Selasa, 17 April 2012

Kedisiplinan Diri

Cerita ini diambil dari buku Tantri Kamandaka, yang mengisahkan kehidupan satwa baik yang berkaki empat, berkaki dua dan mereka hidup di tengah hutan. Cerita ini mengandung ajaran-ajaran agama, filsafat, moral, etika, dan nilai-nilai persabahatan. Keseluruhan cerita ini diperankan oleh satwa yang menggambarkan berbagai karakter manusia. Salah satu cerita Tantri Kamandaka ini adalah menceritakan persahabatan sepasang angsa dengan seekor empas (kura-kura), cerita singkatnya adalah sebagai berikut:
Suatu hari di musim kemarau dan suasana benar-benar panas terik, sepasang angsa jantan dan betina, bercakap-cakap bahwa air danau tempat mereka tinggal mulai surut karena musim kemarau yang berkepanjangan.
Angsa jantan mengusulkan agar pindah dari danau Kumudhawati tempat tinggal mereka menuju sebuah danau di lereng pegunungan Himalaya bernama Manasasara. Percakapan mereka ternyata didengar oleh seekor empas dan empas ini ingin ikut pergi bersama ke danau Manasasara.
"Wahai sahabatku para angsa yang terhormat, janganlah nodai persahabatan kita dengan meninggalkan saya disini sendiri, pada saat air danau mulai surut dan ikan-ikan banyak yang mati. Sahabat yang sejati adalah mereka yang menolong temannya pada saat temannya mendapatkan musibah, sakit atau menderita. Tolonglah saya, jangan saya ditinggal sendiri disini. "Baiklah sahabatku empas, kami mau mengajak engkau ke danau Manasasara, tetapi dengan satu catatan, asalkan engkau taat kepada apa yang menjadi kesepakatan kita. Angsa jantan berkata: "Caranya saya akan mencucuk masing-masing ujung sebatang kayu bersama betina saya dan kamu mencucuk pada bagian tengahnya dan cucuk erat-erat dan jangan mendengarkan ocehan atau berbicara sepatah katapun." Engkau harus berdisiplin, sebab tanpa disiplin yang ketat, engkau akan gagal."
"Apa saja yang dilakukan mesti dengan sepenuh hati dan penuh disiplin". Empas itu menyetujui apa yang disampaikan oleh kedua angsa tersebut. Pada hari yang ditentukan, kedua angsa ini mengambil sebatang kayu sepanjang satu meter. Kedua angsa ini kemudian mencucuk pada bagian ujung kayu itu dan empas mencucuk dibagian tengah batang kayu tersebut. Sebelum mereka terbang, mereka melakukan beberapa kali latihan dan ternyata berhasil. Kini mereka sudah mulai menempuh perjalanan yang jauh dan terbang cukup tinggi. Saat melintasi sebuah perkampungan, mereka melihat di bawah ada sepasang anjing jantan dan betina yang memperhatikannya, dan mereka melolong-lolong, anjing betina mengatakan bahwa sepasang angsa menerbangkan seonggok tahi sapi kering.
Mendengar pembicaraan kedua anjing itu, empas tidak dapat menahan diri, ia sangat emosi dan marah serta terhina disebut-sebut sebagai seonggok tahi sapi kering. Hatinya sangat terbakar oleh ucapan tersebut, ketika empas (kura-kura) itu membuka mulutnya untuk marah, ternyata ia jatuh ke tanah dan tubuhnya hancur lebur dan mati. Kedua ekor anjing itu lalu menyantap bangkai empas yang berkeping-keping tersebut.
                Adapun makna cerita ini adalah, sahabat sejati akan merasakan kebahagiaan dan sekaligus penderitaan sahabatnya. Sahabat sejati akan membantu dengan tulus baik berupa materi, tenaga dan nasihat tanpa mengharapkan imbalan apapun. Namun demikian semua bantuan itu khususnya berupa nasihat-nasihat yang bijak dan baik, tidak akan dapat merubah keadaan apabila kita tidak mematuhinya dengan disiplin, dan pengendalian diri. Ketika diminta bersabar, seseorang kadang-kadang marah dan tidak mampu menahan diri. Akibatnya dia terjerumus dalam lembah penderitaan bahkan kematian seperti yang dialami oleh empas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar