Senin, 24 September 2012

Kematian Subali: Karma Phala dan Sebuah Keputusan


Dikatakan bahwa Sri Krishna di zaman Dwapara Yuga adalah reinkarnasi dari Sri Rama di zaman Treta Yuga. Dan, karena Sri Rama pernah membunuh Subali dengan anak panah, maka dikatakan oleh sebagian orang bahwa Sri Krishna pun meninggal akibat anak panah. Sri Krishna memilih karma terbunuh oleh anak panah untuk mengakhiri mewujudnya Dia di dunia. Beberapa orang suci pun memilih akhir hidupnya di dunia dengan cara yang sama. Di bawah ini adalah petikan salah satu versi dari sebuah kisah. Dan, kisah adalah menyangkut rasa, dan rasa melampaui logika. Yang penting dari sebuah kisah adalah bukan benar/tidaknya sebuah kisah, akan tetapi apakah kita dapat menarik pelajaraan berharga dari kisah tersebut atau tidak?

Sri Rama dalam menjalani kehidupannya, telah meninggalkan tahta kerajaan dan kemudian dalam perjalanannya juga kehilangan istrinya. Hanuman keponakan Sugriwa dan Subali menyampaikan peristiwa konflik antara Sugriwa dan Subali yang disebabkan perebutan tahta dan juga istri. Hanoman begitu bertemu Sri Rama langsung patuh dan ikut ke mana pun Sri Rama pergi. Akan tetapi dia mohon bantuan Sri Rama untuk menyelesaikan konflik antara kedua pamannya. Sugriwa berjanji akan membantu Sri Rama menemukan Sita dengan mengerahkan seluruh pasukan kera setelah selesai masalahnya dengan Subali.

Ganesha: Sang Penjaga


Ganesha dikenal sebagai dewa, suatu kekuatan Tuhan pembawa keberuntungan dan penghancur segala rintangan. Ia juga dikenal sebagai kekuatan kebijaksanaan, kesejahteraan, kesehatan dan kebahagiaan. Pun ia dikenal sebagai salah satu dari lima kekuatan utama keilahian, Brahma – Penciptaan, Wishnu – Pemeliharaan, Shiva – Pendaur-ulang, Shakti – Energi dan Ganesha – Pembawa keberuntungan dan penghancur rintangan. Tugas Ganesha dalam diri adalah sebagi penjaga kesadaran.

Dikisahkan kala Dewi Parwati sedang mandi, dia ingin dijaga agar pembersihan dirinya dapat berjalan dengan sempurna. Sang Dewi meminta Nandi, lembu Shiva untuk menjaganya. Semua gangguan ditahan oleh Nandi, akan tetapi saat Shiva datang, Nandi mengenalinya dan membiarkan Shiva masuk ke rumah Parwati. Sang Dewi kurang berkenan, harus ada penjagaan, harus diketahui olehnya lebih dulu sebelum memasuki rumahnya. walaupun Shiva yang datang dia harus tahu. Kemudian Sang Dewi menciptakan seorang anak bernama Ganesha yang diciptakan dari pasta kunyit pembersih diri.

Jumat, 21 September 2012

Kisah Raja Puranjana: Sebuah Penaklukan Waktu


Dalam buku Srimad Bhaghavatam diceritakan tentang Raja Puranjana. Raja Puranjana dalam pencariannya  meninggalkan sahabat setianya Awijnata, dan menemukan Kota Boghawati yang indah dengan sembilan gerbang megah. Di Kota tersebut, dia mengawini Dewi Puranjani yang cantik dan cerdas yang selalu dijaga oleh oleh ular Prajagara yang berkepala lima. Ber tahun-tahun Raja Puranjana hidup berbahagia bersama Dewi Puranjani, menurunkan putra-putri yang gagah dan cantik.

Kebahagiaan tersebut berkurang tatkala datang kesadaran bahwa ada perampok sakti Chandrawega dengan 360 anak buahnya yang selalu siap menyerang benteng. Kalau dia tidak waspada, sudah banyak mata-mata menyusup lewat sembilan gerbang Kota. Semakin lama merenung, Raja sadar bahwa pada akhirnya akan datang suatu saat dimana benteng Kota akan jatuh juga pada Candrawega yang dengan tegar, sabar menanti penaklukan Kota. Tiba-tiba saja, Raja Puranjana ingat sahabat setianya, Awijnata.

Kota Boghawati adalah tubuh kita dengan 9 pintu gerbang yang berhubungan dengan dunia luar, dua pintu gerbang mata, dua pintu gerbang telinga, dua pintu gerbang lubang hidung, satu pintu gerbang lubang mulut dan dua pintu gerbang lubang pembuangan. Dewi Puranjani adalah pikiran yang menikmati kesenangan dari lima indriya. Chandrawega adalah waktu yang bergerak selama 360 hari yang selalu waspada menunggu jatuhnya benteng tubuh kita. Awijnata adalah diri sejati yang selalu memandu dalam jalan kebenaran.

Haruskah kita mengikuti perjalanan hidup Raja Puranjana? Atau kita siapkan diri kita untuk pasrah kepada Awijnata, Pemandu Kita? Raja Puranjana berdoa:”Tuhan, semoga kedua mataku tidak melihat hal-hal yang tidak sepantasnya kulihat, kedua telingaku tidak mendengar hal-hal yang tidak sepantasnya kudengar, kedua lubang hidungku tidak mencium hal-hal yang tidak sepantasnya kucium, mulutku tidak mengucap serta makan minum  sesuatu yang tidak sepantasnya kuucapkan, kumakan dan kuminum. Demikian juga kedua gerbang lainnya. Guru, pandu kami semua dalam mengarungi hidup ini”.

Rabu, 05 September 2012

Makna Tersembunyi

Ada sebuah penggalan kisah dalam epos Ramayana yang cukup menarik untuk kita renungi, yaitu manakala Sugriwa menantang Subali dan keduanya bertarungmen dengan seru, akan tetapi Sugriwa kalah dan melarikan diri. Dengan kecewa, Sugriwa bertanya, mengapa Sri Rama tidak membantunya. Sri Rama berkata bahwa sulit membedakan dua saudara yang sedang bertempur dan menyarankan  agar dalam pertempuran selanjutnya Sugriwa memakai kalung bunga sebagai penanda diri.

Sugriwa kembali menantang Subali dan kembali terjadi pertarungan seru. Kali ini Sri Rama membidikkan panahnya dan Subali terpanah. Dalam keadaan luka, Subali teringat nasihat almarhum ayahnya agar dirinya ikhlas menerima kematiannya oleh seorang Awatara Wisnu. Subali bertanya pelan, “Wahai Sri Rama, mengapa seorang awatara membunuh seorang kera dari belakang, tidak berhadapan muka? Padahal saya tidak pernah punya permasalahan dengan paduka. Saya mohon penjelasan!”

Pertanyaan Subali, adalah pertanyaan kita, mengapa kita yang tidak punya kaitan permasalahan dengan seseorang diperlakukan tidak adil oleh orang tersebut? Mungkin kita kurang beriman kepada ketetapan Tuhan. Tuhan telah menggunakan orang tersebut sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran kita.

Sri Rama menjawab, “Para raksasa mengganggu para resi di hutan, dan aku tanpa minta ijin Bharata membasmi para raksasa. Melihat tindakan adharma para raksasa, aku langsung menjalankan dharma dengan tegas. Teladanilah Jatayu, dia paham bahwa dia akan kalah dan mati melawan Rahwana. Tetapi dia tidak membiarkan Rahwana menculik Dewi Sinta begitu saja, dia bertarung memperebutkan Dewi Sinta demi kebenaran. Sugriwa akan kalah bertarung melawan Rahwana, akan tetapi dia mengambil selendang yang dijatuhkan Dewi Sinta dan memberitahu ke mana Rahwana pergi. Kau lebih sakti dari Rahwana, dan kau tahu Dewi Sinta diculik dan terbang lewat istanamu, dan kau tidak peduli. Kau membiarkan ketidakbenaran berlangsung, padahal kau mampu menyelesaikannya. Renungkanlah!”

“Kau merasa aku tidak bertindak sesuai kepatutan, memanah dari belakang mereka yang sedang bertarung. Coba renungkan, apakah tindakanmu merebut tahta dan istri Sugriwa sesuai kepatutan?”
Subali sadar dan bersyukur atas penjelasan Sri Rama, di akhir hayatnya dia menyebut Rama…. Rama….. dan meninggal dunia.

Kita pun merasa hidup dalam masyarakat yang ruwet yang meninggalkan norma-norma kepatutan. Akan tetapi apakah kita sadar bahwa kita juga berbuat salah dengan ketidakpedulian kita pada waktu dahulu  terhadap ketidakbenaran yang terjadi pada masyarakat kita?

“Bila menghadapi musibah, janganlah engkau berkeluh kesah, karena apa pun yang terjadi bukanlah tanpa alasan.”
Dengan pemahaman seperti itu, kita semua menjadi tenang dan dengan mudah memasuki alam kesadaran.
Berhentilah berkeluh kesah, karena apa saja yang terjadi, yang menimpa diri kita, semua itu memiliki makna. Kita memang harus menghadapi semua itu sebagai hasil dari sebuah karma atau perbuatan yang pernah kita lakukan baik secara sadar maupun tanpa kita sadari.

Selasa, 04 September 2012

Sebuah Makanan

Adalah dua raksasa, Watapi dan Ilwala yang suka mengganggu para pertapa. Mereka adalah raksasa yang sakti dan suka mengerjai para resi. Watapi mempunyai kemampuan untuk menjadikan dirinya menjadi potongan-potongan daging, akan tetapi saat dipanggil Ilwala, potongan-potongan tersebut akan kembali bersatu dan hidup kembali.

Ilwala sering mengundang para resi para resi pantang menolak bila diundang makan dan tidak ada keperluan lain yang mendesak. Para resi disuguhi makanan dengan lauk daging yang sebenarnya berasal dari potongan tubuh Watapi. Pada saat acara makan selesai, Ilwala dengan tertawa memanggil Watapi, “Watapi, keluarlah!” dan daging-daging dalam usus para resi tersebut menyatu menjadi Watapi dan usus para resi terburai.

Makna kisah ini amat indah. Seseorang ditawari makanan, dan dia sungkan menolaknya dan memakannya. Dia tak sadar bahwa dalam makanan tersebut terdapat benih keraksasaan yang menghancurkan pengendalian dirinya. Makanan yang dimaksudkan bukan hanya makanan yang bersifat rajas, yang membuat aktif tetapi makanan berupa tontonan, lagu, parfum, paham atau apa pun yang dikonsumsi panca indera dan otak. Apabila tidak waspada pengendalian diri bisa hancur.