Dikatakan bahwa Sri Krishna di
zaman Dwapara Yuga adalah reinkarnasi dari Sri Rama di zaman Treta Yuga. Dan,
karena Sri Rama pernah membunuh Subali dengan anak panah, maka dikatakan oleh
sebagian orang bahwa Sri Krishna pun meninggal akibat anak panah. Sri Krishna
memilih karma terbunuh oleh anak panah untuk mengakhiri mewujudnya Dia di
dunia. Beberapa orang suci pun memilih akhir hidupnya di dunia dengan cara yang
sama. Di bawah ini adalah petikan salah satu versi dari sebuah kisah. Dan,
kisah adalah menyangkut rasa, dan rasa melampaui logika. Yang penting dari
sebuah kisah adalah bukan benar/tidaknya sebuah kisah, akan tetapi apakah kita
dapat menarik pelajaraan berharga dari kisah tersebut atau tidak?
Sri Rama dalam menjalani
kehidupannya, telah meninggalkan tahta kerajaan dan kemudian dalam
perjalanannya juga kehilangan istrinya. Hanuman keponakan Sugriwa dan Subali
menyampaikan peristiwa konflik antara Sugriwa dan Subali yang disebabkan perebutan
tahta dan juga istri. Hanoman begitu bertemu Sri Rama langsung patuh dan ikut
ke mana pun Sri Rama pergi. Akan tetapi dia mohon bantuan Sri Rama untuk
menyelesaikan konflik antara kedua pamannya. Sugriwa berjanji akan membantu Sri
Rama menemukan Sita dengan mengerahkan seluruh pasukan kera setelah selesai
masalahnya dengan Subali.
Alkisah para dewa meminta bantuan
Sugriwa dan Subali untuk melenyapkan raksasa bernama Mayawi, yang dalam kisah
para leluhur kita adalah Raksasa Mahesasura dan Jathasura. Subali masuk ke
dalam goa mereka dan berkata pada Sugriwa, bahwa apabila darah putih mengalir
dari goa, maka dirinya telah mati dan pintu goa ditutup agar sang raksasa tidak
bisa ke luar lagi. Ternyata dari dalam goa keluar darah putih bercampur dengan
darah merah dan Sugriwa beranggapan bahwa Subali dan sang raksasa telah
sama-sama mati, kemudian dia menutup goa dengan batu. Sugriwa kemudian lapor
kepada dewa dan mendapatkan hadiah istri, Dewi Tara dan kemudian menjadi raja
kera. Ternyata Subali masih hidup dan darah yang mengalir adaalah darah merah
sang raksasa bercampur darah putih yang berasal dari otak raksasa. Akhirnya
Subali bisa keluar goa dan sedih melihat peristiwa yang terjadi kepada dirinya.
Adalah pelayan Dewi Tara yang merupakan anak buah Rahwana yang
memanas-manasinya, bahwa Dewi Tara sesungguhnya mencintai Subali dan sekarang
tersia-sia menjadi istri Sugriwa. Sang pelayan juga mengkipas-kipas
kebenciannya bahwa Sugriwa sengaja menutup goa agar dapat menjadi raja dan
memperistri Dewi Tara serta sengaja ingin membunuh Subali. Subali pada akhirnya
terkena hasutan dan berkelahi mengalahkan Sugriwa, merebut tahta dan Dewi Tara
serta mengusir Sugriwa.
Seorang wanita menjerit-jerit
dibawa terbang Rahwana, dan menjatuhkan selendang. Sugriwa minta anak buahnya
mengambil selendang Sita, istri Rama yang dilarikan Rahwana. Sugriwa menyerahkan selendang Sita dan
berjanji akan membantu Sri Rama mendapatkan Sita kembali, bila Sri Rama
membantunya mengalahkan Subali. Sugriwa mengungkapkan bahwa dia mendapatkan
Dewi Tara dan menutup goa karena dia memang tidak tahu bahwa Subali masih
hidup.
Dikisahkan bahwa Subali pernah
membunuh raksasa Dundubi kerbau berkepala raksasa, dan kemudian melemparkan
jauh sekali sampai ashram Matanga. Resi Matanga mengutuk, kalau Subali masuk ke
wilayahnya dia akan mati, itulah sebabnya Sugriwa bersembunyi di sekitar tempat
tersebut ketika kalah bertarung melawan Subali.
Sri Rama akhirnya membunuh
Subali. Sri Rama tidak hanya membunuh Subali karena Sugriwa, tetapi karena
Subali telah melakukan tindakan adharma. Percakapan antara Subali dan Sri Rama sangat
menarik untuk diikuti. Subali bertanya kepada Sri Rama, “Saya menuntut Anda,
mengapa ikut campur dalam masalah internal antara dua bersaudara?” Rama
menjawab, “Kesalahan Anda adalah bahwa Anda menuduh Sugriwa melakukan
pengkhianatan dan untuk merebut tahta. Selanjutnya, Anda harus memperlakukan
istri saudaramu seperti ibumu. Sebaliknya, Anda merebut istri Sugriwa. Kemudian
Anda membiarkan Rahwana melarikan Sinta di atas wilayah kekuasaan Anda,
seharusnya Anda minta Rahwana berhenti dan menjelaskan apa yang dia lakukan.
Itulah yang dilakukan Burung Jatayu sehingga dia lua parah bertarung melawan
Rahwana. Pengertian Anda tentang suami istri belum benar, Anda membiarkan
Rahwana melarikan istri orang dan kemudian Anda menikahi istri saudara Anda.
Hal ini tidak bisa dibiarkan karena akan merusak tatanan dunia.”
Subali bertanya, “mengapa saya
dibunuh dari balik pohon?”
Rama menjawab, “Mengapa saya
memanah dari balik pohon? Saya seorang ksatria dan Anda masih termasuk hewan,
dan hewan memang dibunuh dari balik persembunyian.”
Subali bertanya, “Bila demikian
halnya, Anda dapat mengingatkan saya dan bertarung secara adil?” Rama menjawab,
“Anda mempunyai karunia untuk mendapatkan setengah kekuatan dari musuhmu bila
bertarung berhadap-hadapan, oleh karena itu saya harus memanah dari balik
pohon!”
Subali sadar bahwa dia berhadapan
dengan titisan Sri Wishnu dan dia dapat mengerti mengapa dia dibunuh dengan
anak panah dari balik pohon. Subali kemudian mengadakan perdamaian dengan
Sugriwa dan meminta Anggada, putranya menjadi putra mahkota. Sugriwa menyetujui
dan Subali menghembuskan napasnya dengan tenang.
Para leluhur kita melanjutkan
kisah, bahwa Sri Rama pada zaman Dwapara Yuga menitis sebagai Sri Krishna.
Sedangkan Sita disebutkan karena tidak suka dibakar oleh Sri Rama yang
meragukan kesuciannya kala disandera Rahwana, menitis sebagai Subadra, saudari
Sri Krishna dan menjadi istri Arjuna. Karena Subali sudah memaafkan tindakan
Sri Rama, maka dia tidak perlu lahir kembali untuk membalas memanah Sri
Krishna, Seorang pemburu bernama Jara yang memanah Sri Krishna hingga Sri
Krishna menemui pralaya…..
Bila Sri Krishna saja menerima
akibat dari tindakannya pada masa lalu? Semestinya kita juga demikian. Itulah
yang perlu kita renungkan, akibat dari tindakan yang kita lakukan akan mengejar
kita seperti cakra yang mengejar kita ke mana pun juga. Tidak ada tempat
bersembunyi. Akan tetapi hidup itu bukan hukum menghukum yang penuh kekerasan.
Akibat datang kepada kita karena kita pernah melakukan hal yang tidak tepat.
Sita dilarikan Rahwana, karena Sita bertindak tidak tepat keluar dari lingkaran
keamanan yang dibuat Laksmana. Sugriwa bertindak tidak tepat dengan menutup
goa, sehingga dia mengalami masalah. Subali bertindak tidak tepat dengan
mengusir Sugriwa, menobatkan diri sebagai raja kera dan memperistri istri
Sugriwa. Tindakan yang tidak tepat akan membawa akibat di kemudian hari. Maka
persoalannya adalah bagaimana kita dapat bertindak tepat dalam hidup ini. Ada
petunjuk agar kita memilih shreya
(hal yang memuliakan) daripada preya
(hal yang menyenangkan pancaindra dan pikiran manusia). Akan tetapi dalam
praktik pilihan itu tidak hanya dua melainkan multiple choice. Apabila kita tidak memilih tindakan tepat, maka
akan muncul kesalahan/kekhilafan. Dan, kesalahan/kekhilafan tersebut perlu diperbaiki
dalam kehidupan ini. Alih-alih menganggap hidup ini adalah sebagi penjara dari
hukum sebab-akibat, lebih baik menganggap dunia sebagai tempat pembelajaran bagaimana
membuat pilihan tepat. Apakah Sri Rama telah berbuat tidak tepat dalam membunuh
Subali? Jelas tidak, karena Sri Rama bukan memakai kehendak pribadi, Sri Rama
hanya bertindak sesuai kehendak-Nya dan menunjukkan tindakannya untuk
diteladani manusia.
Dosa berarti kesalahan,
kekhilafan. Tindakan berdosa adalah tindakan yang salah, sesuatu yang kita
lakukan dalam kekhilafan. Dan, biasanya jiwa yang ragu dan khilaf adalah jiwa
yang kehilangan arah, maka tindakannya sudah pasti salah. Kenapa? Karena,
terlebih dahulu pikirannya sudah kacau. kemudian, kekacauan pikiran itulah yang
menjelma menjadi tindakan yang salah, keliru, tidak pada tempatnya. Dosa memang
kesalahan, tetapi bukan tidak dapat diperbaiki. Dosa memang kekhilafan, tetapi
bukanlah sesuatu yang tidak dapat di ralat. Dunia ini ibarat pusat
rehabilitasi. Pusat rehabilitasi di mana setiap jiwa sedang menjalani program
pembersihan, pelurusan, atau apa saja sebutannya. Keberadaan kita dalam dunia
ini semata untuk menjalani program yang paling cocok bagi pembersihan serta
perkembangan jiwa. Kecocokan program pun sudah dipastikan oleh Keberadaan
dengan melahirkan kita pada keluarga tertentu, di negara tertentu, ditambah
dengan berbagai kemudahan lainnya, termasuk lingkungan kita, para sahabat,
anggota keluarga dan kerabat kita, maupun para lawan atau musuh kita.
Sesungguhnya semua bertindak sesuai dengan ketentuan-Nya. Berbagai rintangan,
tantangan, kesulitan dan persoalan yang kita hadapi dimaksudkan demi
pembersihan jiwa. Semuanya demi kemajuan jiwa. Semuanya demi perkembangan diri
kita sendiri. Karena itu, mencari kesalahan dan menyalahkan orang lain atas
kejadian-kejadian yang menimpa diri kita adalah dosa. Silahkan berupaya untuk
keluar dari masalah, untuk menyelesaikan perkara, tetapi bukan dengan mencari
kambing hitam ; bukan dengan cara menyalahkan orang lain. Bila musuh menyerang
dengan pedang, dan terpaksa kita hadapi dengan pedang, mari kita hadapi tanpa
rasa benci. Dengan demikian tindakan kita terbebaskan dari dosa. Bertindaklah
dengan penuh kesadaran dan kematangan jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar