Rabu, 28 November 2012

Kisah Dadhichi: Sebuah Pengorbanan dan Keangkuhan Dewa Indra


Dikisahkan, beberapa waktu setelah menjadi raja para dewa, Indra berubah menjadi angkuh. Saat itu Indra duduk dengan Saci, sang istri di sampingnya dan sedang mendengarkan nyanyian para gandharwa dan menikmati tarian para apsara. Seluruh dewa dari empat penjuru menghormatinya. Brihaspati Agung, guru para dewata datang ke istana dan Indra tidak bangun untuk menghormati gurunya. Brihaspati kemudian merasa tidak berhasil mendidik muridnya dan segera meninggalkan  istana. Sesaat kemudian Indra sadar dan segera mencari gurunya, akan tetapi tidak berhasil menemukannya. Brihaspati bahkan tidak berada di pertapaannya.

Kabar menyebar begitu cepat, dan mengambil keuntungan dari keadaan Indra yang ditinggalkan gurunya, para Asura murid dari Sukracharya segera menyerang istana para dewa. Dan, Indra beserta para dewa dikalahkan. Para dewa kemudian berlindung kepada Brahma yang menyarankan agar Indra minta Asura Wiswarupa, putra Twasta untuk membantu mereka. Indra dan para dewa kemudian mendatangi Wiswarupa yang lebih muda dibanding dengan Indra untuk membantu mereka. Wiswarupa mengatakan bahwa peran guru tidak baik bagi Asura seperti dirinya, karena akan meningkatkan egonya. Akan tetapi memenuhi permintaan orang yang membutuhkan pertolongan adalah sebuah dharma, maka akhirnya dia menyanggupi Indra untuk membantu para dewa. Wiswarupa memberikan Indra  baju pelindung besi yang kuat bernama “Narayana Kawacha”. Para dewa juga diajari membaca mantram suci kawacha, “Om Namo Narayanaya”. Setiap bagian tubuh, diliputi pikiran dan perasaan yang terfokus terhadap Narayana, sehingga jiwanya dilindungi oleh Narayana. Dengan baju pelindung besi tersebut, maka Indra dapat mengusir para Asura dari istana para dewa.

Sejatinya Wiswarupa adalah seorang Asura, maka dalam suatu upacara persembahan dia mendahulukan keperluan asura lebih dahulu daripada para dewa. Indra yang emosional langsung membunuh Wiswarupa. Akan tetapi kembali Indra sadar dan menyesal telah membunuh seorang brahmana yang bahkan telah membantu dirinya. Kemudian Indra membagi akibat kesalahan membunuh seorang brahmana kepada tanah, air, pohon dan wanita. Karena itu sebagian tanah menjadi gurun, sebagian pohon mengeluarkan getah yang dilarang meminumnya, sebagian air saat menjadi gelembung tidak dapat dimanfaatkan, dan wanita tak tersentuh saat periode datang bulannya.

Agak sulit juga memahami Indra, Raja Dewa, yang sering melakukan kesalahan. Yang jelas dalam buku tebal Srimad Bhagawatam, belum ada satu penjelasan pun bahwa Indra mencapai keabadian. Perannya menjadi Spesialis Dewa.  Padahal Raksasa Jaya dan Wijaya sudah lahir kedunia tiga kali sebagai pasangan Hiranyaksa-Hiranyakasipu, Rahwana-Kumbakarna, Sisupala-Dantawakra, yang membenci Tuhan, Narayana, akan tetapi pada akhirnya telah mencapai kaki Narayana. Demikian pula Kamsa yang takut dengan Tuhan, Narayana, sehingga membunuh anak-anak Dewaki-Wasudewa dan selalu berusaha mencelakai Sri Krishna malah sudah mencapai kaki Narayana. Demikian pula Asura Writra yang telah melepaskan dualitas dengan menguasai pengetahuan Brahmawidya telah mencapai Narayana.

Twasta sangat marah melihat anaknya dibunuh oleh Indra dan melakukan upacara persembahan untuk menciptakan musuh Indra berupa asura tinggi besar bersenjata trisula yang bernama Writra. Writra memimpin para asura menyerang istana para dewa. Writra tak dapat dibunuh oleh senjata kayu maupun logam lainnya. Para dewa kewalahan dan mendatangi Narayana. Narayana meminta para Dewa mendatangi resi Dadhichi. Dhadhici adalah putra Brahmana Atharwana dengan istri Chitti putri dari Kardama. Dadhici telah mengajar Brahmawidya kepada Dewa Aswin kembar, sehingga dia diberikan hidup keabadian. Dadhichi juga telah memberikan baju pelindung besi “Narayana Kawacha” kepada Twasta. Twasta memberikan baju tersebut kepada Wiswarupa dan Wiswarupa memberikan baju pelindung tersebut kepada Indra. Dadhichi sangat kuat tapanya dan selalu membaca mantra kawacha, sehingga tulangnya menjadi sangat kuat. Dadhici sangat menghormati Shiwa, sehingga ketika dia tahu Shiwa tidak diundang dalam upacara persembahan oleh Daksha, dia adalah resi pertama yang menolak undangan Daksha. Narayana memberi nasihat kepada para dewa agar minta Dadhici merelakan tulangnya dijadikan senjata Indra untuk melawan Writra.

Para dewa bersimpuh di hadapan Resi Dadhici, “Paduka Resi adalah manusia agung penuh rasa kasih kepada mereka yang sedang menderita. Hanya jika seseorang tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri maka dia akan mohon bantuan. Kami sadar bahwa permohonan kami tidak pantas dan terasa sangat kejam, tetapi  menurut Gusti Narayana, hanya hal ini yang dapat menyelamatkan para dewa.” Resi Dadhici segera menutup mata, larut dalam keheningan, dan beberapa saat kemudian menghela napas panjang, “Kematian adalah hal yang paling tidak disukai, bahkan bagi manusia yang paling tenang sekali pun.  Sekalipun Narayana sendiri yang memintanya, manusia mengalami kesulitan untuk menyerahkannya. Apalagi bagiku yang telah diberi keabadian. Bagaimana pun, kalian telah mengingatkan diriku, bahwa seseorang tidak dapat mencapai dunia yang lebih tinggi ketika menolak “swadharma”-nya. Seorang manusia yang dapat membantu kebaikan tetapi diam saja sama halnya dengan sebatang pohon. Ribuan tahun mendatang, akan kalian temukan banyak manusia yang diam saja melihat ketidakadilan, diam saja walau diberi kesempatan untuk melakukan dharma.  Bahkan sekedar bersuara saja diurungkannya. Mereka mempunyai otak, tetapi diam seperti pohon”. Resi Dadhichi berhenti sejenak, menutup matanya dan kemudian membuka matanya seraya berkata, “Baru saja Gusti memenuhi diriku dengan semangat pengabdian. Aku rela menyerahkan tulangku ini kepada Indra. Tulangku ini berguna bagi kebajikan. Tulangku akan menjadi alat dharma yang abadi. “

Resi Dadhici menitikkan air mata, hatinya hanya tertuju pada Narayana, “Apa yang dapat kami persembahkan Gusti? Pada hakikatnya segalanya adalah milik Gusti. Biarlah tulang yang diamanahkan pada diriku ini memberi andil bagi kebajikan. Aku rela, aku ikhlas Gusti.” Indra dan seluruh dewa terharu,  suara terisak-isak memenuhi ruangan.  Dinding-dinding, lantai dan atap bergetar, suara Resi Dadhici disimpan oleh mereka.  Peristiwa agung tersebut direkam oleh alam. Ternyata ada manusia yang berjiwa begitu agung. Suara Resi Dadhici adalah suara Dia yang bersemayam dalam hati sang resi. Resi Dadhici melakukan yoga dan memfokuskan semua pikirannya kepada Narayana, dan jiwanya meninggalkan raga mencapai Narayana.   Wiswakarma arsitek para dewa membentuk tulang kuat Dadhici sebagai Wajra, senjata Indra.

Dadhichi dianggap dalam Purana sebagai salah satu leluhur manusia yang terkenal karena pengorbanan dirinya demi pembebasan penderitaan dari kelompok yang bersifat asura, manusia yang baru setengah jadi. Dalam sejarah umat manusia selalu saja ada manusia agung yang rela mengorbankan dirinya demi pembebasan penderitaan manusia dari kelompok Asura. Dan itu dimulai dari pengorbanan Resi Dadhici.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar