Ada sebuah penggalan kisah dalam epos Ramayana yang cukup menarik untuk kita renungi, yaitu manakala Sugriwa menantang Subali dan keduanya bertarungmen dengan seru, akan tetapi Sugriwa kalah dan melarikan diri. Dengan kecewa, Sugriwa bertanya, mengapa Sri Rama tidak membantunya. Sri Rama berkata bahwa sulit membedakan dua saudara yang sedang bertempur dan menyarankan agar dalam pertempuran selanjutnya Sugriwa memakai kalung bunga sebagai penanda diri.
Sugriwa kembali menantang Subali dan kembali terjadi pertarungan seru. Kali ini Sri Rama membidikkan panahnya dan Subali terpanah. Dalam keadaan luka, Subali teringat nasihat almarhum ayahnya agar dirinya ikhlas menerima kematiannya oleh seorang Awatara Wisnu. Subali bertanya pelan, “Wahai Sri Rama, mengapa seorang awatara membunuh seorang kera dari belakang, tidak berhadapan muka? Padahal saya tidak pernah punya permasalahan dengan paduka. Saya mohon penjelasan!”
Pertanyaan Subali, adalah pertanyaan kita, mengapa kita yang tidak punya kaitan permasalahan dengan seseorang diperlakukan tidak adil oleh orang tersebut? Mungkin kita kurang beriman kepada ketetapan Tuhan. Tuhan telah menggunakan orang tersebut sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran kita.
Sri Rama menjawab, “Para raksasa mengganggu para resi di hutan, dan aku tanpa minta ijin Bharata membasmi para raksasa. Melihat tindakan adharma para raksasa, aku langsung menjalankan dharma dengan tegas. Teladanilah Jatayu, dia paham bahwa dia akan kalah dan mati melawan Rahwana. Tetapi dia tidak membiarkan Rahwana menculik Dewi Sinta begitu saja, dia bertarung memperebutkan Dewi Sinta demi kebenaran. Sugriwa akan kalah bertarung melawan Rahwana, akan tetapi dia mengambil selendang yang dijatuhkan Dewi Sinta dan memberitahu ke mana Rahwana pergi. Kau lebih sakti dari Rahwana, dan kau tahu Dewi Sinta diculik dan terbang lewat istanamu, dan kau tidak peduli. Kau membiarkan ketidakbenaran berlangsung, padahal kau mampu menyelesaikannya. Renungkanlah!”
“Kau merasa aku tidak bertindak sesuai kepatutan, memanah dari belakang mereka yang sedang bertarung. Coba renungkan, apakah tindakanmu merebut tahta dan istri Sugriwa sesuai kepatutan?”
Subali sadar dan bersyukur atas penjelasan Sri Rama, di akhir hayatnya dia menyebut Rama…. Rama….. dan meninggal dunia.
Kita pun merasa hidup dalam masyarakat yang ruwet yang meninggalkan norma-norma kepatutan. Akan tetapi apakah kita sadar bahwa kita juga berbuat salah dengan ketidakpedulian kita pada waktu dahulu terhadap ketidakbenaran yang terjadi pada masyarakat kita?
“Bila menghadapi musibah, janganlah engkau berkeluh kesah, karena apa pun yang terjadi bukanlah tanpa alasan.”
Dengan pemahaman seperti itu, kita semua menjadi tenang dan dengan mudah memasuki alam kesadaran.
Berhentilah berkeluh kesah, karena apa saja yang terjadi, yang menimpa diri kita, semua itu memiliki makna. Kita memang harus menghadapi semua itu sebagai hasil dari sebuah karma atau perbuatan yang pernah kita lakukan baik secara sadar maupun tanpa kita sadari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar