Sang pendeta merasa diri sangat dekat dengan Tuhan karena setiap hari memberikan dharma wacana kepada umat tentang hakikat ke-Tuhanan, dari ini merasa diri bahwa pada saat kematiannya sudah pasti akan mendapatkan surga.
Ketika waktu kematian menjemput sang pendeta, ternyata pintu surga tidak terbuka untuk menyambut roh sang pendeta. Sedangkan si pengamen setiap hari hanya melakukan pekerjaannya yaitu mengamen dengan sebaik-baiknya. Disuatu tempat si pengamen mengeluarkan biolanya yang kesil lalu ia memainkan alat itu dengan begitu indah, tampak di wajahnya bahwa ia sangat bahagia sekali. Dia hanya bermain musik dengan baik. Ia tidak mengharapkan pujian atau tepuk tangan yang meriah dari pendengarnya.
Pada saat kematian menjemput, setelah beberapa lama menunggu akhirnya pintu surga terbuka lebar, tampak cahaya keindahan serta wewangian menyerbak kalbu, lalu ada dua penjaga pintu surga mempersilahkan si pengamen memasuki surga. Iapun masuk sambil memainkan musiknya kemudian pintu surga ditutup kembali oleh penjaga pintu surga.
Sang pendeta melihat kejadian itu protes pada sang penjaga, "Mengapa dia yang tidak pernah memberikan dharma wacana tentang hakikat ke-Tuhanan bisa masuk surga, sedangkan saya yang setiap hari memberikan pencerahan kepada umat tidak bisa memasuki pintu surga.
Kemudian kedua penjaga pintu surga mendekati dan menjawab, "Ketika di dunia kamu memberikan dharma wacana, pada awalnya kamu tulus, namun setelahnya bahkan sampai hari kematianmu kamu selalu mengharapkan pujian dan materi dari orang yang kamu bimbing. Kamu tidak ikhlas membimbing mereka, sementara si pengamen itu sejak awal sampai kematian datang menjemputnya ia selalu tulus ikhlas, semata-mata menghibur orang agar bahagia. Di mata Tuhan Keikhlasan adalah pintu pembuka surga".
Mendengar jawaban penjaga pintu surga, sang pendeta itu diam dan mengakui bahwa selama ini ia memang tidak tulus memberikan dharma wacananya. Sang pendeta mengerti rahasia ikhlas, sayangnya justru baru memahami setelah ada di alam kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar