Kamis, 09 Juni 2011

Memahami kata "Swastyastu"

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini (Jakarta), ada banyak pengalaman yang saya rasakan, tapi ada satu hal yang sangat menggelitik dan membangkitkan rasa ingin tahu saya tentang hal tersebut. Suatu hal yang (bukan) tidak lazim tapi (mungkin) belum lazim terdengar di telinga sahabat-sahabat Hindu di daerah lain, termasuk saya sendiri di Bali jarang mendengar penggunaan “kata” tersebut sebagai sebuah salam penutup. Ingin menunjukkan identitas, eksistensi ataukah hanya ikut gaya-gayaan saja bahwa agama kita juga punya hal-hal yang dimiliki oleh agama lain?. Spirit seperti itu layak diacungi jempol, hanya saja diksi atau pemilihan katanya juga harus tepat. Jangan sampai memaksakan suatu yang jelas-jelas keliru tapi karna sudah banyak yang menggunakan jadi sesuatu yang dilazimkan. Melalui media ini saya ingin mengajak sahabat-sahabat untuk sekadar berbagi pengetahuan yang kiranya dapat meluruskan hal-hal yang keliru terkait penggunaan bahasa dan salam dalam agama Hindu. Ada 1 hal yang ingin saya bahas pada kesempatan ini, yaitu penggunaan kata: “Swastyastu”. Marilah kita bahas  kata demi kata.



Swastyastu
Biasanya penggunaan “Swastyastu” disertai dengan kata “Om” menjadi “Om Swastyastu”. Kata ini lumrah digunakan sebagai salam awal, begitu juga dengan kata “Swastiprapta” (selamat datang). Namun di tempat ini kata “Swastyastu” juga digunakan sebagai salam akhir perjumpaan atau percakapan. Itu yang membuat rasa ingin tahu saya semakin besar untuk mengetahui arti sebenarnya kata tersebut agar tidak menjadi sebuah kekeliruan yang membudaya. Memang pada dasarnya bahasa bersifat mana suka dan berlaku jika diakui dan digunakan oleh banyak orang. Dalam kesempatan ini saya mencoba menelaah kata tersebut dengan mencari artinya pada beberapa literatur kamus yang ada (apang tusing oranga milu-milu tuwung, nak mula keto….!!!).

1. Kamus Bahasa Bali
Kata “Swastyastu” berasal dari kata suasti, yang berarti selamat, menjadi suastiastu yang berarti semoga selamat.

2. Kamus Kawi-Bali
“Swastyastu berasal dari kata swasti yang berarti raharja, rahayu, bagia, dan rahajeng. Astu yang berarti dumadak, patut, sujati, sinah. Kata astu berkembang menjadi “Astungkara” yang berarti puji, alem dan sembah. Sehingga “swastyastu” berarti semoga selamat, semoga berbahagia.

3. Kamus Jawa Kuna-Indonesia
“Swasti” berarti kesejahteraan, nasib baik, sukses; hidup, semoga terjadilah (istilah salam pembukaan khususnya pada awal surat atau dalam penerimaan dengan baik). Sedangkan “astu” memiliki 2 arti yaitu: 1. Semoga terjadi, terjadilah…. (seringkali pada awal sesuatu kutuk, makian, berkah, ramalan), pasti akan….. 2. Nyata-nyata, sungguh-sungguh (campuran dengan “wastu”?).  Kata "astu" berkembang menjadi “astungkara” yang berarti berkata “astu”, mengakui, mengiyakan dengan segan, perkataan “astu”. Dari pengertian tersebut kata “swastyastu” berarti semoga terjadilah nasib baik, sungguh sejahtera.

4. Kamus Sanskerta-Indonesia
“Svasti” berarti hujan batu es, salam, selamat berpisah, selamat tinggal. Berkembang menjadi “svastika”, “svastimukha”, “svastivacya”. Kata svastika berarti tanda sasaran gaib, tidak mendapat halangan, pertemuan empat jalan, lambang agama Hindu. Svastimukha berarti yang belakang, terakhir, penyanyi, penyair. Svastivacya berarti salam ucapan selamat. Kata “astu” berarti sungguh, memuji. Dari pengertian kedua kata tersebut dapat disimpukan “svastiastuberarti menyatakan selamat berpisah.

Dari beberapa pengertian kata dalam kamus-kamus tersebut, dapat ditarik sebuah benang merah yang saling terkait satu sama lainnya yaitu pengertian “Swastyastu” dalam kamus Bahasa Bali, Kawi Bali dan Jawa Kuna memiliki pengertian yang hampir sama, yaitu berarti semoga selamat, semoga bahagia, semoga sejahtera. Sedangkan dalam kamus Sanskerta berarti pernyataan selamat berpisah, selamat tinggal, kata “astu” hanya mempertegas kata “svasti” yang memang memiliki arti selamat berpisah, selamat jalan. Pada dasarnya pengertian “swastyastu” pada keempat kamus itu adalah sama, saling melengkapi satu sama lainnya, yaitu selamat tinggal dan semoga selamat sejahtera. Selamat tinggal disini maksudnya adalah selamat tinggal pada hal-hal sebelumnya yang telah dialami atau dilalui dan semoga selamat dan sejahtera pada apa yang akan dialami atau dilalui pada kehidupan sekarang. Dalam hidup tidak bisa dipisahkan dari tiga waktu yaitu: atita, nagata, dan wartamana (dahulu, sekarang, dan yang akan datang).

Dalam penggunaannya pada kehidupan sehari-hari kata “swastyastu” diawali dengan kata “Om” sebagai ucapan aksara suci Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sehingga menjadi “Om Swastyastu”. Kata ini biasa atau lumrah digunakan sebagai salam pembuka (selain swastiprapta, yang berarti selamat datang) kemudian diakhiri dengan “Om Santih, Santih, Santih Om” yang berarti semoga damai di hati, damai di dunia, dan damai di akhirat (selain swastimukha yang berarti salam penutup yang belakang). Namun kini di kota-kota besar, kata “swastyastu” juga digunakan sebagai salam penutup atau akhir sebuah percakapan. Bagi orang desa seperti saya, terus terang saja ketika mendengarnya terasa aneh di telinga saya, sampai pada akhirnya saya penasaran tentang penggunaan kata tersebut sebagai salam penutup dan mencari arti kata tersebut dalam beberapa kamus-kamus yang ada. Jika dilihat dari pengertian arti katanya dalam kamus memang wajar kata itu dipergunakan sebagai salam penutup sesuai dengan artinya, namun jika melihat nilai rasa maka akan terasa janggal atau kurang pas (mungkin karena saya awam atau kurang terbiasa mendengarnya).

Dalam agama Hindu, sebuah awal adalah akhir dari semua yang terjadi, sedangkan akhir adalah sebuah awal sesuatu yang baru. Hal ini yang mungkin dijadikan patokan penggunaan kata “swastiastu” sebagai salam pembukaan dan salam penutup perjumpaan atau percakapan (selain mungkin penunjukan eksistensi terhadap agama lain bahwa agama Hindu juga memiliki salam awal dan akhir seperti halnya agama lain). Namun, jika melihat lagi pada nilai rasa, rasanya kedengaran janggal. Pada kesempatan ini saya juga mencoba menyampaikan beberapa padanan kata, yang mudah-mudahan tidak jauh berbeda artinya dengan “swastyastu” sebagai salam penutup perjumpaan atau percakapan. Beberapa kata tersebut antara lain: “swastimukha”, yang berarti permulaan (mukha) kesejahteraan, permulaan nasib baik, permulaan keselamatan; “swastisanti”, yang berarti ucapan selamat berpisah dan damai (santi), selamat jalan dan semoga damai.
Demikian yang dapat saya tulis pada kesempatan ini, apabila ada kekurangannya mohon ditambahkan. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan.Suksma.

Daftar Pustaka.
  1. Surada, I Made. 2007. Kamus Sanskerta-Indonesia. Denpasar: Widya Dharma.
  2. Warna, I Wayan, dkk. 1988. Kamus Kawi-Bali. Denpasar: Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Dati I Bali.
  3. Warna, I Wayan, dkk. 1991. Kamus Bali-Indonesia. Denpasar: Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Dati I Bali.
  4. Zoetmulder, P.J. dan S.O. Robson. 2004. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar