Jumat, 09 November 2012

Kisah Parashurama


Renuka adalah istri dari Resi Jamadagni, Resi Besar dari Dinasti Bhrigu. Renuka mempunyai putra empat orang akan tetapi kesemuanya tidak mempunyai karakter kesatria. Padahal Satyawati, ibu mertuanya menceritakan bahwa salah seorang putranya akan mempunyai karakter seorang ksatria sejati. Pada saat itu Renuka mengandung calon putra yang kelima, para resi datang menyampaikan berita bahwa putranya akan menjadi brahmana yang bersifat kesatria dan akan membersihkan dunia dari para kesatria yang telah berkubang dalam tindakan adharma. Pada saat itu para kesatria yang menjadi penguasa yang seharusnya melindungi rakyat, malah menindas rakyatnya. Akhirnya putra kelima lahir diberi nama Rama, yang bermakna Dia Yang Berada di Mana-Mana. Setelah besar dia dikenal sebagai Parashurama, karena dia bersenjatakan “parashu”, kapak. Dia juga dikenal sebagai Rama Barghawa karena merupakan keturunan dari Dinasti Bhrigu. Sejak kecil sudah diramalkan para resi bahwa dia adalah awatara, Sang Pemelihara Alam yang mewujud untuk menegakkan dharma.

Dunia selalu berubah dan Sang Pemelihara Alam juga mengubah wujudnya dalam menegakkan dharma. Dia mewujud sebagai ikan, binatang air – Matsya Awatara, sebagai kura-kura, binatang amphibi – Kurma Awatara, dan mewujud sebagai babi raksasa, binatang berkaki empat – Waraha Awatara. Kemudian mewujud sebagai setengah binatang dan setengah manusia – Narasimha Awatara. Selanjutnya Sang Pemelihara Alam mewujud sebagai Brahmana pada waktu menjadi Wamana Awatara. Kemudian kala mewujud sebagai Parashurama adalah sebagai Brahmana dengan karakter ksatria. Nantinya Sang Pemelihara Alam akan mewujud sebagai ksatria untuk menegakkan dharma sebagai Rama dan Krishna. Dan kemudian sebagai Buddha yang lahir sebagai ksatria tetapi kemudian menjadi brahmana.

Dikisahkan ada seorang raja sakti mandraguna dari kerajaan Hehaya yang beribukota di Mahismati bernama Kartawiryarjuna atau Sahasrarjuna. Karta wiryarjuna sakti, karena mendapatkan anugerah kesaktian dari Dattatreya yang merupakan “Amsa” dari Wisnu. Dikenal sebagai Sahasrarjuna, oleh karena kesaktiannya dia dianggap mempunyai “sahasrara”, seribu lengan. Para leluhur kita menyebutnya Harjuna Sasrabahu dari istana Maespati. Pada suatu hari raja Kartawirya dijamu air susu oleh Resi Jamadagni, dan sesampai di istana dia mengutus pasukannya untuk mengambil paksa sapi Jamadagni yang menghasilkan susu yang nikmat tersebut. Parasurama yang mendengar hal tersebut langsung membawa kapaknya dan membunuh sang raja serta para prajurit yang melindunginya.

Resi Jamadagni berkata pada Parashurama, “Putraku, tindakanmu akan disalahpahami sebagai seorang yang beringas, mudah membunuh. Padahal aku tahu alasanmu. Seorang raja yang sering melakukan kejahatan besar, kalau dibiarkan hidup terlalu lama, maka  perbuatannya akan semakin parah.  Dan, dalam kehidupan mendatang dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, sehingga hidupnya akan sangat sengsara.  Pembunuhan yang kaulakukan adalah pembunuhan penuh kasih.  Agar hutang sang penjahat sudah terbayar dengan kematiannya di dunia. Selain itu dengan  dibunuhnya para raja yang jahat, maka masyarakat yakin adanya keadilan, bahwa kejahatan apa pun akan dikalahkan. Pandangan hidupmu akan sering disalahpahami. Bahkan mungkin saja kau punya alasan sendiri yang tidak kuketahui. Karena kau adalah Sang Pemelihara Alam yang mewujud untuk menegakkan dharma.” Resi Jamadagni kemudian minta agar Parasurama melakukan ziarah/tirtayatra ke semua sungai suci selama satu tahun.

Dan, selesai mengadakan tirtayatra tersebut dia pun pulang ke rumah. Renuka, ibu Parashurama  pada suatu hari mengambil air di sungai dan dia melihat gandharwa Citrasena yang sangat tampan sedang bermain air dengan isterinya. Renuka terpesona sampai agak lama berada di sungai. Sepanjang jalan dalam pikirannya hanya terbayang ketampanan sang gandharwa.  Penyebab keterlambatan Renuka pulang ke rumah diketahui oleh Resi Jamadagni. Resi Jamadagni ingin segala sesuatu segera diselesaikan di kehidupan ini. Obsesi yang tidak selesai di dunia ini akan menyebabkan seseorang lahir lagi untuk mengejar obsesi tersebut. Resi Jamadagni segera menyuruh putra-putranya untuk membunuh Renuka, ibunya. Dan semua putranya ragu-ragu untuk melaksanakannya. Kemudian Resi Jamadagni berpaling ke Parashurama, “Parasurama bunuh ibumu dan saudara-saudaramu semuanya.” Dan, Parasurama melakukannya dengan patuh.  Resi Jamadagni kemudian berkata, “Aku senang kau patuh padaku dan yakin pada kebijaksanaan ayahandamu. Sekarang kau minta anugerah apa pun kau akan kuberi.” Parashurama menjawab, “Ayahanda aku minta anugerah untuk menghidupkan mereka semuanya dan begitu mereka bangun mereka lupa tentang apa yang telah terjadi.” Resi Jamadagni menyetujui dan ibu serta saudara-saudara Parashurama hidup lagi dan lupa dengan peristiwa yang baru saja terjadi.

Pada suatu ketika, saat Parashurama bersama saudara-saudaranya ke hutan, para putra Kartawiryarjuna membunuh Resi Jamadagni dan kemudian kabur.  Mengetahui hal tersebut Parashurama membunuh semua putra-putra Kartawiryarjuna dan setelah itu mulai membinasakan seluruh ksatria. Semua raja dan ksatria di dunia dibunuh olehnya dan konon dia berkeliling dunia selama duapuluh satu kali. Dan, darah para raja dan kesatria dikumpulkan pada lima danau yang disebut Samantapancaka yang terletak di dekat padang Kurukshetra yang nantinya akan menjadi medan pertempuran Bharatayuda.

Ada sebuah legenda yang menyatakan bahwa Parashurama berniat menemui Shiwa, akan tetapi jalannya dihadang oleh Ganesha. Parashurama melemparkan kapaknya  ke arah Ganesha, dan Ganesha setelah tahu bahwa kapak tersebut adalah pemberian Shiwa, ayahnya maka dia membiarkan salah satu taringnya patah terkena kapak tersebut. Parwati, ibu Ganesha marah dan mengutuk bahwa Parashurama tidak akan pernah puas membunuh para ksatria, selalu haus darah para ksatria. Kemudian Shiwa keluar dan menenangkan Parwati. Parashurama kemudian mohon maaf kepada mereka semua dan menghadiahkan kapaknya kepada Ganesha, sehingga kita sampai saat ini melihat arca Ganesha dengan salah satu taring patah dan memegang kapak keilahian.

Meskipun jumlah ksatria yang mati dibunuh Parasurama tidak terhitung banyaknya, namun tetap saja masih ada yang tersisa hidup. Di antaranya adalah para ksatria dari Dinasti Surya yang berkuasa di Kerajaan Ayodhya. Salah seorang keturunan dinasti tersebut adalah Sri Rama, putra Dasarata. Parashurama mendatangi istana Mithila untuk menantang Sri Rama yang telah berhasil mematahkan busur Shiwa dan berhak memperistri Dewi Sita. Sri Rama dengan kelembutan hatinya berhasil meredakan kemarahan Parasurama yang kemudian kembali pulang ke pertapaannya. Ini merupakan peristiwa bertemunya sesama Awatara Pemelihara Alam. Peran Parashurama sebagai Awatara Wisnu pun telah berakhir dan dia sebagai hidup Chiranjiwin, yang dikaruniai umur panjang dan akan muncul kemudian pada kisah Mahabharata.

Parashurama memimpin perubahan dalam dunia, dia berdiri di depan dan sering disalahpahami. Dalam diri manusia juga ada potensi Parashurama, ketegasan dia terhadap adharma perlu dibangkitkan. Ketegasan untuk menaklukkan ego, sang raja lalim dalam diri, yang mau menang sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar