Rabu, 06 Juni 2012

Interpelasi dan penanggalan Uttarakanda


The Dating of the Old Javanese Uttarakanda
S.Supomo, Australian National University

Untuk waktu yang lama, sisipan dianggap sebagai semacam penyakit dalam literatur jawa kuno. Sekecil apapun gejalanya, penyunting selalu diharapkan berhati-hati dalam mendekati sebuah kakawin dan harus cepat memutuskan: bagian-bagian yang dicurigai diletakkan di dalam kurung kotak. Bagian yang sakit ini pada umumnya tidak tersentuh karena itu sudah diterima sebagai kebiasaan umum diantara generasi awal peneliti jawa kuno, seperti Kern, Juynboll dan Poerbatjaraka. Itu mungkin disebabkan oleh prasangka buruk terhadap apapun yang dianggap sebagai sisipan bagi murid jawa kuno (yang juga mendapat sanskrit dalam pendidikan mereka dan familiar dengan teori bahwa Uttarakanda adalah edisi terakhir dari teks asli Ramayana Walmiki. Hanya sedikit perhatian pada kerja salinan Jawa Kuna. Demikianlah meskipun keberadaanya telah diketahui setidaknya dari waktu pengumuman dari laporan Friederich’s di tahun 1849-50. Uttarakanda Jawa Kuna belum diterbitkan secara menyeluruh. Di lain pihak, sebagian besar adaptasi dari parwa epos Mahabharata yang sampai kepada kita, beberapa bagian dari mereka telah dipublikasikan, dan beberapa bagian dari mereka telah diterjemahkan dan didiskusikan.

Jumat, 01 Juni 2012

Dua Sisi Yang Harus Ada (Mahabharata)


APAKAH arti kemenangan? Setelah Kurawa dikalahkan, medan perang Kuruksetra tinggal lapangan penuh bangkai. Bau busuk terbentang. Rasa cemar terapung ke kaki langit. Ribuan anjing galak melolong, mengaum, mengais. Selebihnya cuma erang sekarat para prajurit, di antara sisa kereta dan senjata yang patah. Warna di sana hanya darah. Anyir. Tak akan ada lagi perbuatan kepahlawanan. Si pemenang, kelima bersaudara Pandawa, telah merebut istana yang kini sepi. Mereka pun membisu capek memandangi balairung yang lengang. Apa, setelah ini? Akan apa lagi? Dalam dongeng yang biasa, setelah kemenangan tercapai, si pendongeng akan menyebut bahwa, "rakyat pun hidup aman dan sejahtera . . .". 

MAKNA AJARAN DEWA RUCI

Pencarian air suci Prawitasari
Guru Drona memberitahukan Bima untuk menemukan air suci Prawitasari. Prawita dari asal kata Pawita artinya bersih, suci; sari artinya inti. Jadi Prawitasari pengertiannya adalah inti atau sari dari pada ilmu suci.

Hutan Tikbrasara dan Gunung Reksamuka
Air suci itu dikatakan berada di hutan Tikbrasara, di lereng Gunung Reksamuka. Tikbra artinya rasa prihatin; sara berarti tajamnya pisau, ini melambangkan pelajaran untuk mencapai landeping cipta (tajamnya cipta). Reksa berarti memelihara atau mengurusi; muka adalah wajah, jadi yang dimaksud dengan Reksamuka dapat diartikan: mencapai sari ilmu sejati melalui samadi.