Seperti diketahui bahwa Karna lahir akibat perbuatan ceroboh Kunti yang masih muda merapal mantera yang diberikan oleh Resi Durvasa yang mengakibatkan hadirnya Dewa Surya untuk memberikannya seorang anak yang sekuat Dewa Surya. Anak itu lahir dilengkapi dengan Kavacha ( zirah, baju perang) dan Kundala (sepasang anting-anting). Dengan pertolongan Dhatri, dayang keputren, Karna dilarung ke sungai Gangga.
Bayi Karna dipungut oleh Adiratha, kusir Raja Dhristrashtra, Raja Hastinapura. Oleh Adiratha dan istrinya, Radha, bayi Karna diberi nama Vasusena. Tetapi karena dianggap anak Radha, maka julukan lainnya yang disandangkan kepada Karna adalah Radheya (Anak Radha).
Karna kecil lebih tertarik belajar ilmu perang daripada meneruskan tradisi keluarganya menjadi kusir kereta Raja. Maka dia pun menemui Dronacharya. Dronacharya adalah guru ilmu perang dari para pangeran dinasti Kuru. Dan karena Karna bukan dari kasta Ksatria, Dronacharya pun menolak permintaan Karna untuk mengajarkan ilmu perang kepadanya.
Ditolak oleh Dronacharya bukan berarti Karna menghentikan niatnya untuk berlatih ilmu perang dengan beragam senjata. Dia minta bantuan dari kakaknya Shona untuk berlatih ilmu perang. Namun, di dalam tradisi India kuno, setiap murid harus punya guru. Maka Karna menganggap Dewa Surya sebagai gurunya. Dia berlatih sejak matahari terbit dan istirahat saat matahari terbenam.
Suatu ketika, Karna mendengar dari temannya yang juga anak Dronacharya (Guru Drona) yaitu Ashvathama bahwa setelah liburan sebulan, Dronacharya melakukan ujian memanah bagi murid-muridnya. Sasarannya adalah seekor burung kayu di dalam sangkar di atas sebuah pohon. Sebelum melepas anak panah, setiap murid ditanya apa yang dilihatnya. Dan ketika jawabannya tidak memuaskan, maka murid itu tidak boleh memanah. Satu-satunya yang boleh memanah hanyalah Arjuna, karena Arjuna menjawab dia bisa melihat sebiji mata burung kayu itu. Dan benarlah Arjuna berhasil memanah dengan tepat sebuah mata burung kayu itu.
Mendengar hal itu, Karna bersumpah bahwa dia bisa memanah lebih baik daripada Arjuna. Bahkan dengan sebuah anak panah, dia bisa memanah kedua mata burung kayu itu. Dibantu kakaknya Shona, Karna berlatih siang dan malam. Bahkan ketika malam tiba, Karna meminta kakaknya menyalakan lampu di bawah pohon tempat burung kayu itu diletakkan. Dan malam itu, Karna berhasil memanah kedua mata burung kayu itu hanya dengan sekali panah!
Selain berlatih ilmu senjata, Karna juga pada suatu ketika datang sendiri ke Parashurama, guru para Brahmana, dengan mengaku bahwa dia juga seorang Brahmana. Maka dibawah bimbingan Parashurama, Karna menyelesaikan semua pelajaran tentang ilmu perang, ilmu senjata, dan terlebih ilmu memanah.
Suatu ketika, Parashurama bermaksud menyelidiki lebih jauh siapa sebenarnya Karna karena Karna termasuk murid yang paling cepat mengerti dan paling pandai di antara murid-murid lainnya. Dia meminta Karna untuk membawakan kepadanya sebuah bantal untuk melepas penat. Alih-alih membawakan bantal, Karna mempersilakan gurunya untuk meletakkan kepalanya di atas pahanya. Pada saat itu datanglah seekor kumbang besar dan menyengat Karna. Karna tidak mau menepis kumbang itu karena takut gerakan tubuhnya membuat Parashurama bangun dari tidurnya, sementara kumbang itu menyengat makin dalam dan darah pun menetes dari luka sengatan itu. Setetes darah Karna jatuh ke muka Parashurama yang tertidur dan membuatnya bangun.
Parashurama melihat kejadian itu dan segera tahu bahwa hanya seorang Ksatria yang sanggup menahan luka seperti itu dengan tidak bergeming. Maka, marahlah Parashurama dan menjatuhkan kutukan kepada Karna. Kutukannya adalah Karna akan mengalami lupa untuk merapal mantera yang ampuh untuk membangkitkan pamor Brahmastra, sebuah panah paling sakti yang dimilikinya, di saat di mana Karna sedang sangat membutuhkannya.
Tertundung dari Ashram Parashurama, Karna pun berkelana. Di tengah perjalanan, dia melihat seekor sapi yang berlari ke arahnya. Tanpa berpikir panjang, Karna melepas anak panah dan membunuh sapi itu. Ternyata sapi itu milik seorang Brahmana. Brahmana itu marah mengetahui Karna telah membunuh sapi miliknya. Maka Brahmana itu pun mengutuk Karna bahwa suatu saat Karna akan mati pada saat dia sedang dilanda musibah / kesusahan.
Dalam kisah lain, Karna juga dikutuk oleh Bhoomidevi, Dewi Bumi. Kejadiannya, saat Karna berkereta dia melihat seorang anak perempuan menangis. Dia menangis karena dia menumpahkan bejana yang berisi ghee (sejenis mentega yang terbuat dari susu sapi). Bejana itu pecah dan ghee yang dibawanya pun tercampur tanah. Karena kasihan Karna memberikan ghee yang baru. Tapi anak itu tidak mau. Dia takut dimarahi ibu tirinya karena bejananya pecah. Maka Karna memungut pecahan bejana itu berikut tanahnya. Lalu membentuk ulang bejana itu. Saat itu dia mendengar suara marah seorang perempuan. Ternyata suara itu berasal dari tanah yang terikut di dalam genggaman tangan Karna. Dewi Bumi marah karena kekuatan Karna membuatnya tersiksa. Maka kutukan pun terluncur dari ucapan Dewi Bumi yaitu bahwa roda kereta Karna akan terjepit sekuat tenaga Karna saat menghadapi perang besar.
Pada suatu ketika, Dronacharya menggelar turnamen untuk murid-muridnya. Arjuna memperlihatkan dirinya sebagai seorang pemanah mahir. Melihat hal itu, Karna pun menantang Arjuna untuk bertarung. Kripacharya (Guru Kripa) mencegah hal itu dan menanyakan asal-usul Karna karena aturannya hanyalah seorang Pangeran yang bisa menantang seorang Pangeran yang lain. Arjuna jelas-jelas seorang Pangeran wangsa Kuru. Karna tidak bisa membuktikan diri bahwa dia adalah seorang Ksatria. Duryodhana, pangeran tertua dari seratus pangeran Kaurava tampil ke depan dan menyerahkan tahta Angga kepada Karna. Dia melakukan hal ini karena dia tahu para Pandawa lebih baik daripada saudara-saudaranya dalam hal ilmu perang dan ilmu senjata. Dia ingin Karna bergabung dengan Kaurawa supaya keadaannya menjadi berimbang. Maka sejak itu, Karna merasa berhutang budi pada Duryodhana dan para Kaurawa. Dan ketika Karna bertanya apa imbalan yang patut diberikan kepada Duryodhana atas kebaikannya, Duryodhana hanya meminta persahabatan. Karna bahkan membalas perbuatan baik Duryodhana dengan membantunya menikahi puteri Raja Chitranggada.
Di hari penobatannya sebagai Raja Angga, Karna bersumpah bahwa siapapun yang datang kepadanya di tengah-tengah hari saat dia berdoa kepada Dewa Surya, maka dia tidak akan pulang dengan tangan hampa. Dewa Indra pun datang memanfaatkan sumpah Karna dengan menyamar sebagai Brahmana meminta Kavacha dan Kundala yang dimilikinya sejak lahir. Karena Dewa Indra yang juga ayah Arjuna tahu selama Karna mengenakan Kavacha dan Kundala maka dia tidak akan terkalahkan.
Karna memenuhi permintaan Dewa Indra dengan memotong anting-anting dan menyayat tubuhnya untuk melepaskan baju zirah yang menempel di tubuhnya sejak bayi itu. Karena dia melakukannya tanpa berkedip, maka Karna pun mendapat julukan Vaikartana yang berarti Dia yang menyayat tubuhnya untuk melepas zirah tanpa berkedip. Melihat ketulusan Karna, Dewa Indra pun memberikan anugerah berupa panah sakti bernama Vasavi Shakti. Namun panah sakti itu hanya bisa digunakan sekali saja seumur hidupnya.
Karna sebenarnya adalah orang yang paling sesuai dalam Swayamvara Draupadi. Dia dengan mudah bisa mengikatkan tali busur dan menenteng busur yang orang lain tidak bisa melakukannya. Akan tetapi, saat dia hendak memanah, Krishna memberi isyarat kepada Draupadi sehingga Draupadi tahu bahwa Karna adalah anak Adiratha seorang kusir kereta. Maka Draupadi pun berteriak kepada Karna bahwa Karna anak seorang kusir. Karna pun undur dari Swayamvara itu. Pada saat itu datanglah Pandawa yang menyamar sebagai brahmana dan mengikuti swayamvara. Tentu yang tampil adalah Arjuna, Sang Pemanah Sejati. Dengan mudah dia mengikat tali busur, mengangkat busur dan memanah dengan tepat sasaran. Karna tahu benar bahwa yang dapat melakukan hal semacam itu tidak lain adalah Arjuna. Sejak saat itu, dendamnya kepada Arjuna makin berlipat ganda.
Maka ketika Draupadi diserahkan kepada Dushasana karena Pandawa kalah taruhan judi, Karna mengejek Draupadi sebagai seorang pelacur karena bersuamikan lima orang laki-laki, sedangkan Pandawa tak lain adalah anak-anak anjing yang terbuang dari kandangnya, dan Draupadi lebih baik mencari suami yang lain saja. Mendengar perkataan Karna terhadap Draupadi, Arjuna bersumpah untuk membunuh Karna. Sedangkan Bhima bersumpah untuk membunuh Duryodhana dan Dushasana.
Karna, selain sebagai Raja Kerajaan Angga, dia menjadi panglima tertinggi kerajaan Hastinapura dibawah pemerintahan Duryodhana. Karena kesaktiannya dan strategi militernya yang jago, dia berhasil menundukkan kerajaan Kamboja, Shaka, Kekaya, Avantya, Gandhara, Madaraka, Trigarta, Tangana, Panchala, Videha, Suhma, Anga, Vanga, Nishada,Kalinga, Vatsa, Ashmaka, Rishika, dan banyak lagi termasuk suku-suku nomaden dan suku-suku pedalaman hutan.
Menjelang pecahnya Baratayudha, Krishna pun datang kepada Karna. Dia membuka rahasia diri Karna yang merupakan anak tertua dari Pandawa bersaudara, dan menyampaikan janji Yudhisthira untuk memberikan tahta Indraprastha kepada Karna. Hal ini dilakukan supaya Karna mau berpihak kepada para Pandawa. Tapi Karna berkata seandainya tahta Indraprastha diberikan kepadanya, maka dia akan memberikan Indraprastha kepada Duryodhana. Karena Duryodhana adalah sahabatnya dan juga rajanya. Meskipun demikian, Karna menghormati Yudhisthira sebagai orang yang benar. Juga dia tahu bahwa Karna adalah kakaknya. Karna tidak mau bertukar posisi sebagai bagian dari Pandawa karena menurutnya itu menyalahi Dharma.
Karena Karna tidak bergeming, maka Kunti pun datang kepada Karna. Kunti menyatakan diri sebagai ibunda dari Karna dan menjulukinya Kunteya. Tapi Karna menolak, “Biarkan orang mengenalku sebagai Radheya bukan sebagai Kunteya.” Karna mengatakan seandainya Ibunda Kunti mau mengakuinya sebelum turnamen dahulu, keadaannya akan berbeda. “Sekarang nasi sudah jadi bubur, dan aku tidak mau dikenal sebagai orang yang tidak tahu balas budi.”
Karna berjanji tidak akan membunuh pandawa yang lain karena dia hanya akan membunuh Arjuna. “Dan Ibu akan tetap memiliki lima orang putera. Apakah Aku atau Arjuna yang tetap hidup nantinya.” Karna mengatakan hal itu karena dia sadar, selama Arjuna ada dalam perlindungan Krishna, maka Arjuna tidak akan terkalahkan.
Ketika perang Baratayuda dimulai, Bhisma menolak kehadiran Karna dengan alasan Karna pernah menghina gurunya Parashurama dan juga menghina seorang perempuan yaitu Draupadi. Bhisma tidak mau ada orang yang pernah menghina gurunya berada di bawah komandonya. Oleh karena itu, Karna baru bergabung dalam perang Baratayuda ketika Bhisma sudah terpanah Shikhandi, di hari ke sebelas.
Di hari ketiga belas, Abimanyu, anak Arjuna berhasil menerobos strategi Cakravyuha yang digelar oleh Dronacharya. Sejak dalam kandungan, Abimanyu sudah tahu cara menerobos strategi militer itu karena Krishna menceritakan strategi perang kepada adiknya Subhadra, istri Arjuna. Sayangnya, karena ibunya tertidur saat cerita itu, maka Abimanyu hanya tahu cara menerobosnya saja, belum soal cara keluar dari strategi itu. Yang tahu cara melumpuhkannya hanyalah Arjuna dan Krishna. Sayangnya saat itu, Arjuna dan Krishna terpancing untuk berperang di tempat yang berbeda. Abimanyu berperang sendirian dengan gagah berani. Melihat hal itu, Duryodhana dan Karna memutuskan untuk melemahkan Abimanyu dengan cara membokongnya. Karna memanah busur dan kereta Abimanyu hingga busur dan kereta Abimanyu hancur. Sehingga Abimanyu pun bertarung dengan tangan kosong saja. Maka Jayadratha, raja Sindhu, berhasil membunuh Abimanyu setelah Abimanyu jadi bulan-bulanan tentara Kaurawa. Mendengar hal itu, Arjuna bersumpah untuk membunuh Jayadratha esok hari sebelum matahari terbenam, dan jika hal itu tidak terjadi maka Arjuna hendak membakar diri bersama mayat anaknya.
Di hari keempat belas, Khrisna menggunakan cakra untuk membuat matahari gelap gulita. Para Kaurawa bergembira karena Arjuna akan membakar diri. Jayadratha pun keluar dari persembunyian, dan di saat itulah Arjuna menarik tali busur dan memanah dengan tepat kepala Jayadratha. Setelah itu, Khrisna menarik cakranya hingga matahari pun bersinar lagi. Tapi pertempuran hari ke empat belas berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Setelah matahari terbenam, pertempuran masih berlangsung. Ghatotkacha anak Bhima yang setengah Asura (berlainan dengan Dewa, Asura adalah mahluk yang mampu menyerap kekuatan dan menambah kekuatannya itu) mengobrak-abrik pasukan Kaurawa. Semakin gelap, kekuatan Ghatotkacha semakin bertambah. Dronacharya pun mengalami luka-luka karena bertempur dengan Ghatotkacha. Melihat hal itu, Duryodhana dan Karna pun tampil membendung serangan Ghatotkacha. Karena semakin terdesak, Duryodhana meminta Karna untuk menggunakan segala macam cara. Karna pun menghadapi Ghatotkacha yang semakin malam semakin mengeluarkan kekuatan terdahsyatnya. Akhitnya Karna mengeluarkan panah sakti pemberian Dewa Indra, Vasava Shakti. Dengan senjata itu, Ghatotkacha pun gugur. Meskipun gugurnya Ghatotkacha merugikan kekuatan Pandawa, tapi Krishna tahu bahwa Karna sudah kehilangan senjata paling ampuhnya sehingga Arjuna tidak akan pernah kalah dari Karna.
Dalam Kumpulan Kitab Mahabarata, ada satu kitab khusus yaitu Kitab Ke delapan yang diberi judul Karna Parwa. Isinya tentang perang di hari ke enam belas dan tujuhbelas di mana Karna tampil sebagai panglima perang Kaurawa. Di hari ke enambelas ini, dia berhasil mengalahkan Bhima. Dan sesuai janjinya, dia tidak membunuh Bhima. Dia mengatakan “Kau adalah adikku. Usiamu lebih muda dari aku, maka aku tak akan membunuhmu.” Dia juga mengalahkan Yudhisthira, dan dia mengatakan; “Tampaknya, kau telah melupakan apa yang telah diajarkan oleh guru-gurumu. Pergilah belajar lebih keras lagi, dan jika kau sudah siap kembalilah bertarung denganku.” Demikian pula dia mengalahkan Nakula dan Sahedeva. Tapi sesuai janjinya kepada Kunti, dia tidak membunuh seorang pun dari Pandawa, kecuali Arjuna.
Maka di ujung hari, dia meminta kusirnya, Raja Shalya, untuk mencari Arjuna. Setelah melihat Arjuna, Karna melepaskan panah saktinya yang lain yaitu Nagastra. Tapi Khrisna menyelamatkan nyawa Arjuna dengan membuat kereta kuda Arjuna ambles beberapa senti ke dalam tanah, sehingga Nagastra tidak mengenai kepala Arjuna. Mengetahui diserang Karna, Arjuna membalas dengan ratusan panah yang dirontokkan oleh Karna dengan anak-anak panah yang dilepaskannya juga, sehingga Arjuna pun kehabisan anak panah. Saat itulah senja pun datang. Arjuna terselamatkan oleh keadaan.
Hari ke tujuh belas pun tiba. Karna kembali berhadapan dengan Arjuna. Panah berbalas panah. Berkali-kali tali busur Arjuna putus oleh panah Karna tetapi dengan sekedipan mata, Arjuna berhasil memperbaikinnya. Karna memuji Arjuna sebagai pemanah terbaik kepada Raja Shalya, kusirnya. Hingga saatnya kutukan Dewi Bumi pun terjadi pada Karna. Roda keretanya tiba-tiba ambles, hingga keretanya tidak bergerak sama sekali. Karna pun turun dari kereta untuk membantu Raja Shalya. Tapi Arjuna sudah semakin dekat. Saat itu, Karna hendak merapal mantera untuk senjata andalannya yang lain yaitu Brahmastra. Tapi sesuai dengan kutukan Parashurama, dia tidak ingat mantera itu.
Saat Arjuna sudah dekat, Karna meminta waktu Arjuna menunggu sementara dia memperbaiki keretanya. Arjuna tadinya mau memberi waktu kepada Karna, tetapi Krishna mengingatkan Arjuna bahwa tidak sepatutnya Karna meminta Arjuna menunggu sesuai etika berperang karena saat Abimanyu masuk ke dalam Cakravyuha, Karna telah membokong Abimanyu dengan menghancurkan busur dan keretanya. Artinya, Karna tidak pantas diberi waktu karena dia telah menyalahi etika berperang terlebih dahulu. Tidak hanya itu, Karna pun membantu Duryodhana untuk menggelar perjudian dengan Pandawa, terlebih Karna telah menghina seorang perempuan yaitu Draupadi. Maka sebuah perbuatan adharma jika Arjuna tidak membunuh orang yang selama hidupnya menyokong tindakan kekejian dan kejahatan.
Ragu-ragu, Arjuna pun melepaskan beberapa anak panah untuk mencederai Karna. Dan tentu saja tidak bermaksud membunuhnya. Krishna mengatakan kepada Arjuna bahwa dharma terbesar yang merupakan amal perbuatan dari Karna adalah melindungi Arjuna atau tidak membunuh Arjuna sejak pertama kali dia merasa dendam kepada Arjuna. Untuk itu, Krishna meminta Arjuna agar membunuh Karna untuk menyempurnakan dharma Karna terhadap Arjuna sendiri. Maka Arjuna pun melepaskan panah yang menggugurkan Karna di medan perang.
Di dalam perang, setiap ada yang gugur, keluarga Pandawa menyelenggarakan Tarpan Vidhi, sebuah ritual untuk menghormati dia yang gugur. Ketika Karna gugur, Kunti pun meminta pelaksanaan ritual tersebut. Mendengar permintaan Ibu Kunti, orang-orang pun memprotes. Maka Kunti menceritakan kepada khalayak bahwa Karna adalah benar-benar Suta (anak kandung) darinya, dan menceritakan proses kejadian yang melahirkan Karna itu. Mengetahui bahwa Karna adalah saudara kandung, maka para Pandawa meratapi diri bahwa mereka telah melakukan pembunuhan terhadap saudara sendiri. Sementara Yudhisthira meluapkan amarah kepada Ibu Kunti dan semua wanita yang tidak dapat menyimpan rahasia.
Atas permintaan Karna sebelum meninggalnya, ritual pembakaran jenazah Karna dipimpin langsung oleh Krishna. Dan sepanjang sejarah Mahabarata, hanya Karna lah yang mendapat kehormatan seperti ini. Krishna yang merupakan avatar dari Wishnu melakukan penghormatan kepada seorang Karna. Dan setelah itu, Krishna datang kepada Gandhari, Ibu para Kaurawa, memberitahukan bahwa Karna sudah gugur. Hal ini berarti semacam sinyal bahwa Kaurawa pun akan musnah karena tidak ada lagi kekuatan yang dapat membendung para Pandawa. Mengetahui hal itu, Gandhari mengutuki Krishna bahwa jika keluarganya binasa karena kejadian seperti itu, maka keluarga Khrisna pun akan mengalami hal yang sama. Hal ini ditegaskan Gandhari karena sebenarnya Krishna adalah satu-satunya pihak yang dapat menghindarkan perang saudara itu, namun Krishna tidak mau berbuat demikian.
Sepanjang hidupnya, Karna menikah dengan dua orang putri yaitu Vrushali dan Supriya. Dari dua istri itu, Karna mempunyai sembilan orang putera yaitu Vrishasena, Sudaman, Shatrunjaya, Dvipata, Sushena, Satyasea, Chitrasena, Susharma alias Banasena dan Vrishakethu. Sudaman meninggal saat Karna mengikuti Swayamvara Draupadi. Shatrunjaya dan Dvipata gugur di tangan Arjuna saat Dronacharya memimpin pasukan Kaurawa. Sushena gugur di tangan Bhima, sedangkan Nakula mengalahkan dan menjadikan gugur Satyasena, Chitrasena dan Susharma.
Vrishasena amat murka mengetahui tiga orang adiknya gugur di tangah Nakula. Maka dalam suatu kesempatan dia menghujani Nakula dengan aneka ragam senjata dan membuat Nakula lari ke atas kereta Bhima serta meminta bantuan Arjuna. Arjuna pun meminta bantuan Krishna untuk dapat mengalahkan Vrishasena. Namun Vrishasena adalah pahlawan yang tangguh. Dia malah berhasil melukai lengan Arjuna dan Krishna. Arjuna sangat geram sehingga bersumpah untuk menjadikan Vrishasena seperti Abimanyu saat dikalahkan Kaurawa. Dengan 10 buah panah dan 4 panah berkepala pisau, dia menghujani tubuh Vrishasena. Akibatnya, Vrishasena gugur dengan kondisi mengenaskan kedua tangannya putus, kedua kakinya putus, dan kepalanya pun putus, bahkan kedua telinganya yang dihiasi anting-anting pun putus. Kematian Vrishasena jugalah yang menjadi pemicu menyerbunya Karna ke arah kereta Arjuna begitu dia melihatnya.
Satu-satunya anak Karna yang hidup dari perang Kurusetra adalah Vrishakethu. Dia pada akhirnya menurut pada Pandawa. Bahkan dalam upacara Ashvamedha, dia mengiringi Arjuna berperang melawan Sudhava dan Babruvahana. Selama acara itu, Vrishakethu menikahi putri raja Yavanatha, raja dari sebuah kerajaan di Barat. Arjuna membimbing Vrishakethu keponakannya itu menjadi seorang pemanah yang mumpuni.
Hal lain yang dapat diceritakan dari Karna adalah ketika bertempur dengan Arjuna, seekor ular kobra naik ke dalam kereta Karna dan memohon agar Karna mau menggunakan bisa dari dirinya untuk memanah Arjuna. Hal ini dikarenakan dirinya dendam dengan Arjuna yang pernah membakar sarangnya. Mendengar permintaan itu, Karna menolak dengan tegas karena tidak mau mengkhianati rasa kemanusiaan dengan menggunakan bisa ular di panah-panahnya.
Karna juga dipuji oleh Bhishma dan Krishna karena kerendahan hatinya sekaligus memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan kualitas dirinya. Dan hal ini jarang terdapat pada manusia kebanyakan. Secara fisik, Karna dan Arjuna amat mirip. Keduanya bahkan dinilai memiliki 5 persyaratan yang diminta oleh Draupadi sebagai suaminya. Keduanya juga ahli dalam memanah. Dan Karna adalah orang yang rajin berdoa. Setiap tengah hari dia selalu memuja Dewa Surya, ayahnya.
Salam merenungkan kisah lama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar