Jumat, 19 Juli 2013

Menjaga Ketajaman Diri


Mengasah Kapak

Di suatu waktu, adalah seorang pemotong kayu yang sangat kuat. Dia melamar sebuah pekerjaan ke seorang pedagang kayu, dan dia mendapatkannya. Gaji dan kondisi kerja yang diterimanya sangat bagus. Karenanya sang pemotong kayu memutuskan untuk bekerja sebaik mungkin. Sang majikan memberinya sebuah kapak dan menunjukkan area kerjanya. Hari pertama sang pemotong kayu berhasil merobohkan 18 batang pohon. Sang majikan sangat terkesan dan berkata, “Selamat, kerjakanlah seperti itu ”

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan harinya sang pemotong kayu bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 15 batang pohon. Hari ketiga dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hanya berhasil merobohkan 10 batang pohon.

Senin, 18 Maret 2013

Layang-Layang dan Harapan


Selalu Saja Ada Harapan

Layangan ( layang layang ) dimainkan dengan kepala tegak dan bukan dengan menunduk. Layang layang diterbangkan bukan dengan wajah ke arah bawah, tapi dengan menatapnya ke angkasa. Begitupun kita dalam hidup. Layang layang adalah tanda agar kita selalu percaya bahwa optimisme dimulai dengan membangun harapan, bukan dengan bersedih. Layang layang adalah pengingat buat kita bahwa semangat baru akan hadir bagi mereka yang berpikir positif.

Rabu, 06 Maret 2013

Dua Pilihan


Pada sebuah jamuan makan malam amal penggalian dana untuk sekolah anak-anak cacat, ayah dari salah satu anak yang bersekolah disana menghantarkan satu pidato yang tidak mungkin dilupakan oleh mereka yang menghadiri acara itu. Setelah mengucapkan salam pembukaan, ayah tersebut mengangkat satu topik:

"Ketika tidak mengalami gangguan dari sebab-sebab eksternal, segala proses yang terjadi dalam alam ini berjalan secara sempurna/ alami. Namun tidak demikian halnya dengan anakku, Arjun. Dia tidak dapat mempelajari hal-hal sebagaimana layaknya anak-anak yang lain. Nah, bagaimanakah proses alami ini berlangsung dalam diri anakku?"

Para peserta terdiam menghadapi pertanyaan itu.

Ayah tersebut melanjutkan: "Saya percaya bahwa, untuk seorang anak seperti Arjun, yang mana dia mengalami gangguan mental dan fisik sedari lahir satu-satunya kesempatan untuk dia mengenali alam ini berasal dari bagaimana orang-orang sekitarnya memperlakukan dia"

Kemudian ayah tersebut menceritakan kisah berikut:

Arjun dan aku sedang berjalan-jalan di sebuah taman ketika beberapa orang anak sedang bermain baseball. Arjun bertanya padaku,"Apakah kau pikir mereka akan membiarkanku ikut bermain?" Aku tahu bahwa kebanyakan anak-anak itu tidak akan membiarkan orang-orang seperti Arjun ikut dalam tim mereka, namun aku juga tahu bahwa bila saja Arjun mendapat kesempatan untuk bermain dalam tim itu, hal itu akan memberinya semacam perasaan dibutuhkan dan kepercayaan untuk diterima oleh orang-orang lain, diluar kondisi fisiknya yang cacat.

Aku mendekati salah satu anak laki-laki itu dan bertanya apakah Arjun dapat ikut dalam tim mereka, dengan tidak berharap banyak. Anak itu melihat sekelilingnya dan berkata, "Kami telah kalah 6 putaran dan sekaran sudah babak kedelapan. Aku rasa dia dapat ikut dalam tim kami dan kami akan mencoba untuk memasukkan dia bertanding pada babak kesembilan nanti"

Arjun berjuang untuk mendekat ke dalam tim itu dan mengenakan seragam tim dengan senyum lebar, dan aku menahan air mata di mataku dan kehangatan dalam hatiku. Anak-anak tim tersebut melihat kebahagiaan seorang ayah yang gembira karena anaknya diterima bermain dalam satu tim.

Rabu, 27 Februari 2013

Air dan Ikan Kecil

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di tepi sungai. Sang Ayah berkata kepada anaknya, Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati.
Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengar percakapan itu dari bawah permukaan air, ikan kecil itu mendadak gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, Hai tahukah kamu dimana tempat air berada? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati.

Ternyata semua ikan yang telah ditanya tidak mengetahui dimana air itu, si ikan kecil itu semakin kebingungan, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal yang sama, Dimanakah air?
Ikan sepuh itu menjawab dengan bijak, "Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita semua akan mati."
Apa arti cerita tersebut bagi kita. Manusia kadang-kadang mengalami situasi yang sama seperti ikan kecil, mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai ia sendiri tidak menyadarinya.

Selasa, 26 Februari 2013

Kisah Seorang Mahatma Gandhi

Pasukan Inggris sebagai salah satu tentara terkuat dan disegani dunia, kala itu harus ditarik mundur dari India hanya karena kekuatan cinta seorang manusia kurus kering, berbaju sangat sederhana, dan memakan apa yang dimakan sebagian besar rakyatnya. Beliau adalah Mohandas Karamchand Gandhi, atau biasa dikenal dengan Mahatma Gandhi (Jiwa yang agung).

Sebagai seorang pengacara kenamaan, Gandhi seharusnya bisa menikmati kehidupan yang sangat nyaman di Afrika Selatan. Namun perlakuan yang dialaminya sebagai warga kelas dua disana, membuat ia selalu terbayang akan nasib bangsanya, yang masih hidup di bawah penjajahan Inggris.

Ia pun meninggalkan semua kehidupan mewahnya di Afrika Selatan dan pulang kembali ke negerinya. Ketika turun dari atas kapal, Gandhi disambut hangat oleh rakyatnya. Ia diminta untuk naik ke atas panggung untuk berpidato. Namun, pidatonya begitu singkat : "”Terima kasih atas penyambutan Anda semua,”" kata Gandhi sambil memberikan salam khas bangsa India. Dengan rendah hati ia mengaku, bertahun-tahun meninggalkan negerinya, ia merasa tak tahu akan keadaan bangsanya, jadi tidak mungkin ia bisa berbicara banyak.

Senin, 25 Februari 2013

Sebuah Pelita

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita. Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.” Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.” Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!” Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.
Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!” Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!” Si buta tertegun.. Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.” Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.” Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

Jumat, 22 Februari 2013

Setitik Noda Pada Mutiara


Ada seorang tua yang sangat beruntung. Dia menemukan sebutir mutiara yang besar & sangat indah, namun kebahagiaannya segera berganti menjadi kekecewaan begitu dia mengetahui ada sebuah titik noda hitam kecil di atas mutiara tersebut.

Hatinya terus bergumam, kalo lah tidak ada titik noda hitam, Mutiara ini akan menjadi yang tercantik & paling sempurna di dunia!!

Semakin dia pikirkan semakin kecewa hatinya. Akhirnya, dia memutuskan untuk menghilangkan titik noda dengan menguliti lapisan permukaan mutiara.

Tetapi setelah dia menguliti lapisan pertama, noda tersebut masih ada.

Dia pun segera menguliti lapisan kedua dengan keyakinan titik noda itu akan hilang.
Tapi kenyataannya noda tersebut masih tetap ada. Lalu dengan tidak sabar, dia mengkuliti selapis demi selapis, sampai lapisan terakhir. Benar juga noda telah hilang, tapi mutiara tersebut ikut hilang!!

Begitulah dengan kehidupan nyata, kita selalu suka mempermasalahkan hal yang kecil, yang tidak penting sehingga akhirnya merusak nilai yang besar...

Persahabatan yang indah puluhan tahun berubah menjadi permusuhan yang hebat hanya karena sepatah kata pedas yang tidak disengaja .....


Keluarga yang rukun dan harmonispun jadi hancur hanya karena perdebatan-perdebatan kecil yang tak penting ...

Yang remeh kerap dipermasalahkan..
Yang lebih penting dan berharga lupa dan terabaikan...
Seribu kebaikan sering tak berarti...
Tapi setitik kekurangan diingat seumur hidup......

Mari belajar menerima kekurangan apapun yang ada dalam kehidupan kita...
Bukankah tak ada yang sempurna di dunia ini ...?

Kamis, 21 Februari 2013

Kekayaan, Kesuksesan Atau Cinta?


Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.

Wanita itu berkata, "Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut."

Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?"

Wanita itu menjawab, "Belum, dia sedang keluar."

"Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suamimu kembali," kata pria itu.

Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini.

Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam. "Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama", kata pria itu hampir bersamaan. "Lho, kenapa?" tanya wanita itu karena merasa heran. Salah seorang pria itu berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya, "Dan sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama Cinta. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk ke rumahmu."

2 Orang Negro di Dalam Lift


Baru-baru ini di Atlantic City - AS, seorang wanita memenangkan sekeranjang koin dari mesin judi. Kemudian ia bermaksud makan malam bersama suaminya. Namun, sebelum itu ia hendak menurunkan sekeranjang koin tersebut di kamarnya. Maka ia pun menuju lift.

Waktu ia masuk lift sudah ada 2 orang hitam di dalamnya. Salah satunya sangat besar . . . Besaaaarrrr sekali. Wanita itu terpana. Ia berpikir, "Dua orang ini akan merampokku." Tapi pikirnya lagi, "Jangan menuduh, mereka sepertinya baik dan ramah."

Tapi rasa rasialnya lebih besar sehingga ketakutan mulai menjalarinya. Ia berdiri sambil memelototi kedua orang tersebut. Dia sangat ketakutan dan malu. Ia berharap keduanya tidak dapat membaca pikirannya, tapi Tuhan, mereka harus tahu yang saya pikirkan!

Untuk menghindari kontak mata, ia berbalik menghadap pintu lift yang mulai tertutup. Sedetik . . . dua detik . . . dan seterusnya. Ketakutannya bertambah! Lift tidak bergerak! Ia makin panik! Ya Tuhan, saya terperangkap dan mereka akan merampok saya. Jantungnya berdebar, keringat dingin mulai bercucuran.

Rabu, 20 Februari 2013

Satu Senar Tetap Indah


Satu Senar

Niccolo Paganini, seorang pemain biola yang terkenal di abad 19, memainkan konser untuk para pemujanya yang memenuhi ruangan. Dia bermain biola dengan diiringi orkestra penuh.

Tiba tiba salah satu senar biolanya putus. Keringat dingin mulai membasahi dahinya tapi dia meneruskan memainkan lagunya. Kejadian yang sangat mengejutkan senar biolanya yang lain pun putus satu persatu hanya meninggalkan satu senar, tetapi dia tetap main. Ketika para penonton melihat dia hanya memiliki satu senar dan tetap bermain, mereka berdiri dan berteriak, “Hebat, hebat.”

Setelah tepuk tangan riuh memujanya, Paganini menyuruh mereka untuk duduk. Mereka menyadari tidak mungkin dia dapat bermain dengan satu senar. Paganini memberi hormat pada para penonton dan memberi isyarat pada dirigen orkestra untuk meneruskan bagian akhir dari lagunya itu.

Selasa, 19 Februari 2013

Sebuah Kerang Mutiara


Mutiara

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. “Anakku,” kata sang ibu sambil bercucuran air mata, “Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu.”

Si ibu terdiam, sejenak, “Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat”, kata ibunya dengan sendu dan lembut.

Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.

Sebuah Pilihan


Hidup Adalah pilihan

Ada 2 buah bibit tanaman yang terhampar di sebuah ladang yang subur.
Bibit yang pertama berkata, “Aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakkan akarku
dalam dalam di tanah ini, dan menjulangkan tunas tunasku di atas kerasnya tanah ini.
Aku ingin membentangkan semua tunasku, untuk menyampaikan salam musim semi.
Aku ingin merasakan kehangatan matahari, dan kelembutan embun pagi di pucuk pucuk daunku.”

Dan bibit itu tumbuh, makin menjulang.

Bibit yang kedua bergumam. “Aku takut. Jika kutanamkan akarku ke dalam tanah ini, aku tak tahu, apa yang akan kutemui di bawah sana.
Bukankah disana sangat gelap? Dan jika kuteroboskan tunasku keatas, bukankah nanti keindahan
tunas tunasku akan hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak. Apa yang akan terjadi jika tunasku terbuka,
dan siput siput mencoba untuk memakannya? Dan pasti, jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha untuk
mencabutku dari tanah. Tidak, akan lebih baik jika aku menunggu sampai semuanya aman.”

Dan bibit itupun menunggu, dalam kesendirian.

Beberapa pekan kemudian, seekor ayam mengais tanah itu, menemukan bibit yang
kedua tadi, dan mencaploknya segera.

Memang, selalu saja ada pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon yang harus kita jalani.
Namun, seringkali kita berada dalam kepesimisan, kengerian, keraguan, dan kebimbangan kebimbangan yang kita ciptakan sendiri.
Kita kerap terbuai dengan alasan alasan untuk tak mau melangkah, tak mau menatap hidup.
Karena hidup adalah pilihan, maka, hadapilah itu dengan gagah. Dan karena hidup adalah pilihan, maka, pilihlah dengan bijak.

Kamis, 14 Februari 2013

Berbahagia Dengan Memberi


Kebahagiaan Diperoleh dari Memberi

Kisah ini bercerita tentang seorang wanita cantik kaya raya yang mengeluh kepada psikiaternya bahwa dia merasa seluruh hidupnya hampa tak berarti.

Maka si psikiater memanggil seorang wanita tua penyapu lantai dan berkata kepada si wanita kaya,” Saya akan menyuruh Sukreni di sini untuk menceritakan kepada anda bagaimana dia menemukan kebahagiaan. Saya ingin anda mendengarnya.”

Si wanita tua meletakkan gagang sapunya dan duduk di kursi dan menceritakan kisahnya:”OK, suamiku meninggal akibat malaria dan tiga bulan kemudian anak tunggalku tewas akibat kecelakaan. Aku tidak punya siapa siapa. aku kehilangan segalanya. Aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan, aku tidak pernah tersenyum kepada siapapun, bahkan aku berpikir untuk mengakhiri hidupku. Sampai suatu sore seekor anak kucing mengikutiku pulang. Sejenak aku merasa kasihan melihatnya.

Rabu, 13 Februari 2013

Kesabaran Orang Tua


Ayah, Anak dan Burung Gagak

Satu kisah yang menarik untuk dijadikan teladan. Pada suatu sore seorang ayah bersama anaknya yang baru saja menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.

Tiba tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pohon. Si ayah lalu menunjuk ke arah gagak sambil bertanya, “Nak, apakah benda tersebut?” “Burung gagak”, jawab si anak. Si ayah mengangguk angguk, namun beberapa saat kemudian mengulangi lagi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi lalu menjawab dengan sedikit keras, “Itu burung gagak ayah ”

Tetapi sejenak kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak marah dengan pertanyaan yang sama dan diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih keras, “BURUNG GAGAK ” Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama kemudian sekali lagi mengajukan pertanyaan yang sama sehingga membuatkan si anak kehilangan kesabaran dan menjawab dengan nada yang ogah ogahan menjawab pertanyaan si ayah, “Gagak ayah…….”.

Perahu Harapan


Berlayar Menuju Pantai Harapan

Anda adalah perahu kokoh yang sanggup menahan beban,
terbuat dari kayu terbaik, Dengan layar gagah menentang angin.
Kesejatian anda adalah berlayar mengarungi samudera,
menembus badai dan dan menemukan pantai harapan.

Sehebat apapun perahu diciptakan, tak ada gunanya bila hanya tertambat di dermaga.
Dermaga adalah masa lalu anda .
Tali penambat itu adalah ketakutan dan penyesalan anda.
Jangan buang percuma seluruh daya kekuatan yang dianugerahkan pada anda.
Jangan biarkan masa lalu menambat anda di situ.
Lepaskan diri anda dari ketakutan dan penyesalan.
Berlayarlah Bekerjalah

Selasa, 12 Februari 2013

Sebuah Keagungan Suku Kata “Om” dalam Siwa Purana


Om Namah Shivaya......

Rsi Suta berkata:
Suku kata Om merupakan sebuah perahu istimewa yang akan menyeberangkan kita dari samudra keduniawian. (Pranava berasal dari kata Pra = Prakriti atau keduniawian, dan Nava yang berarti perahu). Atau Pranava juga berarti ‘tidak ada dunia untukmu’ atau juga berarti itu yang menuntunmu menuju pembebasan’. Pranava juga berarti ‘itu yang menuntun pada pengetahuan yang baru’ Setelah menghancurkan semua kegiatan perbuatan, maka orang yang mengucapkan Pranava dan melakukan puja  akan mendapatkan, pengetahuan yang baru tentang jiwanya. Pranava ini terdiri dari dua wujud yaitu wujud yang halus dan wujud yang kasar. 
Wujud yang halus terdiri dari satu suku kata dimana persatuan lima suku kata pembentuknya tidak terbedakan lagi. Sedangkan wujud yang kasar terdiri dari lima suku kata dimana semua suku kata yang ada termanifestasikan di dalamnya. Wujud yang halus diperuntukkan bagi para Jivanmukta (mereka yang telah mengalami pembebasan). Perlunya perenungan terhadap suku kata ini adalah untuk menghancurkan kesan badaniah atau keduniawian. Jika kesan ini telah musnah, maka tidak diragukan lagi, roh itu akan bersatu dengan Shiva. Meskipun hanya dengan pengucapan mantra ini, maka ia akan mencapai persatuan dengan Shiva (samadhi). 
Orang yang mengucapkan mantra Pranava sebanyak 36 crore tidak diragukan lagi akan mencapai samadhi. Wujud halus Pranava ini juga terbagi menjadi dua yaitu yang panjang dan yang pendek. Wujud yang panjang hanya ada di dalam hati seorang yogi dalam wujud terpisah, huruf A, U, M Bindu dan Nada. Wujud ini dipenuhi dengan kekuatan suara sang waktu. Shiva, Shakti dan persatuan keduanya ditandai dengan huruf ‘M’ yang lebur dalam tiga huruf lainnya. Inilah yang disebut sebagai Pranava yang halus dalam bentuk singkat atau pendek. 
Pranava ini harus diucapkan oleh mereka yang ingin menghapuskan dosa-dosanya. Lima unsur yang terdapat di alam ini yaitu ether, udara, api dan tanah dan lima unsur halusnya yaitu suara, sentuhan, wujud, rasa dan bau, semua ini akan bersatu dalam rangka pencapaian suatu keinginan yang disebut Pravritta. Pranava yang berwujud halus dalam bentuk singkat ditujukan pada mereka yang menginginkan keberlanjutan kesadaran duniawi dan mereka yang tidak menginginkan keduniawian. Pranava hendaknya dipergunakan ada permulaan Vyahrti, mantra permulaan Veda, dan dalam pelaksanaan doa pagi dan sore bersamaan dengan Bindu dan Nada. Jika ia mengucapkan mantra ini sembilan crore maka ia pasti akan menjadi sebuah jiwa yang murni.
      (Siwa Purana Widyeshwara Samhita XVII 4-18)

Sabtu, 09 Februari 2013

Kekuatan Sang Kala (Waktu)


Kekuatan Sang Kala (Waktu)

Manusia sering kali tidak sabaran akan suatu hal, apalagi jika hal tersebut tidak menyenangkan bagi dirinya. Bahkan jika dihiperbolakan kondisi ketika manusia itu dilanda kesusahan adalah rasanya dunia ini runtuh. Tetapi jika kita lihat dan cermati lagi itu semua adalah sebuah proses menuju pada kedewasaan diri, menuju pada sebuah pencarian diri dari sang jiwa ini. Ada sebuah nasihat orang tua yang musti kita ingat yaitu: “suka, duka, lara, pati ento sing dadi kelidin....”. Coba kita amati sepenggal kalimat tersebut, disana ada 3 hal yang kadang kita sebut dengan kesedihan, yaitu: duka, lara dan pati, hanya ada satu kebahagiaan, yaitu suka. Karena memang sejatinya seperti itulah hidup di dunia ini, lebih banyak kesedihan, tetapi dari kesedihan dan kesusahan itulah kita belajar tentang arti hidup.

Suka-duka, kesedihan dan kegembiraan semua silih berganti. Tidaklah tepat bila seseorang berlarut-larut dalam kesedihan ataupun berleha-leha ketika ia berbahagia, orang bijak tidak terikat oleh keduanya. Akan hal ini ada sebuah nasihat dari kisah di dalam Santi Parwa Mahabharata:

Jumat, 08 Februari 2013

Rendah Hati Bukanlah Rendah Diri


Belajar Dari Padi Dan Laut

Orang yang angkuh dengan kata katanya hanya menunjukkan kesempitan pengetahuan dan wawasannya. Dia hanya sedikit mengenal dunia, sehingga bicara seolah olah menguasainya. Sedang orang yang cerdas dan berwawasan luas pastilah rendah hati, karena dia mengerti betapa kecilnya ia, betapa sedikit ilmunya dibanding luasnya samudra ilmu dan cakrawala dunia

Ia adalah orang yang belajar dari ilmu padi, makin berisi makin merunduk..
Ia adalah orang yang belajar dari ilmu laut,..
bahwa ....
“..alasan mengapa laut selalu dipuji oleh ratusan aliran air dari pegunungan adalah karena ia selalu merendah di bawah mereka…”

Kamis, 07 Februari 2013

Secarik Cerita Tentang Upacara Mecaru


MECARU
Oleh: Ida Bhawati Putu Setia

Nabe Waktra saya, Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Prateka Tenaya dari Griya Padangsari, Desa Padangan, Tabanan, dikenal sebagai Sulinggih yang tidak banyak bicara. Orangnya sangat kalem dan cenderung pendiam. Namun beliau, sangat terbuka dan menyediakan waktunya berjam-jam untuk memberi pencerahan.

Suatu kali beliau guyonan dengan saya, dan katanya hal ini jarang dilakukan. Tema guyonan adalah soal mecaru, tentu di antara guyonan itu banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik. Ceritanya, suatu kali ada sekelompok orang yang datang ke griya Pandita Mpu. Mereka ingin melaksanakan pecaruan di merajannya. Namun, karena mereka mengikuti kelompok spiritual tertentu, mereka ingin mecaru yang mereka sebut "secara moderen". Jenis pecaruan itu sendiri adalah Panca Sanak, artinya memakai lima ayam dan satu itik. Tentu tergolong besarlah. Namun, karena ini mecaru "secara moderen", mereka tak ingin memotong ayam dan itik. Pokoknya tidak ada binatang yang dibunuh dan tak ada tetesan darah hewan apa pun yang ada. Itu himsa karma, tak sesuai dengan Weda, begitulah mereka menyebutkanya.

Belajar Bersyukur Dari Sebongkah Batu


Batu Dan Mutiara

Pada suatu ketika, hiduplah seorang pedagang batu-batuan. Setiap hari dia berjalan dari kota ke kota untuk memperdagangkan barang barangnya itu. Ketika dia sedang berjalan menuju ke suatu kota, ada suatu batu kecil di pinggir jalan yang menarik hatinya. Batu itu tidak bagus, kasar, dan tidak mungkin untuk dijual. Namun pedagang itu memungutnya dan menyimpannya dalam sebuah kantong, dan kemudian pedagang itu meneruskan perjalanannya.

Setelah lama berjalan, lelahlah pedagang itu, kemudian dia beristirahat sejenak. Selama dia beristirahat, dia membuka kembali bungkusan yang berisi batu itu. Diperhatikannya batu itu dengan seksama, kemudian batu itu digosoknya dengan hati hati batu itu. Karena kesabaran pedagang itu, batu yang semula buruk itu, sekarang terlihat indah dan mengkilap. Puaslah hati pedagang itu, kemudian dia meneruskan perjalanannya.

Rabu, 06 Februari 2013

Kehidupan Adalah Pantulan Tindakan


Cerita Dari Gunung

Seorang bocah mengisi waktu luang dengan kegiatan mendaki gunung bersama ayahnya. Entah mengapa, tiba tiba si bocah tersandung akar pohon dan jatuh. “Aduhh ” jeritannya memecah keheningan suasana pegunungan. Si bocah amat terkejut, ketika ia mendengar suara di kejauhan menirukan teriakannya persis sama, “Aduhh “. Dasar anak anak, ia berteriak lagi, “Hei Siapa kau?” Jawaban yang terdengar, “Hei Siapa kau?” Lantaran kesal mengetahui suaranya selalu ditirukan, si anak berseru, “Pengecut kamu ” Lagi lagi ia terkejut ketika suara dari sana membalasnya dengan umpatan serupa. Ia bertanya kepada sang ayah, “Apa yang terjadi?” Dengan penuh kearifan sang ayah tersenyum, “Anakku, coba perhatikan.” Lelaki itu berkata keras, “Saya kagum padamu ” Suara di kejauhan menjawab, Saya kagum padamu ” Sekali lagi sang ayah berteriak “Kamu sang juara ” Suara itu menjawab, “Kamu sang juara ” Sang bocah sangat keheranan, meski demikian ia tetap belum mengerti. Lalu sang ayah menjelaskan, “Suara itu adalah gema, tapi sesungguhnya itulah kehidupan.”

Gunung dan Hutan Itu Mendamaikan



Mendaki Gunung Dan Menjelajah Hutan

Kadang kadang aku bertanya pada saat kami berkemah dan berada disekitar api unggun.
Apa yang kami cari jauh begini mendaki gunung?
Apa gunanya?
Apa kurang kerjaan atau perlu ke dokter jiwa atau bagaimana?
Dalam hening malam sepi terkadang kita mendengar jawabannya.
Ditengah hutan dipuncak yang jauh, tinggi dan sepi, seakan ada jawabannya.

Kalau kita jauh dari kota, jauh dari orang banyak, tanpa radio, tv, dvd atau telephone, kita bisa lebih tenang.
Mata kita lebih melihat.
Pendengaran lebih mendengar.
Perasaan lebih merasa.
Penglihatan lebih melihat.

Melompat Lebih Tinggi


Kisah Seekor Belalang

Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya tersebut. Dengan gembira ia melompat lompat menikmati kebebasannya. Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain. Namun dia keheranan mengapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.

Dengan penasaran ia menghampiri belalang itu, dan bertanya, “Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh, padahal kita tidak jauh berbeda dari usia ataupun bentuk tubuh ?”.

Belalang itu pun menjawabnya dengan pertanyaan, “Di manakah kau selama ini tinggal? Karena semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan”.

Selasa, 05 Februari 2013

Sebuah Telaga Hati


Telaga Hati

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Pemuda itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Pemuda itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak mendengarkan dengan seksama. Beliau lalu mengambil segenggam garam dan segelas air. Dimasukkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduk perlahan.

“Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya,” ujar Pak tua itu.
“Asin. Asin sekali,” jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu. Beliau lalu mengajak sang pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal Beliau. Sesampai di tepi telaga, Pak Tua menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga itu.

Gunung Yang Tinggi dan Jurang Yang Dalam


Dalam Gelap Bintang Bersinar Terang
Oleh: Gede Prama

Sebuah pepatah Zen yang inspiratif berpetuah apik, “bila gunung tinggi maka jurangnya dalam.” Ini sudah menjadi hukum alam sejak dulu. Tidak ada satupun gunung tinggi yang tidak disertai oleh jurang yang dalam.

Kita semua menerima hukum alam ini secara ikhlas tanpa penolakan yang teramat berarti. Akan tetapi, begitu berhadapan dengan diri sendiri maupun pemimpin, ada semacam ketidakrelaan massal dalam hal ini.

Sebut saja diri ini yang tidak semuanya terjelaskan. Ketika sampai di salah satu puncak gunung yang tinggi (baca: jabatan dan penghargaan yang tinggi), jarang sekali ada orang yang tidak rela menerimanya. Namun, begitu jurang ada di depan mata ( pensiun, turun jabatan dan sejenisnya) tidak sedikit orang yang amat tidak rela. Bahkan, banyak orang yang membiarkan dirinya tersiksa atau jatuh sakit oleh jurang jurang sejenis.

Senin, 04 Februari 2013

Menebar Kebaikan


Jangan Berhenti Menebar Benih Kebaikan
Oleh: Prabu Darmayasa

Tersebutlah seorang suci yang tinggal di India Tengah, bernama Ekanath. Beliau sangat maju didalam yoga samadhi-nya dan hidupnya sangat sederhana. Para penduduk mengenalnya sebagai seorang pendeta yang tidak pernah marah. Tidak ada yang mampu memancing amarahnya dan karena itulah para penduduk ingin sekali melihat apa yang akan terjadi jika beliau marah? Mereka ingin biar dapat melihat Ekanath marah sekali saja. Berbagai usaha sudah pernah dicoba namun selalu gagal.

Hal itu menambah “gregetan” hati para penduduk setempat. Keinginan mereka untuk melihat Ekanath marah semakin menjadi-jadi. Hingga suatu ketika, mereka membujuk seseorang untuk memancing keluar kemarahan Ekanath. Orang itu dibayar mahal, hanya demi para penduduk dapat melihat kemarahan Ekanath sekali saja.

Sabtu, 02 Februari 2013

Sekilas Sasana Kepemangkuan


SASANA: ETIKA DAN TUGAS PEMANGKU



A.      Pendahuluan
Bila kita perhatikan kegiatan keagamaan di Bali tidak lepas di dalamnya terkandung suatu ajaran mengenai etika, susila, upakara dan tampaknya aktivitas upakara dan upacara yang sangat mendominasi aktivitas kegiatan sehari-hari oleh umat Hindu di Bali. Dalam kegiatan tersebut diperlukan seorang yang diyakini mampu untuk memimpin upacara tersebut sesuai dengan tingkat upacara, untuk kegiatan tingkat upacara kecil dan menengah diperlukan seorang pemangku untuk mengantar pelaksanaan suatu upacara.
Dibalik hal tersebut di atas sebenarnya pemangku juga sangat berperan penting di dalam menuntun umat dalam memahami ajaran agama Hindu, dimana di jaman global dan informasi, seorang pemangku dituntut untuk bisa mampu membina umat terutama kepada generasi muda yang merupakan generasi penerus dalam pengemban ajaran agama Hindu, sehingga para generasi muda betul-betul memahami agamanya sendiri dan tidak terjerumus terhadap hal-hal yang negatif. Seorang pemangku diharapkan dapat meningkatkan kualitas penghayatan serta pengamalan ajaran agama sehingga diperlukan pembekalan yang cukup bari para pemangku maupun calon pemangku.
Melalui tulisan ini tanpa bermaksud untuk menggurui, diharapkan dapat membuka cakrawala dan menambah wawasan seorang pemangku maupun calon pemangku sehingga dapat mengetahui peran, tugas dan tanggung jawab sebagai pemangku dalam arti seorang pemangku tidak semata-mata bertugas menghaturkan upakara saja (dari satu sisi saja) tetapi yang utama adalah menuntun umat agar memahami hakikat ajaran agama Hindu.

Kamis, 31 Januari 2013

Lontar Kala Tatwa


Om Awighnamastu

Nihan Kala Tatwa nga, indik Bhatara Kala duk sira wahu mijil. Caritan Bhatara Siwa sareng swaminida Bhatarì Girìputri lungha nulu sagara.

Ndah tan dwa prapta ring luhur ing samudra. Tan dwa kasmaran Bhatara Siwa ahyun asanggama ring rabhi Sang Hyang Girìputri. Tan kahyun Ida Siwa ahyun asanggama ring rabhi Sang Hyang Girìputri. Tan kahyun Ida Bhatarì, eling ring paragan ing Hyang.

Dadya ta wirosa Bhatara Siwa. Umatura Bhatarì; ”Uduh pukulun aja mangkana, dudu polah ing Hyang”. Ling Bhatara; ”Singgih Bhatarì aja sira mangkana, apan tan siddha inandetan ikang indriya yan tan aweh tan suka aku”.

Tan dwa pada rosa-wirosa. Durung tutug ing citta Bhatara, dadi mijil ikang kama tiba ring sagara. Kunang Bhatara mantuka maring swarga, sahardhanareswarì nira.

Tan caritanan Ida Bhatara lawan Bhatarì. Ndan tucapa sira Sang Hyang Brahma Wisnu andulu ikanang kama, katon ocak ikang samudra, neher sira mayoga sareng kalih. Tan dwa kumpul ikang kama dadi marupa raksasa agung kabinawa, tan kabina-bina rupa. Irika malayu Bhatara Brahma Wisnu.

Tan caritanan ri palakun ira ikang raksasa arep sira wruh ring yayah-rena. Kadeleng ikang samudra sunya. Kadeleng mangetan sunya. Mangidul sunya. Mangulwan sunya. Mangalor sunya. Maring sor sunya. Maring luhur sunya.

Tandwa makrak ikang raksasa masinghanada, gumeter ikang nagara, menggang-menggung tang swarga kabeh. Tadwan mijil prawatek Dewata Nawasangha kabeh, katon tikang danuja agung krura rupa, makrak manggrang masinghanada. Tadwan muntab krodhan ira Bhatara watek Dewata Nawasangha kabeh, teher mapag i mamanuhi. Karebut ikang raksasa dening Dewata kabeh. Tan wikara mwah ikang danuja, neher sira umatur. ”Ah ah bhagya ko kapangguh aja sira amrang ngong, ngong aminta bener?”.

Ling Dewata: ”Ah ah mami, aja sira akweh ujar, apan sira danuja lwih murkha tan urung sing ko mati”. Neher sira maprang. Tandwa kapes ikang Dewata binurunia, kabalasan watek Dewata kabeh pada umungsi jeng ira Bhatara Siwa.

Sekilas Tentang Cuntaka


CUNTAKA

I.                   Arti Cuntaka
Cuntaka maarti nenten suci manut pandangan Hindu. Sane mawasta nenten suci inggih punika keadaan sane ngeranayang goyah, nenten tenang, nenten mantep ngelaksanayang upacara Agama Hindu.

II.                Sane Ngeranayang Cuntaka/ Sebel:
1.      Seda/ padem (kematian)
2.      Wiwaha (perkawinan)
3.      Ngembas rare (melahirkan)
4.      Kruron (menggugurkan)
5.      Sebel kandel (kotor kain)
6.      Mitra ngalang (kumpul kebo)
7.      Agamya gamana/ salah timpal
8.      Sakit ila/ gering agung
9.      Bobot tan maduwe laki
10.  Lekad rare tan maupakara wiwaha
11.  Cilaka (tan dados menek bajang)
12.  Cuntaka ngelarang Sad Atatayi
13.  Cuntaka manak salah
14.  Cuntaka menolong kematian
15.  Cuntaka melayat/ mejenukan

Tios ring punik wente taler mawit buron, kayu muwah tiosan, minakadi:
1.   Ubuan sampi, kebo, kambing, celeng, yan masuk genah suci, taler ngeranayang letuh/ cuntaka. (Yening anggen upacara nenten ngeletehin.)
2.      Kayu/ entik-entikan sane mentik ring setra, sander kilap taler leteh.
3.      Bunga sane mentik ring setra, bunga Sari Lonto, Sungenge taler leteh.
4.      Alat-alat/ pangangge kematian taler leteh.
5.      Pangangge anak sebel kandel taler leteh, muwah sane tiosan.

Rabu, 30 Januari 2013

SEKILAS TENTANG SUDHIWADANI



Oleh: Ida Pandita Dukuh Acharya Dhaksa

Pada zaman global kini saya melihat beberapa tantangan akan dihadapi warga Hindu di Indonesia, tak terkecuali di Bali. Untuk itu, orang Hindu harus mampu memberikan jalan keluar cerdas sehingga aturan agama tetap teguh dijalankan. Di sisi lain keinginan orang lain memeluk Hindu pun tak patut dihalangi. Sehubungan dengan tantangan ke depan inilah saya ingin menanyakan beberapa hal kepada Ida Pandita.
1. Ada wanita pemeluk Hindu melangsungkan perkawinan dengan orang Barat yang non-Hindu. Pasangan ini menikah di negeri Barat lewat prosesi upacara bukan Hindu. Jika kedua mempelai sepakat tinggal di Bali dan memilih ikut agama Hindu, kemudian memiliki anak, bagaimana supaya anaknya bisa diupacarai layaknya warga Hindu di Bali?
2. Ada wanita Hindu kawin dengan orang Barat dan menikah di negeri Barat juga dengan cara non-Hindu. Seandainya pasangan ini bercerai dan si wanita bersama anaknya memilih tinggal di Bali, bagaimana agar anaknya bisa diupacarai secara Hindu di Bali?
3. Bila wanita Bali mempunyai anak di luar perkawinan (berdasarkan hasil kumpul kebo) dengan orang Barat, bagaimana cara supaya si anak ini bisa diberikan upacara yang lengkap sebagai orang Hindu Bali?
4. Jika ada wanita Bali memiliki anak di luar perkawinan (hasil hubungan kumpul kebo) bersama orang Barat, tapi saat ini pasangan itu sudah pisah. Bagaimana caranya agar anaknya bisa diberikan upacara yang lengkap sebagai orang Hindu Bali?
Itulah beberapa persoalan yang saya lihat dan tak mustahil akan terjadi di Bali atau dialami oleh orang Bali.


Lembaga umat Hindu, seperti Parisada, sudah memutuskan dan menetapkan proses yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang berkeinginan memeluk agama Hindu. Aturan tersebut, antara lain, diatur dalam keputusan Mahasabha Parisada. Proses yang dilakukan sesuai dengan pertanyaan Saudara yang pertama, yakni bila ada pemeluk Hindu (orang Barat) sedangkan pasangan ini menikah di Barat dengan proses non-Hindu, kemudian mereka berkeinginan memeluk agama Hindu dan menetap di Bali, maka harus diawali dengan proses upacara sudhiwadani, yakni suatu proses pengesahan seorang non-Hindu untuk menjadi pemeluk Hindu. Upacara ini sangat sederhana dan dapat diambil dari tingkatan paling kecil, seperti byakala, prayascitta, pangulapan, pabersihan, dan banten ayaban. Sarananya bisa berupa canang sari, atau yang lebih besar dalam wujud banten daksina pejati. Jadi, dengan upacara sudhiwadani seseorang yang ingin memeluk agama Hindu sudah dianggap sah secara Hindu.
Seandainya ada wanita Hindu kawin dengan orang Barat dan menikah di negeri Barat lewat cara non-Hindu, kemudian pasangan ini bercerai dan si anak diserahkan kepada ibunya. Jika ibu beserta anaknya ingin memeluk agama Hindu, maka proses yang harus dilakukan selain disahkan lewat upacara sudhiwadani adalah mesti melewati upacara manusa yajnya, layaknya warga Hindu di Bali. Antara lain: upacara abulan pitung dina (42 hari), tiga bulan (105 hari), enam bulan (210 hari). Ini bisa dilakukan bertahap. Itu kalau memungkinkan.
Berbeda halnya kalau perceraian itu terjadi ketika anaknya sudah remaja, maka upacara pengesahan dari lahir hingga upacara ngotonin (enam bulanan), dapat dilakukan sekaligus, bersamaan dengan upacara sudhiwadani. Prosesinya juga sederhana. Contoh, dalam prosesi tiga bulanan. Saat ini juga dilakukan pengesahan nama si anak melalui upacara. Kalau toh sebelum usia tiga bulan atau 105 hari, sesuai kalender Bali, anak bersangkutan sudah memiliki nama lengkap yang dibuktikan lewat akte kelahiran yang dikeluarkan Dinas Catatan Sipil, maka nama tersebut tak perlu lagi diubah. Apa yang tertera di akte kelahiran, itulah yang dipergunakan dalam upacara tiga bulanan. Untuk upacara lain, sesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tak mesti bermegah-megah kalau hal tersebut memang tak memungkinkan dilakukan.
Menyangkut pertanyaan ketiga, yakni seorang wanita Bali mempunyai anak di luar perkawinan berkat hasil hubungan gelap (kumpul kebo) dengan orang non-Hindu, kemudian ada keinginan supaya si anak ini dapat diberikan upacara lengkap selayaknya orang Hindu di Bali. Kalau saja proses upacara perkawinan kedua pasangan ini bisa dilangsungkan dan sah menurut agama, tentu kasus yang Saudara ajukan terselesaikan secara elok. Anak yang lahir tersebut sah secara hukum maupun agama. Bukan sebagai anak bebinjat.
Berbeda jika pasangan kumpul kebo ini tak mau melangsungkan perkawinan baik secara aturan Hindu ataupun mengikuti ketentuan agama pasangan kumpul kebonya. Jalan keluar yang mungkin diambil: wanita yang melahirkan anak di luar nikah ini bisa mencari seorang calon wali anaknya. Sebab, dalam proses perkawinan harus ada wali yang mungkin akan mengangkat si anak tanpa ayah sah itu. Misalkan, dengan keluarga dekat atau orang-orang yang memang secara sukarela mau melakukan itu sehingga si anak menjadi sah menurut agama.
Kalau tak ada pihak laki yang menjadi wali dan mengangkat si anak, bisa mengikuti sila, yaitu aturan-aturan yang bisa kita lihat pada zaman kerajaan dulu, di mana wanita yang hamil di luar perkawinan bisa melakukan proses perkawinan dengan simbol tertentu yang ditentukan agama. Misalkan, dengan keris. Cuma, bila ini dihubungkan dengan hak asasi manusia, tentu ada sedikit benturan. Sebab, ada keganjilan: manusia kok dikawinkan dengan simbol-simbol agama tertentu. Adapun aturan yang berlaku pada kalangan warga Hindu di Bali menentukan bahwa seorang anak dianggap sah kelahirannya secara adat, terlebih dari sudut agama Hindu, jika orangtuanya telah melalui prosesi perkawinan. Di sinilah para cendekiawan Hindu ke depan perlu memikirkan lebih seksama lagi perihal hak seorang ibu untuk memelihara anaknya, sebagai orangtua seutuhnya. Selanjutnya, pertanyaan Saudara keempat, memiliki keterkaitan dengan pertanyaan kedua. Proses yang harus dilalui, yakni dengan upacara sudhiwadani, dan upacarai anak bersangkutan layaknya orang Hindu dari semenjak lahir hingga dewasa.

Sumber:  "MAJALAH SARAD BALI" di kolom Sasa Multiply 

Kamis, 17 Januari 2013

Filosofi Air


Air bersifat mengalah, namun selalu tidak pernah kalah
Air mematikan api dan membersihkan kotoran.
Kalau merasa sekiranya akan dikalahkan, air meloloskan diri
Dalam bentuk uap dan kembali mengembun.
Air merapuhkan besi sehingga hancur menjadi abu

Aliran air setiap waktu berubah.
Bilamana bertemu batu karang, dia akan berbelok
Untuk kemudian meneruskan perjalanannya kembali.
Air dengan mudah melewati bebatuan. 
Bila bertemu kerikil ia akan mengalir di atasnya, 
Namun bila menjumpai batu besar ia lewat di sampingnya

Bersih dan jernih adalah sifat air yang masih alami.
Air membuat jernih udara sehingga angin menjadi mati
Air memberikan jalan pada hambatan dengan segala kerendahan hati.
Karena dia sadar bahwa tak ada suatu kekuatan apapun
Yang dapat mencegah perjalanannya menuju lautan.
Air menang dengan mengalah, dia tak pernah menyerang
Namun selalu menang pada akhir perjuangannya.