Selasa, 04 Desember 2012

Kisah Kardama: Putra, Suami, dan Ayah yang Mampu Memberi Teladan


Dalam Srimad Bhagawatam dikisahkan bahwa setelah mahapralaya, Brahma yang baru saja muncul dari bunga teratai tidak dapat mengukur kedalaman tangkai bunga teratai yang keluar dari pusar Narayana.  Narayana pun masih merupakan misteri bagi Brahma. Kemudian Brahma mendapat perintah untuk bertapa dan baru setelah itu memperoleh visi tentang Narayana dan mendengar perintah-Nya untuk menciptakan dunia dan makhluknya. Akan tetapi tidak semua putra yang diciptakannya mematuhi perintah Brahma untuk membantu penciptaan. Sanaka, Sananda, Sanatama dan Sanathakumara menolak permintaan Brahma untuk mencipta lebih lanjut. Kardama dan Manu adalah dua orang putra Brahma yang patuh kepada perintah Bapaknya.

Kardama pergi ke hulu sungai Saraswati dan bertapa hingga beberapa tahun lamanya.  Pada suatu hari dalam pandangan Kardama, Narayana muncul dan bertanya tentang apa yang diinginkannya. Kardama menjawab, “Hamba adalah manusia yang beruntung yang telah mendapatkan karunia untuk menyaksikan Tuhan. Tuhan adalah Parambrahman, Roh Yang Maha Agung, dan setelah menyaksikan Tuhan manusia tak punya keinginan lainnya lagi. Saudara hamba Narada telah melakukan hal demikian pada kalpa yang lalu, sehingga pada kalpa ini dia dilahirkan lagi sebagai dewaresi. Akan tetapi ayahanda hamba telah memerintah hamba untuk melakukan tugas penciptaan, oleh karena hamba tidak dapat menghilangkan keinginan untuk menyelesaikan tugas dari ayahanda kami. Oleh karena itu kami mohon agar Tuhan berkenan memberikan wanita sempurna kepada kami, sehingga kami dapat mempersembahkan putra-putri terbaik bagi dunia. Bagaimana pun tujuan utama kami adalah Tuhan, oleh karena itu mohon berkahmu agar kami sekeluarga selamat dalam melaksanakan peran kami di dunia ini.”

Kardama pergi ke hulu sungai Saraswati untuk menyendiri dan berdoa. Kardama melanjutkan, “Tuhan juga mewujud sebagai Sang Kala, Waktu. Roda waktu mempunyai 360 jeruji hari. Kecepatan roda tersebut begitu hebat, tak ada seorang pun yang dapat mengatasinya kekuasaannya. Mereka yang mengejar kepuasan keinginan pancaindera dan pikiran, lupa memikirkan Gusti dan hidupnya berakhir sia-sia tanpa memperoleh apa pun jua. Mohon berkahi hamba dengan ketidakterikatan terhadap obyek dunia maya, buat kami efisien melaksanakan tugas dari Ayahanda dan agar selalu mengikuti kehendak Tuhan.”

Doa Kardama selalu mewarnai setiap upayanya. Doa memberi Kardama semangat untuk berjuang, untuk menyelesaikan perkara, mencari solusi. Doa sendiri bukan solusi. Doa adalah semangat di balik upaya manusia. Nampaknya doa Kardama untuk lepas dari jerat Sang Kala sangat mudah, padahal melepaskan diri dari roda Sang Kala hanya dapat dilakukan oleh mereka yang tindakannya sudah selaras dengan alam semesta. Dan selaras dengan alam semesta itulah yang diupayakan secara sungguh-sungguh oleh Kardama.

Narayana tersenyum dan  berkata, “Dalam dua hari Manu dan Satarupa akan mengantarkan Dewahuti, putrinya untuk kau nikahi. Darinya akan lahir 9 putri yang akan kau nikahkan dengan Marici dan para resi lainnya. Dan, Aku akan lahir sebagai putramu untuk membabarkan “samkhya”, filsafat kebijaksanaan di atas bumi. Dua hari kemudian Kardama kedatangan tamu Manu, Satarupa dan Dewahuti, putri mereka. Manu mengatakan bahwa dia sudah mendengar dari Narada tentang kemuliaan Kardama dan kemudian mendapat petunjuk Narayana agar Kardama bersedia menikahi Dewahuti yang telah setuju untuk menjadi istri Kardama. Kardama berkata, “Aku bersyukur mendapatkan istri yang sempurna seperti Dewahuti, akan tetapi ijinkan aku mengatakan sesuatu sebelum pernikahan terjadi. Aku dan putrimu akan mengarungi Grihastashrama, rumah tangga dan dia menjadi ibu dari putra-putri kami berdua. Akan tetapi pada hakikatnya baik suami dan istri adalah milik Tuhan, sang pemilik tunggal alam semesta. Kita tidak boleh lupa tujuan manusia hidup di dunia adalah untuk menemukan “sangkan-paraning dumadi”, menemukan Tuhan, asal dan tujuan semua makhluk. Aku sudah berjanji pada Narayana bahwa setelah putra-putriku lahir, aku akan meninggalkan keluarga untuk melanjutkan perjalanan hidup menemui-Nya. Manusia yang telah mengikuti tiga ashrama: Brahmacharya, Grihasta dan Wanaprasta melanjutkan diri sebagai Sanyasin, hidup hanya semata-mata untuk Tuhan.”

Semuanya setuju dengan syarat Kardama dan Dewahuti kemudian dikawinkan dengan Kardama dan ditinggalkan oleh Manu dan Satarupa yang melanjutkan perjalanan mereka. Dewahuti adalah istri yang baik sebaik Parwati dalam melayani Mahadewa. Mereka hidup di hutan, dan tahun demi tahun terlewati. Dewahuti tetap berbahagia walau permatanya sudah dibuang dan demikian pula suteranya sehingga dia hanya berpakaian sederhana dan hidup seadanya. Hidupnya adalah semata-mata mengabdi kepada sang suami. Kardama sangat berbahagia dan berkata, “Istriku, kamu selalu bahagia dalam mengarungi kehidupan bersamaku dalam kemiskinan dan kesulitan, serta melayani aku yang sedang bertapabrata. Kamu telah memperoleh rahmat Tuhan, sehingga aku akan memberimu kekuatan untuk melihat dengan mata batin. Dengan melihat kemuliaan Narayana, kamu tidak akan tertarik lagi dengan kenikmatan inderawi. Aku tahu kamu tidak berkeinginan apa-apa selain melayaniku dan aku juga tahu keinginanmu yang alami untuk melahirkan putra-putri.”

Dengan yoganya, Kardama menciptakan “Wimana”, sebuah kendaraan yang sangat indah seperti istana dalam negeri dongeng. “Istriku, masuklah Bindusara. Setelah mandi di dalamnya, kamu akan menemaniku berada dalam Wimana.” Tatkala Dewahuti mandi di Bindusara, tubuhnya kembali muda, cantik mempesona dan dengan memakai pakaian sutera dan perhiasan intan permata dia naik Wimana dan melihat Kardama sangat tampan yang segera menjalankan Wimana secepat angin. Ratusan tahun telah lewat dan Dewahuti telah menjadi ibu dari 9 putri.

Pada suatu hari Dewahuti berkata, “Aku tahu, Kakanda akan segera meninggalkan aku menjalani wanaprasta dan menjadi sanyasin. Akan tetapi kabulkan permohonanku. Putri-putri kita nanti akan meninggalkan aku mengikuti suami mereka. Selama ini aku tidak takut terhadap keterikatan dengan dunia karena ada kakanda. Akan tetapi kakanda akan pergi, dan oleh karena itu aku mohon berikan aku seorang putra yang akan mengajariku bagaimana membebaskan diri dari keterikatan dunia ini.”

Kardama menenangkan kegelisahan sang istri dan berkata, “Istriku, kamu bukan seorang ibu yang bernasib sial. Kamu adalah wanita paling beruntung di atas bumi ini, Narayana mengatakan kepadaku bahwa dia akan lahir sebagai putramu. Mulai hari ini kamu harus mempersiapkan diri untuk membuat dirimu pantas menerima Tuhan. Pertama sekali jagalah kesehatanmu, sehat jasmani dan sehat mental-emosional. Kedua berpuas-dirilah terhadap apa pun yang dikaruniakan kepadamu. Berdoalah kepada-Nya siang dan malam dengan penuh keyakinan, lakukan semua pekerjaanmu dengan penuh kasih, semata-mata merupakan persembahan bagi-Nya. Ia akan lahir dan memberikan pelajaran Brahmawidya, pengetahuan keilahian yang akan menghancurkan semua jerat keterikatan pada dunia. Melalui kamu manusia akan belajar keluar dari hutan belantara dunia maya.”

Saat mereka kembali ke tepi sungai Saraswati mereka kedatangan Brahma beserta Marici dan para resi lainnya. Brahma berkata kepada Kardama dan Dewahuti, “Kalian telah memenuhi perintahku, berikan 9 putrimu kepada Marici dan resi-resi yang lain. Aku tahu Narayana ada dalam kandungan Dewahuti, dan Dia akan mengajarkan Samkhya Yoga yang agung dan Dia akan terkenal sebagai Kapila.”

Kardama menikahkan putrinya dengan para resi: Kala dengan Marici; Anasuya dengan Atri; Sraddha dengan Angirasa; Hawirbhu dengan Pulastya; Gati dengan Pulaha; Kriya dengan Kratu; Khiyati dengan Bhrigu; Arundhati dengan Wasistha; dan Santi dengan Atharwa. Beberapa tahun kemudian Kapila sudah menjadi anak kecil yang bijaksana dan mengijinkan Ayahandanya melanjutkan perjalanan hidupnya sebagai seorang Sanyasi.  Kardama hidup dalam kesunyian hutan. Seluruh kesadarannya terpusat pada Brahman. Ia sudah tidak punya rasa keterikatan pada duniawi. Ketiga guna telah seimbang dan menjadi nirguna. Rasa “Aku” dan “Milikku” telah lenyap. Dia hanya melihat Narayana dan mencapai kaki-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar