Kamis, 30 Agustus 2012

Ekalavya Murid Yang Ideal


Guru Dronāchārya (atau Drona) adalah pengajar ilmu perang yang dipilih Kakek Bhisma untuk mengajar semua Kaurava dan Pāndava bersaudara. Beberapa pangeran lain juga belajar padanya. Drona sangat puas dengan pengabdian Arjuna dan dia berjanji pada Arjuna: "Aku akan mengajarmu agar menjadi pemanah terbaik di dunia".

Suatu hari seorang anak remaja bernama Ekalavya dari hutan dekat Ashram datang kepada Guru Drona ingin belajar keahlian memanah. Dia mendengar dari ibunya tentang pemanah terbaik Dronāchārya, putra dari Rsi Bhāradvāja dan murid Rsi Parashurāma. Ekalavya adalah seorang anak yang kesehariannya di hutan, berasal dari keluarga pemburu. Pada waktu itu, bahkan pada jaman ini, keluarga pemburu dianggap sebagai masyarakat rendah. Drona bingung bagaimana caranya mengajar pemuda dari keluarga pemburu dengan para putra mahkota. Jadi beliau memutuskan untuk tidak mengajarkan ilmu memanah pada anak ini, seraya berkata: ”Nak, akan sangat sulit bagiku untuk mengajarmu. Engkau terlahir dengan keahlian pemanah. Kembalilah ke hutan dan berlatihlah dengan kemauan yang dalam. Engkau juga muridku. Semoga engkau menguasai ilmu memanah sesuai dengan keinginanmu.”

Kata-kata Drona merupakan anugrah bagi Ekalavya. Dia mengerti keadaan dirinya dan yakin doa sang guru menyertainya. Dia membuat patung Dronāchārya dari tanah liat, menaruhnya di tempat terbaik di pondoknya, dan mulai memuja patung tersebut dengan hormat, dengan mempersembahkan bunga dan buah. Dia memuja patung gurunya setiap hari, berlatih memanah dan akhirnya menguasai ilmu memanah dengan sangat baik. Ekalavya bangun pagi hari setiap hari, mandi dan melakukan pemujaan. Dia selalu mengenang kata-kata, tindakan dan ilmu Guru Drona yang dilihatnya di Ashram sang Guru. Dia dengan sangat yakin mengikuti perintah sang guru dan terus berlatih.

Sementara Arjuna secara langsung menguasai ilmu memanah dari Drona, Ekalavya mencapai tingkat keahlian yang sama dari jarak jauh. Kalau dia tidak mengerti salah satu teknik memanah, dia akan segera mengahadap ke patung Drona, mengatakan masalahnya, dan menunggu dalam meditasinya sampai pertanyaannya terjawab. Kemudian dia melanjutkan latihannya.

Cerita Ekalavya membuktikan bahwa seseorang bisa mencapai apapun dalam hidup jika yakin dan bekerja keras mencapainya. Selanjutnya, diceritakan tentang pangeran Kaurava dan Pāndava pada suatu hari berburu di hutan. Ekalavya, seorang pemuda dengan kulit hitam, menggunakan baju dari kulit harimau dan kalung kulit kerang, sedang berlatih memanah dengan serius. Anjing pemburu yang menyertai para putra mahkota menggonggongnya. Mungkin dengan maksud memperlihatkan keahliannya, Ekalavya melepaskan tujuh anak panahnya ke rahang anjing yang sedang menggonggong dan semua anak panah tersebut menancap di mulut anjing itu. Anjing itu lari menuju tuannya. Para putra mahkota sangat terkejut melihat keahlian orang yang memanah anjing itu. Mereka ingin tahu siapa pemanah tersebut.

Melihat hal ini, Arjuna, tidak hanya terkejut tapi juga khawatir. Dia ingin dikenal sebagai pemanah terbaik di seluruh dunia. Para putra mahkota mulai mencari pemanah yang mampu memanah anjing mereka dalam waktu yang sangat singkat dan menemukan Ekalavya.
Arjuna berkata: "Keahlian memanahmu sangat luar biasa. Siapakah gurumu?"
"Guruku Dronāchārya," jawab Ekalavya dengan rendah hati.
Arjuna terkejut mendengar nama Drona. Benarkah? Dapatkah guru yang sangat dicintainya ini mengajarkan demikian banyak ilmu pada pemuda ini? Kalau benar, bagaimana dengan janji yang telah diucapkan gurunya kepadanya? Kapan Drona mengajar pemuda ini? Arjuna tidak pernah melihat Ekalavya di Ashram.

Ketika Drona mendengar cerita ini, dia ingat pada Ekalavya dan pergi menemuinya.
Drona berkata: "Engkau telah belajar dengan sangat baik nak. Aku sangat puas dengan hasilnya. Dengan pemujaan dan latihan, engkau telah mencapai hasil yang luar biasa baik. Semoga keberhasilanmu menjadi contoh bagi yang lainnya."
Ekalavya sangat bahagia dan berkata: "Terimakasih, oh Gurudeva! Aku juga muridmu. Kalau tidak, aku tidak yakin bisa mencapai keahlian seperti sekarang."
Drona berkata: "Jika engkau menerima aku sebagai gurumu, engkau harus membayar kewajiban setelah latihanmu selesai. Pikirkanlah."
Ekalavya dengan tersenyum berkata: "Apa yang perlu dipikirkan Guru? Aku muridmu dan gurulah guruku. Mohon katakan apa yang guru inginkan. Aku akan mempersembahkannya walaupun aku harus mengorbankan nyawa untuk itu."
"Ekalavya, aku harus meminta pengorbanan yang sangat tinggi darimu untuk memenuhi janjiku kepada Bhishma dan Arjuna bahwa tidak seorangpun akan mampu menandingi Arjuna dalam hal memanah. Maafkan aku, nak! Bisakah engkau memberikan ibu jari tangan kananmu sebagai bayaranku?"
Ekalavya menatap Dronāchārya beberapa saat. Dia bisa memahami masalah Sang Guru. Dia kemudian berdiri, berjalan ke arah patung Drona dengan mantap, meletakkan jempol kanannya di atas sebuah batu, dan memotongnya dengan panah yang digenggam di tangan kirinya. 
Drona merasa menyesal melihat luka yang diderita Ekalavya dan sangat tersentuh oleh pengabdiannya yang sangat besar. Drona memeluknya dan berkata: "Nak, kasihmu pada guru tak tertandingi. Aku sangat puas memiliki murid sepertimu. Tuhan selalu memberkatimu!"

Ekalavya mendapat kemenangan dalam kekalahan! Tanpa jempol kanan, ia tidak bisa lagi menggunakan busur dengan baik. Tapi dia melanjutkan berlatih menggunakan tangan kirinya. Dengan pengorbanan tertinggi, ia menerima kasih karunia Tuhan dan menjadi pemanah kidal terbaik. Ia membuktikan bahwa tidak ada yang bisa menghentikan upaya yang benar-benar tulus. Dengan tindakan dan perilaku, Ekalavya, menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kedudukan tidak ditentukan oleh masyarakat, tetapi oleh visi, kualitas pikiran dan hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar