Dalam Srimad
Bhagawatam dikisahkan bahwa setelah mahapralaya, Brahma yang baru saja muncul
dari bunga teratai tidak dapat mengukur kedalaman tangkai bunga teratai yang
keluar dari pusar Narayana. Narayana pun
masih merupakan misteri bagi Brahma. Kemudian Brahma mendapat perintah untuk
bertapa dan baru setelah itu memperoleh visi tentang Narayana dan mendengar
perintah-Nya untuk menciptakan dunia dan makhluknya. Akan tetapi tidak semua
putra yang diciptakannya mematuhi perintah Brahma untuk membantu penciptaan.
Sanaka, Sananda, Sanatama dan Sanathakumara menolak permintaan Brahma untuk
mencipta lebih lanjut. Kardama dan Manu adalah dua orang putra Brahma yang
patuh kepada perintah Bapaknya.
Kardama pergi
ke hulu sungai Saraswati dan bertapa hingga beberapa tahun lamanya. Pada suatu hari dalam pandangan Kardama,
Narayana muncul dan bertanya tentang apa yang diinginkannya. Kardama menjawab,
“Hamba adalah manusia yang beruntung yang telah mendapatkan karunia untuk
menyaksikan Tuhan. Tuhan adalah Parambrahman, Roh Yang Maha Agung, dan setelah
menyaksikan Tuhan manusia tak punya keinginan lainnya lagi. Saudara hamba
Narada telah melakukan hal demikian pada kalpa yang lalu, sehingga pada kalpa
ini dia dilahirkan lagi sebagai dewaresi. Akan tetapi ayahanda hamba telah
memerintah hamba untuk melakukan tugas penciptaan, oleh karena hamba tidak
dapat menghilangkan keinginan untuk menyelesaikan tugas dari ayahanda kami.
Oleh karena itu kami mohon agar Tuhan berkenan memberikan wanita sempurna
kepada kami, sehingga kami dapat mempersembahkan putra-putri terbaik bagi
dunia. Bagaimana pun tujuan utama kami adalah Tuhan, oleh karena itu mohon
berkahmu agar kami sekeluarga selamat dalam melaksanakan peran kami di dunia
ini.”
Kardama pergi
ke hulu sungai Saraswati untuk menyendiri dan berdoa. Kardama melanjutkan,
“Tuhan juga mewujud sebagai Sang Kala, Waktu. Roda waktu mempunyai 360 jeruji
hari. Kecepatan roda tersebut begitu hebat, tak ada seorang pun yang dapat
mengatasinya kekuasaannya. Mereka yang mengejar kepuasan keinginan pancaindera
dan pikiran, lupa memikirkan Gusti dan hidupnya berakhir sia-sia tanpa
memperoleh apa pun jua. Mohon berkahi hamba dengan ketidakterikatan terhadap
obyek dunia maya, buat kami efisien melaksanakan tugas dari Ayahanda dan agar
selalu mengikuti kehendak Tuhan.”
Doa Kardama
selalu mewarnai setiap upayanya. Doa memberi Kardama semangat untuk berjuang,
untuk menyelesaikan perkara, mencari solusi. Doa sendiri bukan solusi. Doa
adalah semangat di balik upaya manusia. Nampaknya doa Kardama untuk lepas dari
jerat Sang Kala sangat mudah, padahal melepaskan diri dari roda Sang Kala hanya
dapat dilakukan oleh mereka yang tindakannya sudah selaras dengan alam semesta.
Dan selaras dengan alam semesta itulah yang diupayakan secara sungguh-sungguh oleh
Kardama.
Narayana
tersenyum dan berkata, “Dalam dua hari
Manu dan Satarupa akan mengantarkan Dewahuti, putrinya untuk kau nikahi.
Darinya akan lahir 9 putri yang akan kau nikahkan dengan Marici dan para resi
lainnya. Dan, Aku akan lahir sebagai putramu untuk membabarkan “samkhya”,
filsafat kebijaksanaan di atas bumi. Dua hari kemudian Kardama kedatangan tamu
Manu, Satarupa dan Dewahuti, putri mereka. Manu mengatakan bahwa dia sudah
mendengar dari Narada tentang kemuliaan Kardama dan kemudian mendapat petunjuk
Narayana agar Kardama bersedia menikahi Dewahuti yang telah setuju untuk
menjadi istri Kardama. Kardama berkata, “Aku bersyukur mendapatkan istri yang
sempurna seperti Dewahuti, akan tetapi ijinkan aku mengatakan sesuatu sebelum
pernikahan terjadi. Aku dan putrimu akan mengarungi Grihastashrama, rumah
tangga dan dia menjadi ibu dari putra-putri kami berdua. Akan tetapi pada
hakikatnya baik suami dan istri adalah milik Tuhan, sang pemilik tunggal alam
semesta. Kita tidak boleh lupa tujuan manusia hidup di dunia adalah untuk
menemukan “sangkan-paraning dumadi”, menemukan Tuhan, asal dan tujuan semua
makhluk. Aku sudah berjanji pada Narayana bahwa setelah putra-putriku lahir,
aku akan meninggalkan keluarga untuk melanjutkan perjalanan hidup menemui-Nya.
Manusia yang telah mengikuti tiga ashrama: Brahmacharya, Grihasta dan
Wanaprasta melanjutkan diri sebagai Sanyasin, hidup hanya semata-mata untuk
Tuhan.”
Semuanya
setuju dengan syarat Kardama dan Dewahuti kemudian dikawinkan dengan Kardama
dan ditinggalkan oleh Manu dan Satarupa yang melanjutkan perjalanan mereka.
Dewahuti adalah istri yang baik sebaik Parwati dalam melayani Mahadewa. Mereka
hidup di hutan, dan tahun demi tahun terlewati. Dewahuti tetap berbahagia walau
permatanya sudah dibuang dan demikian pula suteranya sehingga dia hanya
berpakaian sederhana dan hidup seadanya. Hidupnya adalah semata-mata mengabdi
kepada sang suami. Kardama sangat berbahagia dan berkata, “Istriku, kamu selalu
bahagia dalam mengarungi kehidupan bersamaku dalam kemiskinan dan kesulitan,
serta melayani aku yang sedang bertapabrata. Kamu telah memperoleh rahmat Tuhan,
sehingga aku akan memberimu kekuatan untuk melihat dengan mata batin. Dengan
melihat kemuliaan Narayana, kamu tidak akan tertarik lagi dengan kenikmatan
inderawi. Aku tahu kamu tidak berkeinginan apa-apa selain melayaniku dan aku
juga tahu keinginanmu yang alami untuk melahirkan putra-putri.”
Dengan
yoganya, Kardama menciptakan “Wimana”, sebuah kendaraan yang sangat indah
seperti istana dalam negeri dongeng. “Istriku, masuklah Bindusara. Setelah
mandi di dalamnya, kamu akan menemaniku berada dalam Wimana.” Tatkala Dewahuti
mandi di Bindusara, tubuhnya kembali muda, cantik mempesona dan dengan memakai
pakaian sutera dan perhiasan intan permata dia naik Wimana dan melihat Kardama
sangat tampan yang segera menjalankan Wimana secepat angin. Ratusan tahun telah
lewat dan Dewahuti telah menjadi ibu dari 9 putri.
Pada suatu
hari Dewahuti berkata, “Aku tahu, Kakanda akan segera meninggalkan aku
menjalani wanaprasta dan menjadi sanyasin. Akan tetapi kabulkan permohonanku.
Putri-putri kita nanti akan meninggalkan aku mengikuti suami mereka. Selama ini
aku tidak takut terhadap keterikatan dengan dunia karena ada kakanda. Akan
tetapi kakanda akan pergi, dan oleh karena itu aku mohon berikan aku seorang
putra yang akan mengajariku bagaimana membebaskan diri dari keterikatan dunia
ini.”
Kardama
menenangkan kegelisahan sang istri dan berkata, “Istriku, kamu bukan seorang
ibu yang bernasib sial. Kamu adalah wanita paling beruntung di atas bumi ini,
Narayana mengatakan kepadaku bahwa dia akan lahir sebagai putramu. Mulai hari
ini kamu harus mempersiapkan diri untuk membuat dirimu pantas menerima Tuhan.
Pertama sekali jagalah kesehatanmu, sehat jasmani dan sehat mental-emosional. Kedua
berpuas-dirilah terhadap apa pun yang dikaruniakan kepadamu. Berdoalah
kepada-Nya siang dan malam dengan penuh keyakinan, lakukan semua pekerjaanmu
dengan penuh kasih, semata-mata merupakan persembahan bagi-Nya. Ia akan lahir
dan memberikan pelajaran Brahmawidya, pengetahuan keilahian yang akan
menghancurkan semua jerat keterikatan pada dunia. Melalui kamu manusia akan
belajar keluar dari hutan belantara dunia maya.”
Saat mereka
kembali ke tepi sungai Saraswati mereka kedatangan Brahma beserta Marici dan
para resi lainnya. Brahma berkata kepada Kardama dan Dewahuti, “Kalian telah
memenuhi perintahku, berikan 9 putrimu kepada Marici dan resi-resi yang lain.
Aku tahu Narayana ada dalam kandungan Dewahuti, dan Dia akan mengajarkan
Samkhya Yoga yang agung dan Dia akan terkenal sebagai Kapila.”
Kardama
menikahkan putrinya dengan para resi: Kala dengan Marici; Anasuya dengan Atri;
Sraddha dengan Angirasa; Hawirbhu dengan Pulastya; Gati dengan Pulaha; Kriya
dengan Kratu; Khiyati dengan Bhrigu; Arundhati dengan Wasistha; dan Santi
dengan Atharwa. Beberapa tahun kemudian Kapila sudah menjadi anak kecil yang
bijaksana dan mengijinkan Ayahandanya melanjutkan perjalanan hidupnya sebagai
seorang Sanyasi. Kardama hidup dalam
kesunyian hutan. Seluruh kesadarannya terpusat pada Brahman. Ia sudah tidak
punya rasa keterikatan pada duniawi. Ketiga guna telah seimbang dan menjadi
nirguna. Rasa “Aku” dan “Milikku” telah lenyap. Dia hanya melihat Narayana dan
mencapai kaki-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar