Krishna, Awatara Wisnu sendiri, ia, orangtuanya, dan kelima suaminya gembira dan menerima nasib yang telah diberikan kepada mereka dan hidup bahagia.

Pesan moral dari cerita ini adalah bahwa orang tidak dapat menemukan seorang suami atau istri dengan semua sifat-sifat baik atau buruk, sehingga seseorang harus belajar hidup dengan apa pun yang diberikan oleh karmanya sendiri. Tidak ada pasangan yang sempurna karena tidak ada oang yang hanya punya kebiasaan baik dan tidak ada kebiasaan buruk.Tan hana wwang swasta anulus.

Anjing dan Tulang


Suatu hari seekor anjing menemukan sepotong tulang. Dia membawanya di mulutnya dan pergi ke sudut yang sepi untuk mengunyahnya. Dia duduk di sana dan mengunyah tulang selama beberapa saat. Kemudian anjing itu merasa haus dan membawa tulang itu di mulutnya dan berjalan di atas jembatan kayu kecil untuk minum air di sungai.

Ketika ia melihat bayangannya sendiri di air, ia pikir ada anjing lain dengan tulang di sungai. Karena mulai serakah, dia ingin memiliki tulang lain itu juga. Dia membuka mulutnya untuk menyalak dan mengambil tulang dari anjing lain. Begitu ia membuka mulut untuk mengambil tulang lainnya, tulang yang ada di mulutnya jatuh ke sungai. Anjing itu menyadari kesalahannya, tetapi terlambat. 

Keserakahan dapat diatasi dengan menjadi puas dengan apa yang telah dimiliki. Orang yang puas adalah orang yang sangat bahagia. Seseorang yang serakah tidak dapat menemukan kedamaian sejati dan kebahagiaan dalam hidup.

Tiga Perampok


Ada seorang laki-laki sedang melewati hutan ketika tiba-tiba tiga perampok menyerang dan merampoknya. Salah seorang perampok lalu berkata, "Apa gunanya membiarkan orang ini hidup?" Dia sudah hampir membunuhnya dengan pedang ketika perampok kedua menghentikannya, dan berkata: "Apa gunanya membunuh dia? Ikat dia ke sebatang pohon dan tinggalkan." Para perampok mengikatnya ke sebatang pohon dan pergi. Setelah beberapa saat, perampok ketiga kembali menemui orang yang terikat itu dan berkata: "Aku menyesal, apakah kau terluka? Aku akan melepaskanmu." Setelah melepaskannya, si perampok berkata: "Mari ikut aku. Aku akan membawamu ke jalan umum." Setelah beberapa lama, mereka tiba di jalan. Lalu orang itu berkata kepada perampok ketiga: "Pak, Bapak telah sangat baik kepadaku. Mari ikut aku ke rumahku." "Oh tidak!" Jawab si perampok, "Aku tidak bisa pergi ke sana. Polisi akan tahu." 

Hutan bisa diandaikan dunia ini. Ketiga perampok adalah tiga Guna: kebaikan, nafsu dan kemalasan. Inilah yang merampok kesadaran diri kita. Kemalasan ingin menghancurkan kita. Nafsu mengikat kita pada dunia. Kebaikan membebaskan kita dari cengkeraman nafsu dan kemalasan. Di bawah perlindungan kebaikan, kita diselamatkan dari amarah, nafsu, ketamakan dan kemalasan. Kebaikan juga melonggarkan ikatan dunia. Tetapi kebaikan juga seorang perampok. Tidak dapat memberi kita pengetahuan yang sejati tentang Tuhan.

Kebaikan hanya dapat menunjukkan jalan menuju ke rumah Tuhan kepada kita. Kita harus mengatasi ketiga Guna dan mengembangkan cinta pada Tuhan. Alam menempatkan kita ke dalam tiga sifat untuk melaksanakan tugasnya melalui kita. Sebenarnya, semua kegiatan dilakukan oleh ketiga Guna ini. Kita bukan pelaku, tapi kita bertanggung jawab atas tindakan kita, karena kita diberi pikiran dan kebebasan untuk memutuskan dan memilih antara tindakan yang benar dan salah. Pengaruh ketiga Guna dapat dilepaskan dengan upaya yang tulus, pengabdian kepada Tuhan dan anugerah-Nya.

Harimau Pemakan Rumput


Suatu kali seekor harimau betina menyerang kawanan domba. Dia sedang hamil dan sangat lemah. Ketika ia melompat menyerang mangsanya, ia melahirkan seekor bayi harimau dan mati beberapa jam kemudian. Bayi harimau dibesarkan oleh domba. Domba makan rumput, sehingga bayi harimau mengikuti cara mereka. Ketika domba mengembik, bayi harimau juga ikut mengembik seperti domba. Bayi harimau itu berangsur-angsur tumbuh menjadi harimau besar. 

Suatu hari, harimau lain menyerang kawanan domba yang sama. Harimau itu terkejut melihat ada harimau pemakan rumput di kawanan domba tersebut. Harimau liar itu menyerang si harimau pemakan rumput yang kemudian mulai mengembik seperti domba. Harimau liar menyeretnya ke dalam air dan berkata: "Lihatlah wajahmu di dalam air. Kau sama seperti aku. Ini ada sedikit daging. Makanlah" kata harimau liar sambil menaruh sepotong daging ke mulut harimau vegetarian itu. Namun harimau vegetarian tidak mau menerimanya dan mulai mengembik lagi. Secara perlahan, ia merasakan darah dari daging yang dijejalkan ke mulutnya dan mulai menyukainya. Kemudian harimau liar berkata: "Sekarang kau tahu, tidak ada perbedaan antara kau dan aku. Ikuti aku ke dalam hutan."

Kita selalu berpikir bahwa kita adalah tubuh ini yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Kita bukanlah tubuh ini. Kita adalah Roh yang sangat berkuasa dalam tubuh. Tubuh kita seperti sebuah miniatur alam semesta. Tubuh terdiri dari lima elemen dasar dan didukung oleh Roh.

Prahlada : Pemuja Yang Taat


Hiranyakasipu adalah raja raksasa. Dia melakukan praktek spiritual dengan sangat keras, dan Dewa Brahmā memberinya anugrah bahwa ia tidak dapat dibunuh oleh manusia atau binatang. Anugrah ini membuatnya sombong, dan dia menteror ke tiga dunia, mengatakan bahwa tidak ada Tuhan lain selain dirinya dan semua orang harus menyembah-Nya.

Dia punya seorang putra bernama Prahlāda, seorang anak religius yang selalu menyembah Tuhan Wisnu. Ini membuat ayahnya sangat marah, ia ingin menghilangkan pemikiran Wisnu dari pikiran anaknya, sehingga ia menyerahkan anaknya kepada seorang guru yang sangat keras untuk melatih dia untuk hanya menyembah Hiranyakasipu sebagai Tuhan dan bukan menyembah Wisnu. Prahlāda tidak hanya menolak untuk mendengarkan sang guru, tetapi mulai mengajar siswa lain untuk menyembah Wisnu. Gurunya sangat marah dan melaporkan kepada Raja. 
Sang Raja berlari ke kamar anaknya, dan berteriak, "Aku mendengar kau telah menyembah Wisnu!"
Dengan gemetar, Prahlāda berkata pelan, "Ya ayah."
"Berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan melakukannya lagi!" kata raja.
"Aku tidak bisa menjanjikan itu ayah" Prahlāda langsung menjawab.
"Kalau begitu aku akan membunuhmu," teriak Raja.
"Tidak bisa, kecuali diinginkan Dewa Wisnu," jawab si anak.

Sang Raja mencoba semua kekuatannya untuk merubah pikiran Prahlāda, tapi tak satupun berhasil. Ia kemudian memerintahkan para pengawal untuk melemparkan Prahlāda ke laut, berharap agar Prahlāda takut dan berjanji untuk tidak lagi menyembah Wisnu. Tapi Prahlāda tetap setia pada Vishnu dan terus berdoa kepada-Nya dalam hatinya dengan cinta dan kesetiaan. Penjaga mengikatnya ke sebuah batu besar dan melemparkannya ke dalam laut. Atas rahmat Tuhan, batu itu terjatuh dan Prahlāda mengapung ke permukaan air dan terdampar di pantai dengan selamat. Dia terkejut melihat Wisnu di pantai. Wisnu tersenyum padanya dan berkata, "Mintalah padaku apa saja yang engkau inginkan."
Prahlāda menjawab, "Aku tidak ingin kerajaan, kekayaan, surga, atau umur panjang. Aku hanya ingin kekuatan untuk selalu mencintai-Mu dan tidak pernah mengubah pikiranku menjauh dari-Mu."
Wisnu mengabulkan keinginan Prahlāda.
Ketika Prahlāda kembali ke istana ayahnya, raja tertegun melihatnya masih hidup.
"Siapa yang mengeluarkanmu dari laut?" raja bertanya.
"Dewa Wisnu," kata si anak, polos.
"Jangan sebut nama itu di hadapanku," teriak ayahnya. "Di mana Dewa Wisnu-mu? Tunjukkan dia padaku," ia menantang.
"Dia di mana-mana," jawab si anak.
"Bahkan dalam pilar ini?" Tanya Raja."
"Ya, bahkan di pilar ini!" Jawab Prahlāda yakin.
"Kalau begitu suruh dia muncul di depanku dalam bentuk apapun yang ia inginkan," seru Hiranyakasipu dan memecahkan pilar itu dengan senjata besinya.

Tiba-tiba melompat keluar dari dalam pilar satu mahluk bernama Narasinga, yang setengah manusia dan setengah singa. Hiranyakasipu, berdiri tak berdaya di hadapannya. Takut, ia berteriak minta tolong, tetapi tidak ada yang datang menolongnya. Narasinga mengangkat Hiranyakasipu dan meletakkannya di pangkuannya, di mana tubuhnya dirobek-robek. hingga menemui ajalnya.

Tuhan memberkati Prahlāda karena kepercayaannya yang mendalam. Setelah kematian Hiranyakasipu, para raksasa itu hancur, dan Dewa mengambil alih dunia sekali lagi dari raksasa. Sampai hari ini, nama Prahlāda dimasukkan diantara pemuja besar.

Empat Orang Buta


Empat orang buta pergi untuk mengetahui gajah. 
Orang pertama menyentuh kaki gajah dan berkata, "gajah seperti sebuah tiang."
Orang kedua menyentuh belalainya dan berkata, "gajah seperti sebuah bulatan tebal."
Yang ketiga menyentuh perutnya dan berkata, "gajah seperti sebuah guci besar."
Orang keempat menyentuh telinga dan berkata, "gajah itu seperti kipas tangan yang besar."
Merekapun mulai bertengkar mengenai bentuk gajah.

Seseorang yang lewat dan melihat mereka bertengkar, berkata, "Mengapa kalian semua bertengkar?" Mereka menceritakan masalahnya dan memintanya untuk menjadi hakim. 
Pria itu berkata: "Tidak seorang pun dari engkau telah melihat gajah. Gajah tidak seperti sebuah tiang; kakinyalah yang seperti tiang-tiang. Dia tidak seperti bulatan tebal; belalainyalah yang seperti bulatan tebal. Dia tidak seperti sebuah guci besar; perutnyalah yang seperti guci besar. Ia tidak seperti kipas; telinganyalah yang seperti kipas. Gajah terdiri dari kaki, badan, perut, telinga, dan banyak lagi."

Dengan cara yang sama, orang-orang yang berdebat tentang sifat Tuhan hanya mengenal sebagian kecil dari realitas-Nya. Itu sebabnya orang bijak mengatakan bahwa Tuhan "bukan ini, atau itu."

Tuhan, Dia adalah asal dari semua mahluk, penyebab dari segala sebab. Semuanya, termasuk tubuh kita, pikiran dan perasaan, berasal dari Tuhan. Dia adalah pencipta, pendukung, dan pelebur dari semua. Dia tak terbatas dan tidak mempunyai awal atau akhir. Seluruh alam semesta adalah perluasan sebagian kecil dari energi-Nya. (Gita X,41-42). Semua Deva hanyalah nama-nama dari berbagai kekuatan-Nya. Menyembah Tuhan dengan kepercayaan dan keyakinan yang kuat, memberi kita apa yang kita butuhkan dan membantu kita menjadi baik dan damai.

Kamis, 30 Agustus 2012

Jejak Kaki


Suatu malam, seorang laki-laki bermimpi. Dia bermimpi sedang berjalan sepanjang pantai dengan Tuhan. Di langit ia melihat adegan-adegan dari hidupnya. Pada setiap adegan, ia melihat dua pasang jejak kaki di pasir, satu milik dia, dan yang lain milik Tuhan.

Ketika tiba adegan terakhir dalam hidupnya, ia menoleh ke belakang pada jejak kaki di pasir. Dia melihat banyak kali, sepanjang jalan hidupnya hanya ada satu pasang jejak kaki. Dia juga menyadari bahwa hal itu terjadi saat tersulit dan saat paling menyedihkan dalam hidupnya. Ini benar-benar mengganggunya, dan ia menanyakan hal itu kepada Tuhan. 

"Tuhan, Engkau mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang Engkau lebih benci atau lebih sayangi, dan bahwa Engkau selalu bersama orang-orang yang menyembah-Mu dengan cinta dan kesetiaan. (Gita IX,29) Aku telah memperhatikan bahwa selama masa paling sulit dalam hidupku, hanya ada satu pasang jejak kaki. Aku tidak mengerti mengapa, ketika aku paling memerlukan-Mu, Engkau meninggalkan aku sendirian." Tuhan menjawab,"Anakku, kau adalah jiwaku sendiri. Aku mencintaimu, dan aku tidak akan pernah meninggalkanmu, bahkan jika kau kadang-kadang meninggalkan Aku. Selama waktu percobaan dan penderitaanmu, ketika kau hanya melihat satu pasang jejak kaki, itu karena aku menggendongmu. Jika engkau tertimpa masalah, hal itu disebabkan oleh Karmāmu sendiri. Itulah saat kau diuji agar dapat tumbuh lebih kuat."

Dalam Bhagawad Gita IX.22 disebutkan : "Aku secara pribadi mengurus kebutuhan penyembah-Ku yang selalu ingat dan mengasihi Aku."

Perampok Yang Bertobat


Kita punya dua epik atau kisah-kisah sejarah yang sangat populer. Yang pertama adalah Rāmāyana. Yang kedua adalah Mahābhārata. Bhagavad-Gita merupakan bagian dari Mahābhārata. Penulis asli Rāmāyana adalah seorang Rsi bijak bernama Vālmiki. Setelah Vālmiki banyak Rsi lain menulis Rāmāyana, kisah tentang Tuhan Rāma yang mesti dibaca semua anak.

Menurut legenda, Vālmiki diberi kekuasaan oleh Rsi Nārada yang bijak untuk menulis seluruh episode sebelum kejadian ini benar-benar terjadi. Pada awal hidupnya, Vālmiki adalah seorang perampok. Dia menghidupi keluarganya dengan cara merampok pelancong. Suatu hari, Rsi besar surgawi, Nārada, kebetulan lewat. Vālmiki menyerangnya dan mencoba merampoknya. Nārada bertanya kepada Vālmiki mengapa ia melakukan hal itu. Vālmiki mengatakan bahwa ini dilakukan untuk menghidupi keluarganya. Orang bijak itu berkata kepada Vālmiki: "Ketika engkau merampok seseorang, kau melakukan dosa. Apakah anggota keluargamu mau berbagi menanggung dosa itu?" Perampok itu menjawab: "Mengapa tidak? Aku yakin mereka mau." Orang bijak itu berkata: "Baiklah, pulanglah ke rumah dan tanyakan kepada mereka apakah mereka mau ikut menanggung dosa-dosamu bersama dengan uang yang engkau bawa pulang." Si perampok setuju. Dia mengikat orang bijak tersebut pada sebatang pohon dan pulang ke rumahnya. 

Dia bertanya pada setiap anggota keluarganya: "Aku membawa uang dan banyak makanan karena merampok orang. Seorang bijak mengatakan kepadaku bahwa itu adalah perbuatan dosa. Apakah kalian mau ikut menanggung dosa-dosa yang aku lakukan?" Tidak seorangpun anggota keluarganya bersedia untuk ikut menanggung dosanya. Mereka semua berkata: "Tugasmulah untuk menanggung kehidupan kami. Kami tidak mau ikut menanggung dosamu." Vālmiki menyadari kesalahannya dan meminta orang bijak untuk menunjukkan jalan yang harus dilakukannya untuk menebus dosa-dosanya. Orang bijak memberi Vālmiki mantra "Rāma" yang paling kuat dan paling sederhana untuk dichantingkan serta mengajarkan kepadanya cara memuja-Nya dan bermeditasi pada-Nya.

Perampok jalanan ini menghentikan kegiatan yang berdosa yang pernah dilakukannya dan tidak lama kemudian menjadi seorang Rsi yang sangat bijak. Atas anugerah guru Nārada, ia menjadi penulis dengan kekuatan mantra dan latihan spiritual yang tulus.

Ekalavya Murid Yang Ideal


Guru Dronāchārya (atau Drona) adalah pengajar ilmu perang yang dipilih Kakek Bhisma untuk mengajar semua Kaurava dan Pāndava bersaudara. Beberapa pangeran lain juga belajar padanya. Drona sangat puas dengan pengabdian Arjuna dan dia berjanji pada Arjuna: "Aku akan mengajarmu agar menjadi pemanah terbaik di dunia".

Suatu hari seorang anak remaja bernama Ekalavya dari hutan dekat Ashram datang kepada Guru Drona ingin belajar keahlian memanah. Dia mendengar dari ibunya tentang pemanah terbaik Dronāchārya, putra dari Rsi Bhāradvāja dan murid Rsi Parashurāma. Ekalavya adalah seorang anak yang kesehariannya di hutan, berasal dari keluarga pemburu. Pada waktu itu, bahkan pada jaman ini, keluarga pemburu dianggap sebagai masyarakat rendah. Drona bingung bagaimana caranya mengajar pemuda dari keluarga pemburu dengan para putra mahkota. Jadi beliau memutuskan untuk tidak mengajarkan ilmu memanah pada anak ini, seraya berkata: ”Nak, akan sangat sulit bagiku untuk mengajarmu. Engkau terlahir dengan keahlian pemanah. Kembalilah ke hutan dan berlatihlah dengan kemauan yang dalam. Engkau juga muridku. Semoga engkau menguasai ilmu memanah sesuai dengan keinginanmu.”

Kata-kata Drona merupakan anugrah bagi Ekalavya. Dia mengerti keadaan dirinya dan yakin doa sang guru menyertainya. Dia membuat patung Dronāchārya dari tanah liat, menaruhnya di tempat terbaik di pondoknya, dan mulai memuja patung tersebut dengan hormat, dengan mempersembahkan bunga dan buah. Dia memuja patung gurunya setiap hari, berlatih memanah dan akhirnya menguasai ilmu memanah dengan sangat baik. Ekalavya bangun pagi hari setiap hari, mandi dan melakukan pemujaan. Dia selalu mengenang kata-kata, tindakan dan ilmu Guru Drona yang dilihatnya di Ashram sang Guru. Dia dengan sangat yakin mengikuti perintah sang guru dan terus berlatih.

Sementara Arjuna secara langsung menguasai ilmu memanah dari Drona, Ekalavya mencapai tingkat keahlian yang sama dari jarak jauh. Kalau dia tidak mengerti salah satu teknik memanah, dia akan segera mengahadap ke patung Drona, mengatakan masalahnya, dan menunggu dalam meditasinya sampai pertanyaannya terjawab. Kemudian dia melanjutkan latihannya.

Cerita Ekalavya membuktikan bahwa seseorang bisa mencapai apapun dalam hidup jika yakin dan bekerja keras mencapainya. Selanjutnya, diceritakan tentang pangeran Kaurava dan Pāndava pada suatu hari berburu di hutan. Ekalavya, seorang pemuda dengan kulit hitam, menggunakan baju dari kulit harimau dan kalung kulit kerang, sedang berlatih memanah dengan serius. Anjing pemburu yang menyertai para putra mahkota menggonggongnya. Mungkin dengan maksud memperlihatkan keahliannya, Ekalavya melepaskan tujuh anak panahnya ke rahang anjing yang sedang menggonggong dan semua anak panah tersebut menancap di mulut anjing itu. Anjing itu lari menuju tuannya. Para putra mahkota sangat terkejut melihat keahlian orang yang memanah anjing itu. Mereka ingin tahu siapa pemanah tersebut.

Melihat hal ini, Arjuna, tidak hanya terkejut tapi juga khawatir. Dia ingin dikenal sebagai pemanah terbaik di seluruh dunia. Para putra mahkota mulai mencari pemanah yang mampu memanah anjing mereka dalam waktu yang sangat singkat dan menemukan Ekalavya.
Arjuna berkata: "Keahlian memanahmu sangat luar biasa. Siapakah gurumu?"
"Guruku Dronāchārya," jawab Ekalavya dengan rendah hati.
Arjuna terkejut mendengar nama Drona. Benarkah? Dapatkah guru yang sangat dicintainya ini mengajarkan demikian banyak ilmu pada pemuda ini? Kalau benar, bagaimana dengan janji yang telah diucapkan gurunya kepadanya? Kapan Drona mengajar pemuda ini? Arjuna tidak pernah melihat Ekalavya di Ashram.

Ketika Drona mendengar cerita ini, dia ingat pada Ekalavya dan pergi menemuinya.
Drona berkata: "Engkau telah belajar dengan sangat baik nak. Aku sangat puas dengan hasilnya. Dengan pemujaan dan latihan, engkau telah mencapai hasil yang luar biasa baik. Semoga keberhasilanmu menjadi contoh bagi yang lainnya."
Ekalavya sangat bahagia dan berkata: "Terimakasih, oh Gurudeva! Aku juga muridmu. Kalau tidak, aku tidak yakin bisa mencapai keahlian seperti sekarang."
Drona berkata: "Jika engkau menerima aku sebagai gurumu, engkau harus membayar kewajiban setelah latihanmu selesai. Pikirkanlah."
Ekalavya dengan tersenyum berkata: "Apa yang perlu dipikirkan Guru? Aku muridmu dan gurulah guruku. Mohon katakan apa yang guru inginkan. Aku akan mempersembahkannya walaupun aku harus mengorbankan nyawa untuk itu."
"Ekalavya, aku harus meminta pengorbanan yang sangat tinggi darimu untuk memenuhi janjiku kepada Bhishma dan Arjuna bahwa tidak seorangpun akan mampu menandingi Arjuna dalam hal memanah. Maafkan aku, nak! Bisakah engkau memberikan ibu jari tangan kananmu sebagai bayaranku?"
Ekalavya menatap Dronāchārya beberapa saat. Dia bisa memahami masalah Sang Guru. Dia kemudian berdiri, berjalan ke arah patung Drona dengan mantap, meletakkan jempol kanannya di atas sebuah batu, dan memotongnya dengan panah yang digenggam di tangan kirinya. 
Drona merasa menyesal melihat luka yang diderita Ekalavya dan sangat tersentuh oleh pengabdiannya yang sangat besar. Drona memeluknya dan berkata: "Nak, kasihmu pada guru tak tertandingi. Aku sangat puas memiliki murid sepertimu. Tuhan selalu memberkatimu!"

Ekalavya mendapat kemenangan dalam kekalahan! Tanpa jempol kanan, ia tidak bisa lagi menggunakan busur dengan baik. Tapi dia melanjutkan berlatih menggunakan tangan kirinya. Dengan pengorbanan tertinggi, ia menerima kasih karunia Tuhan dan menjadi pemanah kidal terbaik. Ia membuktikan bahwa tidak ada yang bisa menghentikan upaya yang benar-benar tulus. Dengan tindakan dan perilaku, Ekalavya, menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kedudukan tidak ditentukan oleh masyarakat, tetapi oleh visi, kualitas pikiran dan hati.

Sebuah Keterkaitan


Tersebutlah seorang petani Skotlandia yang miskin. Suatu hari, sewaktu sedang bekerja untuk menghidupi keluarganya, ia mendengar teriakan minta tolong yang berasal dari rawa terdekat. Dia melemparkan alatnya dan berlari ke rawa. Di sana, dilihatnya seorang anak laki-laki ketakutan, tenggelam sampai ke pinggang di rawa, berteriak-teriak dan berjuang untuk membebaskan dirinya. Petani Fleming menyelamatkan anak itu dari kemungkinan mati tenggelam secara perlahan dan menakutkan. 

Keesokan harinya, sebuah kereta mewah berhenti di depan rumah sederhananya. Seorang bangsawan berpakaian bagus melangkah keluar dan memperkenalkan dirinya sebagai ayah dari anak laki-laki yang telah diselamatkan Fleming. 
"Aku ingin berterima kasih dan membalas kebaikan Anda," kata si bangsawan. "Anda telah menyelamatkan hidup anakku." 
"Aku tidak bisa menerima bayaran atas apa yang aku lakukan," jawab petani Skotlandia itu, menolak tawaran tersebut.
Pada saat itu, anak si petani masuk ke pintu gubuk.
"Apakah itu anak Anda?" tanya bangsawan.
"Ya," jawab petani dengan bangga.
"Aku akan membuat kesepakatan. Biarkan aku memberikan pendidikan padanya setingkat dengan pendidikan anakku. Jika anak itu seperti ayahnya, dia akan tumbuh menjadi seorang laki-laki yang dapat kita
berdua banggakan."

Dan itu ia lakukan. Anak petani Fleming mengikuti pendidikan di sekolah terbaik dan lulus dari St Mary's Hospital Medical School di London dan kemudian menjadi terkenal di seluruh dunia sebagai Sir Alexander Fleming, penemu Penisilin. Bertahun-tahun kemudian, anak bangsawan yang sama yang diselamatkan dari rawa itu terserang radang paru-paru. Apa yang menyelamatkan nyawanya ? Penisilin. Dan nama bangsawan itu? Lord Randolph Churchill. Nama putranya? Sir Winston Churchill yang terkenal.

Apa yang disemai akan dituai. Ini adalah hukum universal Karmā, hukum sebab dan akibat. Dengan membantu memenuhi mimpi seseorang, maka impianmu akan dipenuhi juga oleh Tuhan!

Sebuah Ujian


Guru Drona adalah guru perang bagi para Kaurava dan Pāndava. Pada akhir pembelajaran perang tibalah waktu ujian akhir. Drona meletakkan elang kayu di cabang pohon terdekat. Tidak ada yang tahu itu hanya sebuah boneka, karena tampak seperti elang asli. Untuk lulus ujian, setiap orang diharuskan untuk memotong kepala elang dengan sekali panah.

Guru Drona pertama minta Yudistira, anak tertua dari Pāndava: "Bersiaplah, lihatlah elang itu, dan katakan padaku apa yang engkau lihat." Yudistira menjawab: "Aku melihat langit, awan, batang pohon, dahan-dahan, daun-daun dan elang duduk di sana" Guru Drona tidak terlalu senang dengan jawaban ini. Dia menanyakan hal yang sama kepada semua siswa, satu demi satu. Setiap dari mereka memberikan jawaban serupa. Kemudian tibalah giliran Arjuna untuk ujian. Drona berkata kepada Arjuna: "Bersiaplah, lihatlah elang itu, dan ceritakan apa yang engkau lihat." Arjuna menjawab: "Aku hanya melihat elang dan tidak ada yang lain." Drona kemudian mengajukan pertanyaan kedua: "Jika engkau hanya melihat elang, katakan padaku seberapa kuat tubuhnya dan apa warna sayapnya?" Arjuna menjawab: "Aku hanya melihat kepalanya dan tidak seluruh tubuhnya." Guru Drona sangat senang dengan jawaban Arjuna dan memintanya untuk melanjutkan tes. Arjuna dengan mudah memotong kepala elang dengan sekali panah karena ia sedang berkonsentrasi pada tujuannya dengan satu pikiran. Dia lulus ujian dengan baik. 

Arjuna tidak hanya prajurit terbesar pada zamannya, tetapi juga seorang KarmaYogi yang penuh kasih. Krishna memilih Arjuna sebagai alat untuk menyampaikan pengetahuan suci Gita. Kita semua harus mengikuti contoh Arjuna. Membaca Gita dan menjadi seperti Arjuna. "Arjuna Bano, Arjuna Bano," Apa pun pekerjaan yang engkau lakukan, lakukanlah dengan perhatian penuh dan curahkan seluruh hati dan pikiranmu ke dalamnya. Ini adalah tema utama dari KarmaYoga Gita dan rahasia sukses dalam apa pun yang engkau lakukan. 

Sebuah pesan untuk para pemuda dari Swami Vivekananda: "Apa pun yang engkau lakukan, curahkan seluruh pikiran di dalamnya. Jika engkau menembak, pikiranmu harus hanya pada target. Maka engkau tidak akan pernah gagal. Jika engkau belajar, hanya pikirkan pelajaran".

Selasa, 28 Agustus 2012

Pertapa Yang Jujur


Ada seorang pertapa yang hebat, yang terkenal karena selalu mengatakan yang sebenarnya. Dia telah bersumpah untuk tidak berbohong dan dikenal sebagai "Tuan Jujur." Tak peduli apa yang dia katakan, semua orang percaya padanya karena ia telah mendapatkan reputasi luar biasa di masyarakat tempat ia tinggal dan melakukan praktek spiritualnya. Suatu malam, seorang perampok sedang mengejar seorang pedagang untuk dirampok dan dibunuh. Pedagang itu berlari menyelamatkan hidupnya. Dia lari menuju hutan di mana pertapa ini tinggal. Pedagang itu merasa sangat aman karena tidak mungkin si perampok bisa tahu di mana ia bersembunyi di hutan. Tetapi pertapa itu melihat kearah mana larinya si pedagang. 

Para perampok datang ke pondok pertapa dan memberi hormat. Perampok itu tahu bahwa pertapa itu hanya akan mengatakan kebenaran dan dapat dipercaya, maka ia bertanya kepadanya apakah ia telah melihat seseorang melarikan diri. Pertapa itu tahu bahwa si perampok sedang mencari seseorang untuk dirampok dan dibunuh, karena itu ia menghadapi masalah besar. Jika dia mengatakan yang sebenarnya, pedagang pasti akan dibunuh. Jika ia berbohong, ia akan menanggung dosa berbohong dan kehilangan reputasinya. Setiap tindakan yang tidak bermoral dapat membahayakan orang lain disebut dosa. Ahimsā (anti kekerasan) dan kejujuran adalah dua ajaran yang paling penting dari semua agama yang kita harus ikuti. Jika kita harus memilih antara dua, mana yang harus kita pilih? Ini adalah pilihan yang sangat sulit. Karena kebiasaan mengatakan yang sebenarnya, pertapa itu berkata: "Ya, aku melihat seseorang melarikan diri." Jadi, perampok berhasil menemukan pedagang dan membunuhnya. Pertapa itu sebenarnya bisa menyelamatkan hidup seseorang dengan menyembunyikan kebenaran, tetapi ia tidak berpikir dengan baik dan membuat keputusan yang salah.

Tujuan Krishna menceritakan cerita ini kepada Arjuna untuk mengajar Arjuna bahwa kadang-kadang kita harus memilih antara batu dan tempat yang keras. Krishna mengatakan kepada Arjuna bahwa pertapa bersama dengan perampok sama berdosanya karena membunuh. Perampok tidak bisa menemukan pedagang jika pertapa tidak mengatakan yang sebenarnya. Jadi ketika dua prinsip mulia bertentangan satu sama lain, kita harus tahu mana yang merupakan prinsip yang lebih tinggi. Ahimsā memiliki prioritas tertinggi, sehingga pertapa seharusnya berbohong dalam situasi ini untuk menyelamatkan kehidupan. Seseoang seharusnya tidak mengatakan suatu kebenaran yang merugikan orang lain. Tidak mudah untuk menerapkan Dharma (kebenaran) dalam situasi kehidupan nyata, karena Dharma dan Adharma (kejahatan) terkadang bisa sangat sulit untuk diputuskan. Dalam situasi seperti ini, saran ahli harus diminta.

Krishna memberi contoh lain tentang seorang perampok yang mendatangi sebuah desa untuk merampok dan membunuh penduduk desa. Dalam situasi ini, membunuh perampok akan menjadi sebuah tindakan anti kekerasan karena menewaskan satu orang dapat menyelamatkan banyak nyawa. Krishna sendiri, dalam beberapa kesempatan, harus membuat keputusan seperti itu untuk memenangkan perang Mahabhrata dan mengakhiri semua orang-orang yang lalim.

Jangan berbohong, dan jangan membunuh mahluk hidup atau menyakiti siapa pun, tapi menyelamatkan kehidupan adalah prioritas utama.

Senin, 27 Agustus 2012

Pemuda Yang Tidak Pernah Menyerah


Yava adalah putra dari seorang bijak yang melakukan tapa keras untuk mendapatkan berkat Deva Indra, Raja para Deva. Dia menyiksa tubuhnya dengan keras dan dengan demikian menimbulkan simpati Indra. Indra datang padanya dan bertanya mengapa ia menyakiti tubuhnya.

Yava menjawab: "Aku ingin menjadi seorang sarjana besar dalam Veda. Dibutuhkan waktu lama untuk belajar Veda dari seorang guru. Aku berlatih dengan keras untuk mendapatkan pengetahuan itu secara langsung. Berkatilah aku."

Indra tersenyum dan berkata:" Nak, engkau berada di jalan yang salah. Kembali ke rumah, cari guru yang baik, dan belajar Veda dari dia. Penyiksaan bukan cara untuk belajar; caranya adalah belajar dan hanya belajar." Setelah berkata begitu, Indra menghilang.

Tapi Yava tidak mau menyerah. Tetap saja dia melakukan praktek spiritual (penebusan dosa) dengan usaha yang lebih keras. Indra datang lagi di hadapan Yava dan memperingatkan dia lagi. Yava mengatakan bahwa jika doanya tidak dijawab, ia akan memotong tangan dan kakinya satu persatu dan mempersembahkannya ke api. Tidak, dia tidak akan pernah menyerah. Dia melanjutkan penebusan dosanya. Suatu pagi, selama penebusan dosanya, ketika ia pergi untuk mandi di sungai suci Gangā, ia melihat seorang lelaki tua di tepi melemparkan pasir ke dalam sungai.
"Kakek, apa yang engkau lakukan?" Tanya Yava.

Orang tua itu menjawab: "Aku akan membangun sebuah bendungan di sungai sehingga orang dapat menyeberangi sungai dengan mudah. Lihat betapa sulitnya sekarang untuk menyeberang. Pekerjaan yang berguna, bukan?"

Yava tertawa dan berkata: "Betapa bodohnya jika kakek pikir bisa membangun sebuah bendungan di sungai besar ini dengan segenggam pasir! Pulang dan lakukan pekerjaan yang lebih berguna."

Orang tua itu berkata:" Apakah pekerjaanku lebih bodoh daripada engkau yang belajar Veda, bukan dengan belajar, tapi dengan penebusan dosa?"

Yava sekarang tahu bahwa lelaki tua itu adalah Indra. Yava dengan sungguh-sungguh memohon kepada Indra untuk memberinya pelajaran secara pribadi.

Indra memberkatinya dan menghibur Yava dengan kata-kata berikut: "Aku mengabulkan permohonanmu. Baca Veda; engkau akan diajar."

Yava mempelajari Veda dan menjadi seorang sarjana besar dalam Veda.

Rahasia sukses adalah terus berpikir tentang apa yang engkau inginkan setiap saat dan jangan pernah menyerah sampai engkau mendapatkannya. Jangan biarkan pikiran negatif, seperti menunda untuk mulai bekerja, kemalasan, dan kecerobohan menghalangi jalanmu. Sebelum memulai atau mengakhiri sesuatu pekerjaan atau belajar, ulangi OM TAT SAT, tiga nama-nama Brahman. OM Santih Santih Santih OM.


Kelinci dan Kura-Kura

Kura-kura selalu bergerak sangat lambat. Temannya, kelinci, sering mentertawakan kura-kura yang lambat. Suatu hari, kura-kura tidak tahan mendengar penghinaan dan menantang kelinci untuk berlomba. Semua binatang di hutan mentertawakan gagasan ini karena biasanya lomba diadakan diantara kekuatan yang sama. Seekor rusa mengajukan diri untuk menjadi hakim.
Perlombaan dimulai. Kelinci berlari cepat, dan tak lama kemudian ia berada jauh di depan kura-kura. Setelah si kelinci berada semakin dekat ke garis finish, ia merasa yakin akan menang. Ia kembali menatap kura-kura yang bergerak lambat, yang berada jauh di belakang.

Kelinci sangat yakin akan menang. Ia berpikir, "Aku akan duduk di bawah pohon dan menunggu kura-kura. Ketika ia sampai di sini, aku akan berlari cepat dan melintasi garis finish. Ini akan membuatnya marah, dan akan sangat menyenangkan melihat kura-kura terhina."

Kelinci kemudian duduk di bawah pohon. Kura-kura masih jauh di belakang. Angin sejuk bertiup lembut. Setelah beberapa waktu berlalu, kelinci tertidur. Ketika ia bangun, ia melihat kura-kura melewati garis finish. Kelinci itu kalah dalam pertandingan! Semua binatang di hutan mentertawakan kelinci, dan ia memetik pelajaran berharga:

"Pelan dan mantap memenangkan perlombaan."
Engkau bisa berhasil dalam pekerjaan apapun jika engkau bekerja keras dengan keyakinan yang kuat. Bersemangatlah dengan apa yang engkau inginkan, dan engkau akan mendapatkannya. Kita adalah ciptaan dari pikiran dan keinginan kita sendiri. Pikiran menciptakan masa depan kita. Kita menjadi apa yang selalu kita pikirkan. Jadi jangan pernah berpikir negatif atau membiarkan keraguan memasuki pikiranmu. Terus berjalan ke arah tujuanmu. Engkau tidak bisa mendapatkan apa-apa melalui kemalasan, kelalaian, dan menunda. Terus hidupkan impianmu dalam hatimu, dan itu akan menjadi kenyataan. Semua kesulitan dapat dihilangkan dengan keyakinan kepada Tuhan dan tekad yang kuat untuk berhasil. Tetapi buah-buah keberhasilan harus dibagi dengan orang lain. Jika engkau ingin mimpimu menjadi kenyataan, bantulah orang lain mewujudkan impiannya!

Gagak Yang Kehausan

Saat itu musim panas. Seekor gagak sangat haus. Ia terbang dari satu tempat ke tempat lain mencari air. Dia tidak bisa menemukan air di mana pun. Kolam, sungai, dan danau semua kering. Air di sumur terlalu dalam. Gagak itu sangat haus. Ia terbang dan terbang. Dia semakin lelah dan haus, tetapi ia tidak menghentikan pencariannya.

Akhirnya dia pikir ajalnya sudah dekat. Dia ingat Tuhan dan mulai berdoa untuk memperoleh air. Dia melihat sebuah kendi air di dekat sebuah rumah. Hal ini membuatnya sangat bahagia karena dia pikir pasti ada air di dalam kendi. Dia duduk di atas kendi dan memandang ke dalamnya. Dengan kecewa ia melihat air dalam kendi tidak dapat dijangkaunya. Dia bisa melihat air, tetapi paruhnya tidak bisa mencapai air. Dia sangat sedih dan mulai berpikir bagaimana caranya mencapai air. Tiba-tiba sebuah ide muncul dalam benaknya. Ada batu di dekat kendi. Ia mengambil batu-batu itu, satu per satu, dan mulai memasukkannya ke dalam kendi. Air mulai naik. Tak lama kemudian burung gagak bisa mencapai air dengan mudah. Ia minum air, mengucapkan terima kasih kepada Tuhan dengan senang hati dan terbang menjauh.

Oleh karena itu dikatakan, "Dimana ada kemauan, pasti ada jalan." Burung gagak melakukan apa yang kita semua harus lakukan. Dia tidak menyerah. Dia memiliki keyakinan bahwa doanya akan dijawab.

Rabu, 22 Agustus 2012

Selubung Keinginan

Bagaikan nyala api, yang diselubungi asap, cermin yang tertutup debu, janin terselubung rahim, demikian itulah pandangan terang itu diselubungi oleh musuh keinginan yang menentang orang-orang bijaksana, dalam bentuk keinginan yang tak pernah terpuaskan bagaikan api. Musuh keinginan itu bermukim pada perasaan, di dalam pikiran dan di dalam pengertian. Semuanya itu mengetahui roh yang terjelma, menyelubungi pengetahuannya, karena itu kendalikanlah perasaan yang dapat menghancurkan pengetahuan itu.

#mahabharata

Selasa, 21 Agustus 2012

9 Jalan Bhakti

Dalam epos kepahlawanan Itihasa Ramayana disebutkan ada 9 jalan bhakti, yaitu:
1. Bersahabat dengan orang suci.
2. Tekun mempelajari kisah-kisah mengenai sang Guru.
3. Mengabdi dengan tulus di kaki teratai sang Guru.
4. Menyanyikan lagu-lagu pujian kepada keutamaan Dewata dgn hati tanpa cela.
5. Mengidungkan nama suci Tuhan dgn kepercayaan teguh.
6. Mengendalikan diri dan tidak terikat pada berbagai macam
7. Melihat dunia naluri dgn Dewa dan memandang para suci lebih tinggi dr sang Dewa.
8. Gembiralah dan merasa puaslah dgn apa yg dimiliki, dan jgn bermimpi melihat kesalahan dalam diri org lain.
9. Kesederhanaan. Tidak boleh menipu daya dalam setiap tingkah laku.

Percayalah teguh pada Dewata tanpa rasa gembira atau rasa tertekan.

Sabtu, 18 Agustus 2012

Hidup itu....

Mengakui sebuah kesalahan dan meminta maaf bukanlah sebuah wajah indah, tetapi adalah sebuah budaya yang sangat mulia. Kejujuran mengakui sebuah kekurangan diri, walau nampak tidak cantik juga sangat mulia. Bukankah sebuah kebenaran tiada manusia yang sempurna?.

Budaya berani mengakui kelebihan orang lain, respek, dan memberikan penghargaan yang pantas kepada mereka, walau terkesan merendahkan diri juga adalah sesuatu yang mulia.
Mengulurkan tangan kepada sang pemenang dan mengucapkan selamat adalah budaya yang amat luhur. Kalah juga bukanlah sebuah kehinaan. Bukankah karena ada yang kalah makanya baru akan ada pemenang?. Kalahpun adalah sesuatu yang terhormat.

Kebenaran memang tidak selalu manis, tidak selamanya gurih dan enak. Kebenaran atau kenyataan-kenyataan yang dialami dalam kehidupan terkadang memang asam, kecut dan bahkan tak jarang pula terasa pahit, namun harus dihadapi dan ditelan. Kenyataan seperti itu sama halnya ketika dalam upacara potong gigi, semua rasa yang ada harus kita cicipi, apa adanya dan tidak semuanya manis

Senin, 13 Agustus 2012

Panah Asmara Dewa Kama


Rasa cinta itu anugrah, ia tak memandang siapa pun yang terkena panahnya akan dibuat mabuk kepayang. Ketika Dewa Kama sudah melepaskan panahnya, maka orang pun jadi lupa diri dan lupa daratan, segalanya yang ada hanyalah yang dicintainya. Berikut ini beberapa cerita tentang betapa saktinya panah asmara Dewa Kama yang bersumber dari beberapa cerita-cerita dalam sastra Hindu.

Sati adalah putri dari Daksa Prajapati dan pendamping pertama Siwa. Ia bersedih hati dan akhirnya meninggal karena ayahnya selalu menghina suami ilahinya. Diceritakan bahwa Sati yang telah meninggal, terlahir kembali sebagai Parwati, yaitu putri Himalaya yang cantik jelita. Pada suatu saat, Siwa pergi ke gunung Himalaya untuk melakukan meditasi. Sementara itu seorang raksasa (danawa) yang bernama Taraka sedang menyerang para dewa di kahyangan dan rupanya tidak ada satupun dewa yang mampu mengalahkan kekuatan Taraka. Telah diramalkan sebelumnya bahwa yang akan sanggup mengalahkan Taraka itu hanyalah putra dari Dewa Siwa sendiri.

Pembacaan Weda Saat Upacara


Svadhyaayam sravayet pitrye.
Dharmasastrani caiva hi.
Akhyaananitihasamsca
Puranani khilanica
(Manawadharmasastra III.232).

Artinya: Pada waktu upacara yadnya terutama saat pemujaan leluhur, ia harus menperdengarkan kepada tamu-tamunya ajaran Weda, ketentuan-ketentuan hukum suci, cerita kepahlawanan dan cerita dalam kitab-kitab Purana dan Khila.

Selasa, 07 Agustus 2012

TERIMA KASIH TUHAN

Pada hari ini, marilah kita mencoba untuk merenung:
- Sudah berapa banyakkah orang-orang yang telah mengecewakan kita............?.
- Sudah berapa banyakkah orang-orang yang telah membuat kita bersedih........?.
- Sudah berapa banyakkah orang-orang yang telah membuat kita menjadi marah.......?
- Sudah berapa banyakkah orang-orang yang telah membuat kita menjadi sakit hati....?
- Sudah berapa banyakkah orang-orang yang telah membuat kita banyak masalah......?
Apakah perlakuan mereka semuanya telah membuat kita menjadi orang sangat tolol dalam menghadapi kehidupan ini ?. Ataukah perlakuan mereka semuanya telah membuat kita menjadi manusia yang mempunyai kepribadian yang tajam, sangat mapan atau sangat mulia ? Sahabat semua, tenyata pujian dan cacian orang-orang adalah sebuah alat atau batu asah yang dapat mengasah kepribadian kita untuk menjadi manusia yang luar biasa. Banyak orang yang berhasil melewati cacian, makiaan dan hinaan, namun gagal karena adanya pujian. Adapula yang karena pujian menjadi semakin kuat, namun ketika jatuh oleh cacian dan fitnahan orang menjadi menyerah...! Sahabat, janganlah pernah menyerah dalam kesempatan menyongsong hari ke depan yang begitu indah, tegarlah setegar batu karang yang demikian hebatnya dihantam oleh gelombang. "Orang-orang yang putus asa adalah orang-orang yang bodoh, orang-orang yang mengingkari dan orang-orang yang tertutup oleh cahaya Tuhan". Jadikanlah setiap hari adalah hari yang sangat baik dan seharusnya justru harus bersemangat untuk menepis keputusasaan. Kita selayaknya semakin optimis meskipun banyak gesekan, hinaan dan cacian. Kita harus bisa mengatakan, "Terima kasih Tuhan atas segala anugrah-MU". Percayalah semakin kita diasah oleh manusia, kita akan semakin tajam secara emosional, spiritual dan kualitas yang lain sehingga kita dapat menemukan kebahagiaan di dalam hidup kita. Semoga kebahagiaan dan kedamaian hati selalu menyertai kita semua. Astungkara.

KESADARAN DIRI


Pada suatu hari ada sebuah rumah terbakar hebat, di dalam rumah tersebut terdapat 3 orang penghuni, yaitu seorang kakek-kakek dan 2 orang pemuda. Ternyata diantara 2 pemuda tersebut, ada salah satunya tertidur sangat pulas. Ketika api semakin mendekati mereka, pemuda yang sudah terbangun berusaha menolong sahabatnya. Ia mengangkat badan temannya, ia coba keluar lewat jendela, namun gagal karena badannya terlalu besar, ia tidak mau menyerah, ia mencoba lagi melalui pintu, namun api sudah besar menghadang. Sambil memikirkan jalan keluar yang terbaik, sahabatnya masih tertidur dalam gendongannya. Ketika sudah putua asa, sang kakek menepuk pundaknya sambil berkata, "Mengapa kamu membawa masalah sahabatmu, tugasmu sederhana sekali, bukan menggendongnya tapi kamu harus membangunkannya, ketika ia sudah terbangun ia sudah pasti bisa keluar dengan sendirinya". Perkataan kakeknya itu sangat menyadarkannya. 
Sebuah catatan kecil, "Banyak dari kita ingin menolong orang lain dengan cara menggendong masalahnya, tetapi justru pada akhirnya kita menyerah pada satu titik di kemudian hari. Begitu ada keinginan untuk mengubah orang lain bahkan dengan tidak segan-segan mengorbankan diri kita sendiri buat mereka, langkah seperti ini tidak sepenuhnya salah dan juga tidak sepenuhnya benar. Untuk mengatasi masalah tersebut langkah yang terbaik adalah membangunkan kesadaran dirinya dari tidur panjang". Semoga kebahagiaan dan kedamaian hati selalu menyertai.

Kamis, 02 Agustus 2012

Dewi Kemakmuran


Orang yang pandai, orang yang aktif, orang yang penuh perhatian, selalu merupakan rumah bagi Dewi Kemakmuran. Bebas dari kemarahan, dia harus menguasai nafsunya dan harus berpikiran baik. Orang yang tidak bertenaga dan malas ditolaknya, demikian pula dengan orang yang tidak percaya diri dan penuh kemarahan. Brahmana yang tekun mempelajari Weda, Ksatriya yang setia pada kebajikan, Wesya yang menekuni usaha yang digelutinya baik pertanian maupun sebagainya, dan Sudra yang mempunyai pengabdian yang tinggi terhadap pekerjaannya adalah tempat tinggal Dewi Kemakmuran. 

Sebuah Keterikatan


Manusia diganggu oleh ribuan keinginan di dunia ini. Keinginan yang tak terkendali membuat orang melakukan dosa. Dia terikat dengan banyak hal dan banyak orang. Karyanya, tanahnya, anaknya, rumahnya, semua ini telah menjalin jaring keterikatan dari mana ia akan dipisahkan dari kematian. Tiada yang dapat tahan dari kekuatan jaring keterikatan ini kecuali kebenaran. Pengetahuan tentang nilai benda yang sebenarnya membuat orang menyadari ketidakkekalan benda-benda dunia, dan bagi orang seperti itu kematian tidak mempunyai ketakutan. Kebenaran adalah keabadian. Dalam tubuh yang sama dapat dijumpai benih-benih kematian dan juga keabadian. Semua berada di tangan kita, mana yang akan kita pilih, berbuat yang satu atau yang lainnya. Keterikatan dunia begitu mudah dibuat. Mudah bagi orang untuk memelihara tanaman keterikatan yang merupakan nama lain dari kematian. Orang bijaksana mengekang indriyanya. Dia muncul di atas genggaman tangan keinginan dan kemarahan. Dia tahu bagaimana memperlakukan sama terhadap kesenangan dan kesakitan. Ketenangan merupakan keinginannya, dan dia mendapatkan keabadian. Kata-katanya, pikirannya, pembuangannya dan yoganya berpusat pada yang abadi, yaitu Brahman, dan dia terlepas dari keterikatan. Mata pengetahuan adalah mata yang paling tajam. Kebenaran adalah tapa yang paling besar. Keterikatan adalah yang paling buruk dari segala kesedihan. Pembuangan keterikatan adalah sumber dari kebahagiaan yang tertinggi. 

Waktu Tak Dapat Kembali


Siang dan malam silih berganti. Sang kala senantiasa berputar walau apapun yang telah terjadi. Malam yang datang dan pergi mengurangi umur kehidupan seseorang. Dan kematian tidak pernah memandang siapapun. Kematian merenggut setiap makhluk pada setiap saat. Kedatangannya tidak dapat diperkirakan, tetapi ia berlangsung tetap. Dengan lewatnya tiap hari, maka hidup manusia berkurang. Kematian menjemput sebelum keinginan manusia terpenuhi. Kematian merenggut manusia seperti binatang pemangsa melarikan biri-biri jantan. Apa yang kita rencanakan untuk esok hari, harusnya dilakukan sedari sekarang. Apa yang hendak kita lakukan di sore hari, harus dilakukan siang hari. Kematian itu kejam. Dia tidak pernah menunggu dan melihat apakah semua perbuatan yang ingin kita lakukan sudah kita laksanakan. Manusia harus bergerak cepat dan berbuat banyak kebaikan dalam hidupnya. Kehidupan itu tak tentu, tapi kematian itu tentu. Dia bisa datang sekarang, bisa juga bertahun-tahun yang akan datang. Kesiapan adalah penting. Kebaikan akan menjamin kemasyuran di dunia ini dan kebahagiaan di masa datang. Kebaikan itu tidak menunggu waktu, jikalau ingin berbuat kebaikan untuk esok hari maka mulailah dari sekarang ini dan jangan menunda-nunda waktu lagi. karena waktu tak kan pernah bisa diulang lagi. 

Rabu, 01 Agustus 2012

Kebenaran Sejati Itu Tunggal

Kebenaran adalah kewajiban yang abadi. Kebenaran adalah tempat berlindung tertinggi. Kebenaran adalah tapa yang paling tinggi. Kebenaran adalah yoga tertinggi dan kebenaran adalah Brahman Abadi. Ini merupakan pengorbanan yang lebih besar daripada semua pengorbanan lainnya. Semuanya, tiga dunia berdasar pada kebenaran dan tidak yang lainnya. Tidak memihak, menguasai diri, memberi maaf, rendah hati, kesabaran, kebaikan, penolakan, perenungan, harga diri, ketabahan, kasihan, dan tahan terhadap sakit. Semua ini adalah aspek dari kebenaran. Kebenaran adalah tetap, abadi, tidak bisa berubah.

Iri Hati Sumber Semua Dosa

Sifat iri hati merupakan akar semua dosa. Dia menghancurkan semua jasa dan kebaikan. Darinya muncul sungai dosa. Dari satu sumber ini (iri hati) muncul banyak aliran dosa mengalir. Iri hati merupakn sumber kelicikan dan kemunafikan abadi. Kemarahan lahir dari iri hati, nafsu lahir dari iri hati, beberapa penyakit pikiran lainnya juga berasal dari iri  hati. kehilangan akal, kebencian, kesombongan, kedengkian, balas dendam, hilangnya kebaikan, kecemasan dan kekejian, semuanya mengalir dari iri hati. Dalam kehidupan ini sangat susah untuk meninggalkan sifat iri hati tersebut, ia ada dalam setiap individu. Kekuatan iri hati tidak akan pernah pudar, bahkan ketika kehidupan ini hancur sekalipun. Orang yang berpendidikan tinggi , yang memiliki kecerdasan untuk menjelaskan semua keraguan orang lain sekalipun terkadang tidak berdaya dan lemah ketika mereka dilanda dan diperbudak kekuatan iri hati. Selain itu iri hati juga menimbulkan kebodohan. Saat iri hati tumbuh, kebodohan tumbuh dengannya. Akar dari irihati itu sendiri adalah kehilangan pikiran jernih, kehilangan pendapat, dan ketika hal itu terjadi maka kebodohan merupakan teman iri hati yang tidak terpisahkan. Untuk mengurangi efek negatif hal itu semua maka kewajiban yang kita lakukan adalah pengekangan diri. Halnya seperti dosa besar, iri hati mengarah pada semua dosa, pengekangan atau pengendalian diri menuntun seseorang pada kemasyuran tertinggi. pengekangan atau pengendalian diri mempunyai banyak kualitas positif yang lahir darinya, antara lain: memberi maaf, kesabaran, pantang menyakiti orang lain (ahimsa), tidak memihak, kejujuran, rendah hati, tidak marah, memiliki kepuasan hati, penuh kebajikan, bertutur kata yang manis, dan bebas dari kedengkian. Seseorang yang mengekang dirinya dan mampu mengendalikan dirinya seperti seekor kura-kura yang mampu mengendalikan indrianya tidak akan menjadi budak keterikatan duniawi. dia mencapai kebebaan. Dia berada hampir di ambang pintu kebebasan saat dia mampu mengekang atau mengendalikan diri.

3 Hal Yang Wajib Kita Hormati

Kebajikan adalah semboyan seorang pemimpin. Tidak ada yang lebih tinggi dari hal itu di dunia. Pemimpin yang berperilaku baik seperti ini bisa dengan mudah  menaklukan dunia. Tidak boleh ada tempat untuk sebuah kedengkian dalam hati seorang pemimpin. Perasaannya harus dikuasai dengan sempurna. Seorang pemimpin juga harus mempergunakan kecakapannya, berkembang dalam kebesaran seperti samudera dialiri oleh air dari ribuan sungai. selain itu seorang pemimpin yang baik memiliki beberapa kewajiban yang harus dijalankan sebagai seorang indvidu selain sebagai seorang pemimpin bagi orang lain. Menyembah ibu, ayah dan guru itu adalah tugas yang paling penting. Dengan melaksanakan kewajiban ini membuat seorang pemimpin pantas mendapatkan kemasyuran yang tinggi. Ketiga ini harus disembah dan perintahnya harus dituruti dengan bijak. Mereka seperti tiga api yang harus disembah setiap hari. Melayani ayah membantu seseorang dalam mengarungi dunia ini. Melayani ibu membantunya untuk mencapai surga. dan dengan melayani guru, seseorang dapat mencapai tempat Brahman.

Dharma, Artha dan Kama jalan menuju Moksa

Dalam hidup ini Dharma, Artha dan Kama muncul bersama-sama, berdampingan, bila manusia mengumpulkan kekayaan selalu berhati-hati berjalan di jalan Dharma. Kekayaan bersumber dari kebaikan, dan kesenangan dikatakan sebagai buah dari kekayaan. Semua ini ditanam dengan kokoh dalam kemauan. Benda-benda ada di dunia untuk memuaskan indria, dan kemauan terlibat dalam benda-benda ini. Kebaikan perlu untuk melindungi tubuh, dan kekayaan untuk mendapatkan kebaikan. Akhirnya kesenangan adalah hanya untuk memuaskan indria. Tetapi, ketiganya mempunyai sifat sama, yaitu nafsu. Pengejaran ketiga hal ini demi diri mereka sendiri, dengan keinginan untuk menikmati hasilnya, membuat pahala menjauh. Tetapi kalau pengejaran itu didorong oleh keinginan akan ilmu pengetahuan, pengetahuan tentang diri sendiri, bila mereka menjadi alat untuk mencapai tujuan yang merupakan kebaikan, realisasi diri, maka kemudian pahalanyapun melimpah. Kebaikan harus didapat sehingga bisa digunakan tanpa keinginan akan hasilnya. Kebaikan harus dikejar untuk menyucikan jiwa. Kekayaan harus didapat sehingga dapat digunakan tanpa suatu keinginan akan hasilnya. Kesenangan harus dikejar hanya untuk membantu tubuh dan bukan untuk memuaskannya. oleh karena itu, dikatakan bahwa ketiga hal tersebut berakar dalam keinginan. Pencarian Artha dan pengejaran Kama harus dilandasi Dharma (kebaikan). Dharma, Artha, dan Kama tidak merupakan titik akhir semuanya. Tetapi hanya jalan menuju akhir, dan akhir itu adalah Moksa. Ketiga hal tersebut harus ditinggalkan saat seseorang bebas dari penebusan dosa. Moksa adalah tujuan akhir hidup ini.

Dua Generasi


Orang tua dan anak seharusnya saling menghormati dan saling mengasihi, tetapi seringkali si anak tidak lagi menghormati orang tuanya yang semakin bertambah tua. Bahkan si anak merasa dirinya layak menjadi pemimpin. Tetapi, tentu saja pengetahuan dan pengalaman si anak masih sangat dangkal sehingga membuatnya seringkali melakukan kesalahan yang dapat mengacaukan segala urusan dan sangat merugikan. 

Perbedaan umur yang terlalu jauh akan menyebabkan adanya kesenjangan antar generasi. Jarak antar generasi yang terlalu renggang akan menyebabkan kesulitan dalam proses komunikasi sehingga rasa saling memahami menjadi sangat rendah. 

Membangun Pura Hati Dalam Diri


Apakah kalian Bahagia?" Sepertinya pertanyaan seperti ini susah sekali untuk kita jawab secara jujur. Apakah kita bahagia atau tidak dengan kehidupan kita yang sekarang ini? (Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.... hehe...) 

Kita lihat, mungkin hanya segelintir orang yang menjawab dengan nada optimis. Saya menyadari hal itu karena saya juga merasakan hal yang sama yaitu, hal ini disebabkan karena hasrat dan keinginan manusia yang belum terpuaskan dalam kehidupan ini, yang memang tidak akan ada habisnya. Apalagi cara kita dan orang lainnya berpikir manusia jaman sekarang semakin komplek dan terbuka. Makin banyak hal yang diharapkan, makin banyak pula keputusasaan yang kita rasakan dan karena itulah kerisauan yang timbul juga makin banyak. 

Sebagai seorang individu, sesungguhnya kitaa memang tidak memiliki kemampuan  nyata untuk mengubah keadaan. Kalaupun seandainya kita memiliki banyak sekali harta benda (hehehe lagi dalam keadaan bermimpi jadi orang kaya), tetap saja kita tidak akan pernah lepas dari lautan kesulitan yang harus kita hadapi. Oleh karena itu kita terkadang hanya bisa menerima kenyataan yang ada.