Senin, 03 Desember 2012

Kisah Dewahuti: Seorang Putri, Istri, Ibu dan Sekaligus Hamba Yang Berbhakti


Ketika Kardama telah pergi melanjutkan perjalanan spiritualnya sebagai Sanyasin. Dan, Kapila sudah menginjak remaja kala Dewahuti teringat kehidupannya di masa lalu. Dewahuti adalah seorang putri yang baik yang patuh terhadap kedua orang tuanya, Swayambhu Manu dan Satarupa. Sejak kecil Dewahuti begitu yakin bahwa Tuhan Yang Maha Pengasih akan membimbing dirinya lewat orang-orang yang berada di dekatnya. Dewahuti yakin bahwa ayah dan ibunya adalah guru pemandu yang diutus Tuhan untuk membimbingnya saat dirinya lahir ke dunia. Setelah Dewahuti kawin dengan Kardama dan ditinggalkan oleh kedua orang tuanya, Dewahuti menganggap Kardama sebagai guru spiritualnya. Dan, setelah Kardama pergi, maka Dewahuti merasa yakin bahwa Kapila, putranya sendiri adalah wujud Narayana yang akan memandu dirinya yang tidak mengenal Weda dan ilmu ketuhanan lainnya kecuali hanya berbekal pengabdian yang tulus.

Dewahuti teringat pesan Brahma, sang mertua pada saat dirinya dan Kardama menikah, “Menantu terkasihku, Narayana berkehendak mengajarkan Brahmawidya, ilmu tentang ketuhanan kepada dunia. Oleh karena itu, Narayana akan lahir sebagai putramu. Dia akan mengajari ilmu itu pertama kali kepadamu, agar kau terbersihkan dari Awidya, ketidaktahuan yang menjadi penyakit di dunia ini! Mereka yang sakit jiwanya merasa dirinya hampa, akan selalu mengejar kedudukan, ketenaran dan kekayaan. Seseorang yang ingin menonjolkan dirinya pun,  sedang menderita sakit.”

Dewahuti berkata kepada Kapila, “Putraku, ibu tahu bahwa kau adalah Narayana sendiri. Aku minta kau membantu ibumu ini. Aku lelah dan muak hidup dengan hanya memuaskan kesenangan indera dan pikiran. Kamu adalah matahari yang dapat mengusir kegelapan pikiran orang awam seperti diriku. Di dalam badan yang terdiri dari 5 elemen alami, sudah Kau tanamkan rasa “aku” dan “milikku”. Berilah aku jalan untuk menuju kedamaian dan keselamatan.” Kapila tersenyum dan berkata, “Wahai ibu, menurutku hanya ada satu yoga yang  mengakhiri penderitaan atau samsara. Aku telah mengajarkannya kepada para resi yang sudah siap pada kalpa lalu. Dan, Aku akan memberi pelajaran yang lebih mudah. Ibu, adalah pikiran yang menyebabkan perbudakan atau kebebasan. Manakala pikiran di arahkan keluar diri, ia akan mengembara menjauhi Atman. Akan tetapi jika pikiran berbalik ke dalam diri, mengarah kepada-Ku, maka ia akan menjadi penyebab kebebasan dari jerat indera. Ini adalah langkah pertama menuju tujuan. Manakala rasa “aku” dan “milikku” lenyap, pikiran akan bebas dari nafsu, kemarahan dan lain-lainnya. Pikiran menjadi murni. Kesenangan dan penderitaan dunia tidak akan mempengaruhinya. Keterikatan pada dunia dilepaskan dengan jalan bhakti terhadap-Ku dan mempertahankan kesadaran kebenaran tentang Aku, maka selanjutnya pikiran dapat merasakan ketuhanan. Dari semua jalan kepada-Ku, Bhakti adalah yang paling mudah. Para bijak mengatakan keterikatan adalah salah satu sifat yang tak dapat dipisahkan dari manusia. Keterikatan selalu ada, maka ubahlah obyek keterikatan dari obyek luar diri kepada obyek di dalam diri, dari obyek duniawi menjadi keterikatan pada-Ku.

Kapila melanjutkan, “Wahai ibu, proses memindahkan keterikatan dari yang rendah kepada yang lebih tinggi merupakan proses yang bertahap. Untuk itu langkah terbaik adalah “sadhusangha”, berkumpul dengan para sadhu. Bagaimana mengenali para sadhu? Mereka tidak terpengaruh penderitaan dan rasa sakit. Mereka penuh rasa kasih terhadap semua makhluk. Mereka damai dengan diri mereka sendiri. Pemikiran mereka hanya terfokus kepada-Ku. Mereka tertarik hanya pada cerita tentang Aku. Dan mereka merasa bahagia saat menceritakan tentang Aku kepada orang lain. Ibu! Bila pikiranmu terfokus pada mereka, maka mereka mampu  membantumu untuk melepaskan keterikatan yang lain.”

“Berkumpul dengan para sadhu secara terus-menerus membuat Ibu akan terbiasa dengan cerita tentang Aku. Cerita yang menyenangkan telinga dan membahagiakan hati. Kebahagiaan dalam dalam cerita ini akan membimbing Ibu menuju diri-Ku. Keterikatan pada diri-Ku akan akan menyebabkan Ibu terlepas dari perangkap alami di sekitar Ibu dan tingkat kesadaran akan semakin tajam. Tidak ada lagi keterikatan kepada obyek indera. Menyerahkan diri seluruhnya kepada-Ku akan menjadi satu dengan Aku, bahkan di dalam kelahiran kali ini!”

Dewahuti menyimak seluruh perkataan Sang Putra dan larut dalam pemahaman-Nya, “Putraku, ceritakan bagaimana wanita bodoh seperti aku yang belum belajar Weda dan kebenaran yang lain, dapat mencapai-Mu. Jalan mana yang paling mudah membimbing ke arah-Mu?” Dengan sabar Kapila menjelaskan, “Jalan Bhakti Ibu. Para sadhu berpikir hanya melayani Aku. Terikat hanya pada Aku. Melaksanakan tindakan hanya untuk Aku. Berbicara hanya cerita tentang Aku. Mereka sangat berbahagia dengan memikirkan Aku. Mereka tidak tertarik dengan kemuliaan duniawi dan surgawi, akan tetapi  Aku memberikan kepada mereka semua yang berhak mereka peroleh. Para bhakta-Ku tidak akan pernah binasa. Waktu yang adalah senjataku tidak berdaya sejauh mereka bersatu dengan Aku. Aku sayang kepada mereka sebagai sayangnya ayah terhadap putra-putranya. Bhakta-ku tidak punya rasa takut kepada siapa pun. Karena segalanya di alam semesta ini ada di bawah kekuasaanku.  Untuk bebas dari maya dan mencapai keadaan dimana kekuatan dunia tidak tidak dapat mempengaruhi jiwa, satu jalan sudah cukup, yaitu jalan bhakti. Berpikirlah tentang Tuhan sepanjang waktu. Bhakti akan dengan sendirinya memberimu Jnana, pengetahuan/kesadaran dan Wairagya, ketidakterikatan. Engkau tidak perlu mencarinya. Mencintai Tuhan akan membuatku tidak peduli terhadap cinta yang lain. Manakala seorang Bhakta tujuan hidupnya hanya Tuhan, maka ia telah belajar Kebenaran. Awidya, ketidaktahuannya telah lenyap. Orang yang menyadari ini adalah Brahman sendiri. Menyadari Brahman bukan pengetahuan tetapi suatu keadaan. Engkau akan mengetahui bahwa engkau adalah Brahman. Wahai ibu, aku telah mengajarimu jalan yang mudah.”

Setelah selesai mengajarkan Samkhya lewat ibunya, maka Kapila pamit dan segera meninggalkan ibunya. Dewahuti sudah ditinggalkan 9 putrinya, kemudian suaminya, dan terakhir putranya. Akan tetapi dia telah mendapatkan pelajaran tentang bhakti langsung oleh Narayana sendiri yang mewujud sebagai Kapila, putra terkasihnya. Dia melaksanakan ajaran Kapila dengan sepenuh hati. Pikirannya terfokus pada Narayana. Rasa suka dan duka tidak mempengaruhinya lagi. Dan ia telah menyatu dengan Narayana bahkan sebelum maut menjemputnya. Tempat dimana Dewahuti mencapai Brahman menjadi tempat suci. Badan Dewahuti menjadi sebuah sungai suci yang disebut Siddhapada.

Kisah Dewahuti adalah perjalanan hidup seorang wanita yang melayani orang tua dengan penuh bhakti, melayani suami dengan penuh hormat dan melayani putra-putrinya dengan penuh kasih. Dewahuti menganggap mereka semua sebagai Tuhan yang mewujud di dalam keluarganya sebagai pemandunya, dan akhirnya Dewahuti dibimbing oleh Tuhan sendiri untuk menyatu dengan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar