Jumat, 07 Desember 2012

Rentan Waktu Caru dan Tawur


Di Bali ada berbagai jenis upacara keagamaan. Di antaranya bhuta yadnya, setingkat macaru dan tawur. Lantas, apa ada batasan jangka waktu setiap tingkatan dan jenis upacara macaru dan tawur? Pada saat seperti apa mesti digelar upacara bhuta yadnya yang dinamakan caru dan bilamana lantas menggunakan tawur? Mohon penjelasannya.

Ni Wayan Sukasih
Buahan, Payangan, Gianyar


Jawab:
Terlebih dulu perlu kiranya dijelaskan batasan-batasan yang disebut segehan, caru, maupun tawur. Dalam lontar Carcaning Caru, penggunaan ekasata (kurban dengan seekor ayam yang berbulu lima jenis warna, di Bali disebut ayam brumbun, yakni: ada unsur putih, kuning, merah, hitam, dan campuran keempat warna tadi) sampai dengan pancasata (kurban dengan lima ekor ayam masing-masing dengan bulu berbeda, yakni unsur putih, kuning, merah, hitam, dan campuran keempatnya, sehingga akhirnya juga menjadi lima warna) ini masih digolongkan segehan, sehingga memiliki fungsi sebagai runtutan proses piodalan (ayaban atau tatakan piodalan) yang memilki kekuatan sampai datang piodalan berikutnya. Sedangkan panca sanak sampai dengan panca kelud dalam lontar ini disebutkan sebagai caru yang berfungsi sebagai pengharmonis atau penetral bhuwana agung (alam semesta), di mana caru ini bisa dikaitkan dengan proses pamlaspas maupun pangenteg linggihan pada tingkatan menengah (madya). Usia caru ini 10-20 tahun, tergantung tempat upacara.

Adapun yang digolongkan tawur dimulai dari tingkatan balik sumpah sampai dengan marebu bumi—sesuai dengan yang tersurat dalam lontar Bhama Kertih—digolongkan sebagai upacara besar (utama) yang diselenggarakan pada pura-pura besar. Tawur ini memiliki fungsi sebagai pengharmonis bhuwana agung (alam semesta). Adapun tawur ini memiliki kekuatan mulai dari 30 tahun, 100 tahun (untuk ekadasa rudra), dan 1000 tahun untuk marebu bumi. Caru lazim digelar bilamana terjadi proses upacara pamlaspasan dan ngenteg linggih pada tingkatan madya atau menengah. Begitu juga manakala ada kondisi kadurmanggalan dibutuhkan proses pengharmonisan dengan caru sehingga lingkungan alam kembali stabil.

Adapun tawur dilaksanakan pada tingkatan utama, baik sebagai pangenteg linggih maupun upacara-upacara rutin yang sudah ditentukan oleh aturan sastra atau lontar pada berbagai pura besar di Bali. Tawur ini memiliki makna sebagai pamarisuddha jagat pada tingkatan kabupaten/kota, provinsi, maupun negara.

Sumber: Hindu Bali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar