Ketika Kardama
telah pergi melanjutkan perjalanan spiritualnya sebagai Sanyasin. Dan, Kapila
sudah menginjak remaja kala Dewahuti teringat kehidupannya di masa lalu. Dewahuti
adalah seorang putri yang baik yang patuh terhadap kedua orang tuanya,
Swayambhu Manu dan Satarupa. Sejak kecil Dewahuti begitu yakin bahwa Tuhan Yang
Maha Pengasih akan membimbing dirinya lewat orang-orang yang berada di
dekatnya. Dewahuti yakin bahwa ayah dan ibunya adalah guru pemandu yang diutus
Tuhan untuk membimbingnya saat dirinya lahir ke dunia. Setelah Dewahuti kawin
dengan Kardama dan ditinggalkan oleh kedua orang tuanya, Dewahuti menganggap
Kardama sebagai guru spiritualnya. Dan, setelah Kardama pergi, maka Dewahuti
merasa yakin bahwa Kapila, putranya sendiri adalah wujud Narayana yang akan
memandu dirinya yang tidak mengenal Weda dan ilmu ketuhanan lainnya kecuali
hanya berbekal pengabdian yang tulus.
Dewahuti
teringat pesan Brahma, sang mertua pada saat dirinya dan Kardama menikah,
“Menantu terkasihku, Narayana berkehendak mengajarkan Brahmawidya, ilmu tentang
ketuhanan kepada dunia. Oleh karena itu, Narayana akan lahir sebagai putramu.
Dia akan mengajari ilmu itu pertama kali kepadamu, agar kau terbersihkan dari
Awidya, ketidaktahuan yang menjadi penyakit di dunia ini! Mereka yang sakit
jiwanya merasa dirinya hampa, akan selalu mengejar kedudukan, ketenaran dan
kekayaan. Seseorang yang ingin menonjolkan dirinya pun, sedang menderita sakit.”
Dewahuti berkata
kepada Kapila, “Putraku, ibu tahu bahwa kau adalah Narayana sendiri. Aku minta
kau membantu ibumu ini. Aku lelah dan muak hidup dengan hanya memuaskan
kesenangan indera dan pikiran. Kamu adalah matahari yang dapat mengusir
kegelapan pikiran orang awam seperti diriku. Di dalam badan yang terdiri dari 5
elemen alami, sudah Kau tanamkan rasa “aku” dan “milikku”. Berilah aku jalan
untuk menuju kedamaian dan keselamatan.” Kapila tersenyum dan berkata, “Wahai
ibu, menurutku hanya ada satu yoga yang
mengakhiri penderitaan atau samsara. Aku telah mengajarkannya kepada
para resi yang sudah siap pada kalpa lalu. Dan, Aku akan memberi pelajaran yang
lebih mudah. Ibu, adalah pikiran yang menyebabkan perbudakan atau kebebasan.
Manakala pikiran di arahkan keluar diri, ia akan mengembara menjauhi Atman.
Akan tetapi jika pikiran berbalik ke dalam diri, mengarah kepada-Ku, maka ia
akan menjadi penyebab kebebasan dari jerat indera. Ini adalah langkah pertama
menuju tujuan. Manakala rasa “aku” dan “milikku” lenyap, pikiran akan bebas
dari nafsu, kemarahan dan lain-lainnya. Pikiran menjadi murni. Kesenangan dan
penderitaan dunia tidak akan mempengaruhinya. Keterikatan pada dunia dilepaskan
dengan jalan bhakti terhadap-Ku dan mempertahankan kesadaran kebenaran tentang
Aku, maka selanjutnya pikiran dapat merasakan ketuhanan. Dari semua jalan
kepada-Ku, Bhakti adalah yang paling mudah. Para bijak mengatakan keterikatan
adalah salah satu sifat yang tak dapat dipisahkan dari manusia. Keterikatan
selalu ada, maka ubahlah obyek keterikatan dari obyek luar diri kepada obyek di
dalam diri, dari obyek duniawi menjadi keterikatan pada-Ku.
Kapila
melanjutkan, “Wahai ibu, proses memindahkan keterikatan dari yang rendah kepada
yang lebih tinggi merupakan proses yang bertahap. Untuk itu langkah terbaik
adalah “sadhusangha”, berkumpul dengan para sadhu. Bagaimana mengenali para
sadhu? Mereka tidak terpengaruh penderitaan dan rasa sakit. Mereka penuh rasa
kasih terhadap semua makhluk. Mereka damai dengan diri mereka sendiri.
Pemikiran mereka hanya terfokus kepada-Ku. Mereka tertarik hanya pada cerita
tentang Aku. Dan mereka merasa bahagia saat menceritakan tentang Aku kepada
orang lain. Ibu! Bila pikiranmu terfokus pada mereka, maka mereka mampu membantumu untuk melepaskan keterikatan yang lain.”
“Berkumpul
dengan para sadhu secara terus-menerus membuat Ibu akan terbiasa dengan cerita
tentang Aku. Cerita yang menyenangkan telinga dan membahagiakan hati.
Kebahagiaan dalam dalam cerita ini akan membimbing Ibu menuju diri-Ku.
Keterikatan pada diri-Ku akan akan menyebabkan Ibu terlepas dari perangkap
alami di sekitar Ibu dan tingkat kesadaran akan semakin tajam. Tidak ada lagi
keterikatan kepada obyek indera. Menyerahkan diri seluruhnya kepada-Ku akan
menjadi satu dengan Aku, bahkan di dalam kelahiran kali ini!”
Dewahuti
menyimak seluruh perkataan Sang Putra dan larut dalam pemahaman-Nya, “Putraku,
ceritakan bagaimana wanita bodoh seperti aku yang belum belajar Weda dan
kebenaran yang lain, dapat mencapai-Mu. Jalan mana yang paling mudah membimbing
ke arah-Mu?” Dengan sabar Kapila menjelaskan, “Jalan Bhakti Ibu. Para sadhu
berpikir hanya melayani Aku. Terikat hanya pada Aku. Melaksanakan tindakan
hanya untuk Aku. Berbicara hanya cerita tentang Aku. Mereka sangat berbahagia
dengan memikirkan Aku. Mereka tidak tertarik dengan kemuliaan duniawi dan
surgawi, akan tetapi Aku memberikan
kepada mereka semua yang berhak mereka peroleh. Para bhakta-Ku tidak akan
pernah binasa. Waktu yang adalah senjataku tidak berdaya sejauh mereka bersatu
dengan Aku. Aku sayang kepada mereka sebagai sayangnya ayah terhadap
putra-putranya. Bhakta-ku tidak punya rasa takut kepada siapa pun. Karena
segalanya di alam semesta ini ada di bawah kekuasaanku. Untuk bebas dari maya dan mencapai keadaan dimana
kekuatan dunia tidak tidak dapat mempengaruhi jiwa, satu jalan sudah cukup,
yaitu jalan bhakti. Berpikirlah tentang Tuhan sepanjang waktu. Bhakti akan
dengan sendirinya memberimu Jnana, pengetahuan/kesadaran dan Wairagya, ketidakterikatan.
Engkau tidak perlu mencarinya. Mencintai Tuhan akan membuatku tidak peduli
terhadap cinta yang lain. Manakala seorang Bhakta tujuan hidupnya hanya Tuhan,
maka ia telah belajar Kebenaran. Awidya, ketidaktahuannya telah lenyap. Orang
yang menyadari ini adalah Brahman sendiri. Menyadari Brahman bukan pengetahuan
tetapi suatu keadaan. Engkau akan mengetahui bahwa engkau adalah Brahman. Wahai
ibu, aku telah mengajarimu jalan yang mudah.”
Setelah
selesai mengajarkan Samkhya lewat ibunya, maka Kapila pamit dan segera
meninggalkan ibunya. Dewahuti sudah ditinggalkan 9 putrinya, kemudian suaminya,
dan terakhir putranya. Akan tetapi dia telah mendapatkan pelajaran tentang
bhakti langsung oleh Narayana sendiri yang mewujud sebagai Kapila, putra
terkasihnya. Dia melaksanakan ajaran Kapila dengan sepenuh hati. Pikirannya
terfokus pada Narayana. Rasa suka dan duka tidak mempengaruhinya lagi. Dan ia
telah menyatu dengan Narayana bahkan sebelum maut menjemputnya. Tempat dimana
Dewahuti mencapai Brahman menjadi tempat suci. Badan Dewahuti menjadi sebuah
sungai suci yang disebut Siddhapada.
Kisah Dewahuti
adalah perjalanan hidup seorang wanita yang melayani orang tua dengan penuh
bhakti, melayani suami dengan penuh hormat dan melayani putra-putrinya dengan
penuh kasih. Dewahuti menganggap mereka semua sebagai Tuhan yang mewujud di
dalam keluarganya sebagai pemandunya, dan akhirnya Dewahuti dibimbing oleh
Tuhan sendiri untuk menyatu dengan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar