“Manusah
sa śarve bhūtesu varttate vai subhāsubhe, asubhesu sāmavistam
subhesvevāvakarayet” Diantara semua mahluk hidup, hanya yang dilahirkan
menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk,
leburlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu, demikianlah
gunanya menjelma menjadi manusia.
(Sarasamuccaya. 2).
Om Swastyastu,
Membutuhkan kesadaran bersama
bahwa “medan” pergaulan anak remaja saat ini sudah jauh berbeda dan berubah
dalam satu generasi terakhir ini. Globalisasi sistem informasi telah sangat
mempengaruhi cara pandang gaya hidup remaja kita di Indonesia. Sebagian besar
orang tua di Indonesia sudah kecolongan
bahkan ada sebagian lebih cenderung bersikap permisif (serba boleh). Peranan
mereka sebagai pengasuh telah diambil alih oleh alat-alat elektronik, seperti
TV, CD, VCD, Komputer, Internet, HP. Orang tua telah kehilangan wibawanya untuk
mengatur berapa lama anak boleh main game dan menonton televisi. Dan acara apa
yang boleh dan tidak boleh ditonton oleh anak-anak.
Di samping itu orang tua juga
kekeringan bahan dalam memperkenalkan dan mengajarkan nilai-nilai budaya hidup
benar kepada anak-anaknya. Hampir sebagaian besar pendidikan seks yang
diperoleh anak-anak remaja, bukan dari orang tuanya melainkan dari sumber lain
yang tidak jelas, sehingga misi pendidikan seks dan KB tidak tercapai. Hal ini
berdampak pada kenyataan tingginya tindak kriminalitas dan amoral yang
dilakukan para remaja, seperti pembunuhan antara keluarga, seorang anak tega
membunuh ayahnya sendiri, membunuh pacarnya, memeras teman sekolahnya, prilaku
kumpul kebo, perselingkuhan, seks bebas, aborsi, dan yang lainnya. Semua
prilaku tersebut adalah memuaskan nafsu belaka yang sangat bertentangan dengan
ajaran agama dan standar moralitas atau nilai-nilai budhi pekerti.
Manusia yang dilahirkan ke
mayapada ini merupakan mahluk yang utama
dan mulia jika dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya. Berdasarkan salah satu
kelebihan yang dimilikinya berupa akal-pikiran (budhi –manaḥ), dimana manusia
diharapkan dalam kehidupannya saat ini agar dapat meningkatkan kualitas, serta
dituntut untuk selalu dapat berinteraksi antara manusia yang satu dengan
manusia yang lainnya. Khususnya dalam kaitan pembicaraan interaksi antara
seorang pemuda dengan seorang pemudi yang sering disebut dengan pergaulan para
remaja atau lebih populer dengan sebutan “pacaran”.
Yang menjadi keinginan dan
kebutuhan manusia tidak hanya terbatas pada kebutuhan makan-minum, pakaian
saja. Dalam diri manusia terdapat sesuatu keinginan dan kebutuhan kenikmatan
yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan lainnya, bahkan
mengatasi kebutuhan akan kekuasaan, keinginan tersebut merupakan kebutuhan
kodrati berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai terhadap lawan jenis
khususnya pria dan wanita. Jadi dari keinginan cinta-mencintai timbul istilah
“pacaran” makna pacaran yang lebih
mendalam adalah mencari “pasangan hidup”.
Proses pacaran maupun mencari pasangan
hidup merupakan suatu yang sangat sakral, maka kitab suci Weda adalah sebagai
sumber dari segala sumber pengetahuan dan ilmu pengetahuan harus dijadikan
dasar hukum suatu prilaku manusia khususnya umat Hindu di mayapada ini.
Sebelum memasuki agenda pacaran
setiap anak perlu terlebih dahulu “bergaul sehat” di kalangan remaja. Anak yang
tidak pernah bergaul bahkan sama sekali tidak gaul, akan disebut kuper (kurang
pergaulan). Anak yang kuper akan segera bisa dikenali dalam lingkungannya.
Karena sikap dan tindak tanduknya aneh atau tidak pantas. Oleh karenanya sebelum
pacaran bergaullah sedini mungkin. Apa gunanya “gaul”?:
• Pergaulan adalah kancah tempat melakukan aktualisasi diri
• Pergaulan adalah laboratorium tempat uji coba nilai-nilai yang
dianut
• Pergaulan adalah tempat merajut persahabatan dan menjalin jaringan
kenalan
• Pergaulan adalah tempat pematangan kepribadian
• Pergaulan adalah tempat menjinakkan ego
Jadi janganlah ada remaja pria maupun putri yang tidak bergaul. Hanya
melalui pergaulan bisa ditemukan seorang “pacar”. Pacaran tidak pernah
dilarang. Tidak ada perkawinan yang sukses tanpa melewati masa pacaran. Apakah
sebenarnya kita mempunyai “cinta” atau “hanya ketertarikan secara fisik”, atau
hanya butuh “pengakuan sosial”, atau “birahi”. Masa apacaran adalah masa
mengenali ini semua, antara lain mengenal apa ada bedanya antara “cinta” dan
“birahi”. Walaupun cinta dan birahi adalah dua hal yang berbeda, tetapi
keduanya tidak bisa dihindarkan. Keduanya akan menghampiri setiap orang, karena
sangat alami.
Birahi adalah simtom (gejala)
mulai berfungsinya hormon yang berkaitan dengan seks. Dia mulai tumbuh pada
usia akil baligh. Dan nanti akan mati dengan sendirinya pada usia paruh baya.
Ini semua alami, tidak bisa ditolak ataupun dihindarkan, atau diminta. Apa yang
bisa kita lakukan adalah mengenalinya atau menghandle dan mengolahnya sebaik
mungkin.
Ajaran Hindu mengenal seksualitas
sebagai sesuatu yang mulia, bahkan bukan dosa, bukan laknat maksiat, karena itu
adalah asal manusia hadir ke bumi. Tak perlu diuraikan lebih jauh. Lihatlah
Lingga dan Yoni adalah simbol penyatuan unsur maskulin dan feminim. Jangan
lupa, lihat tugu Monas, jelas itu bentuk kreatif dari Lingga dan Yoni.
Sanggama mempunyai fungsi, yaitu
“reproduksi untuk melangsungkan keturunan”. Tetapi banyak orang mengejar
kenikmatan melakukan sanggama. Sehingga sering mengelirukan antara “membuat
anak dan membuat enak”. Sehingga sering kali kelahiran anak menjadi tak terkendali
tanpa upaya Keluarga Berencana (KB).
Kama, adalah keinginan dan juga
nafsu. Nafsu seks dan keinginan untuk bertahan hidup asal sumbernya sama yaitu
pada bagian otak yang disebut limbic. Organ seks adalah instrumen yang sifatnya
badani. Semua kenikmatan dan kepuasan yang berkaitan dengan seks, dalam
pandangan Hindu, bersifat badani atau materi atau duniawi. Namun demikian yang
menggerakkannya adalah energi. Bila energi ini sudah terakumulasi maka dorongan
seks menjadi sangat kuat. Inilah yang sering menjadi penyebab timbulnya
pemaksaan atau pemerkosaan.
Sedangkan Cinta, berasal dari
sumber yang berbeda yaitu dari dada, dari sekitar jantung. Di sana ada sumber
energi pembangkit rasa disebut Anahatta Chakra. Kama atau nafsu mempunyai sifat
menuntut. Sedangkan cinta sudah bisa memberi. Cinta bisa memberi dan menerima.
Kedua hal inilah yang harus dikenali secara baik oleh setiap anak remaja. Cinta
dan birahi bisa datang silih berganti dan dialami lebih dari sekali oleh anak
remaja. Sumber energi keduanya berbeda. Energi yang dipakai oleh kegiatan seks
itulah yang harus dikonversi atau dihaluskan. setelah halus disebut energi
Kundalini.
Bila energi kama ini bolak-balik
hanya dipakai untuk kegiatan sanggama. Maka kita melakukan pemborosan
besar-besaran. Energi yang sama bisa dipakai untuk menciptakan kreativitas.
kreativitas adalah salah satu karakter dari energi Kundalini
Pacaran Dalam Sumber Susastra
Hindu
Visi dan misi agama Hindu telah
ditentukan dalam proses kehidupan di dunia yaitu mengarah kepada tujuan hidup
manusia adalah mencapai Moksartham Jagatdhita yang diaplikasikan melalui misi
Dharma, Artha, Kama dan Moksa (Catur purusārtha), empat tujuan hidup manusia
yang sangat erat kaitanya dengan jenjang kehidupan manusia hidup yang pada dasarnya
Catur Purusārtha adalah filsafat hidup dari catur Asrama (empat tahapan
kehidupan di dunia ini).
Dalam Fase perkembangan kehidupan
manusia, sudah merupakan suatu kodrat manusia dari masa bayi, masa anak-anak,
masa remaja, masa dewasa, masa tua, sampai kembali ke asal mula. Masa remaja
inilah mengalami perubahan fisik dan perubahan perasaan baik pria maupun
wanita, perubahan yang sangat menonjol adalah nafsu atau keinginan (kama). Pada
masa inilah yang disebut masa puber. Kama berarti: nafsu atau keinginan yang
dapat memberikan kepuasan atau kesejahtraan hidup. Kepuasan atau kenikmatan
tersebut memang merupakan salah satu tujuan atau kebutuhan manusia, karena
manusia mempunyai Dasendriya (10 indriya), yaitu:
• Srotendriya: keinginan untuk mendengar
• Tvagendriya: keinginan untuk merasakan sentuhan
• Caksvindriya: keinginan untuk melihat
• Jihvendriya: keinginan untuk mengecap
• Granendriya: keinginan untuk mencium
• Vagindriya: keinginan untuk berkata
• Panindriya: keinginan untuk memegang sesuatu
• Padendriya; keinginan untuk bergerak, berjalan
• Payvindriya: keinginan untuk membuang kotoran
• Upasthendriya: keinginan untuk kenikmatan dengan kelamin
Kesepuluh indriya tersebut menyebabkan manusia berbuat sesuatu,
karenanya betapa pentingnya indriya tersebut,
perasaan ingin tahu yang senantiasa meyebabkan manusia memiliki
pengetahuan adalah diakibatkan oleh adanya indriya itu juga. Namun indriya tersebut perlu
dikendalikan, karena ia sering juga dapat menjerumuskan manusia. Indriya sering
diumpamakan seperti kuda liar, yang kalau dapat dikendalikan akan merupakan
kekuatan yang luar biasa. Kama atau kesenangan/kenikmatan menurut ajaran Hindu
tidak akan ada artinya jika diperoleh menyimpang dari Dharma. Karena Dharma
menduduki tempat di atas kama, dan menjadi pedoman dalam pencapaian kama,
Dharma merupakan hukum dari segala aspek kemanusiaan (Sarasamuccaya. 12).
“ Ilmu tanpa Dharma membahayakan, harta tanpa dharma menyengsarakan,
kedudukan tanpa dharma menggelisahkan, manusia tanpa dharma terasa hampa” .
Manusia telah memiliki kama atau
keinginan (nafsu) sejak dilahirkan ke dunia, dalam perkembangan kehidupan
manusia secara normal akan berkembang secara bertahap salah satu indriya
(keinginan) yang lebih menonjol. Maka pada masa remaja akan timbul keinginan pria dan wanita sebagai lawan jenis untuk
saling mencintai, dalam proses ini disebut dengan masa berpacaran. Dalam kitab
suci Ṛgveda X.27.12, dinyatakan :
“Kiyāti yoṣa maryanto vadhuyoḥ, Pariprita panyasa varyena, Bhadra
vadhur bhavāti yat supeṣaḥ, Svayam sa mitraṁ vanute jane cit”
Terdapat banyak yang
tertarik oleh kebaikan yang unggul (pria) dari beberapa orang yang hendak
mengawini mereka. Seorang gadis menjadi kekasih yang beruntung yang memilih
seorang teman (pria) bagi dirinya di
antara para peminang.
Menyimak uraian maupun mantra Ṛgveda
tersebut sumber kitab suci yang mengarahkan proses terjadinya pacaran adalah
dari kodrat, perkembangan fisik maupun jiwa seseorang yang memang patut terjadi
pada seorang pria maupun wanita. Dalam proses pacaran untuk mencari pasangan
hidup yang sejati seorang gadis maupun pria agar pandai dalam memilih calon
istri maupun calon suami. Hendaknya mampu memilih yang tepat (memiliki kebaikan
hati yang tulus, berbudhi pekerti luhur, memiliki wawasan keilmuan), meilih
bibit, bebet, dan bobot.
Aspek Filosofi Kama
“ Kama” bukan hanya sekedar kasih sayang (cinta
kasih), keinginan seksual atau nafsu,
birahi, tetapi kama juga merupakan prinsip filosofi, dari awal mula yang Maha ada. Kama sebagai salah satu tujuan kehidupan
dan juga merupakan subyek filosofi. Simbol riil dari “kama” yaitu Lingga
(kelamin laki-laki) dan Yoni (kelamin wanita). Purusa dan pradana terkandung
makna sebagai sumber kehidupan yang sangat sakral, perkembangan kama sebagai
prinsip filosofi, bahwa melalui kama seseorang dapat meraih kesatuan dan
realitas atau berkomunikasi dengan realitas atau yang mutlak melalui jalan
kama. Cinta kasih yang menjadi gambaran untuk bersatu dengan ketuhanan itu
sendiri. Jadi kama merupakan dasar seseorang “berpacaran” dalam filsafat Hindu,
dan berlanjut sampai pada penyatuan sesuai tahapan-tahapan yang harus dilalui
dalam konsep asrama.
Energi Cinta yang diarahkan
dengan benar akan menjadi halus dan berbudaya. Volume energi cinta harus
dibesarkan dan dikirim ke segala arah. Dikirim kepada sesama manusia, alam
lingkungan, binatang, dan lain-lain. Mereka yang energi cinta dalam dirinya sudah
penuh, otomatis akan menebar senyum kemana-mana. Dan senyum itu adalah senyum
original dan otentik, bukan senyum professional yang dipasang dari jam
09.00-17.00.
Dengan demikian dia tidak luruh
menjadi energi seks. Selanjutnya, energi yang sama bisa dipakai untuk menempuh
perjalanan spiritual. Tentu dengan latihan lebih lanjut. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa energi seks tidak untuk dihamburkan menjawab kama atau nafsu.
Tetapi ajaran Hindu tidak mengatur melalui larangan melainkan kesadaran.
Membangun kesadaran lewat Maind set. Memang agak memakan waktu, tapi aman untuk
jangka panjang. Karena tujuan akhir dari pendidikan dan pengasuhan adalah
mengantar anak remaja memasuki tahap dewasa. Indikatornya adalah kesadaran
pribadi yang mampu mengendalikan Kama (nafsu). Dan bukan sebaliknya, Kama
menguasai atau mengendalikan diri.
Etika Berpacaran
Dalam kehidupan bersama setiap
orang harus mengatur dirinya bertingkah laku tidak ada seorangpun boleh berbuat
sekehendak hatinya, mereka masing-masing harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tunduk pada aturan
bertingkah laku yang berlaku umum. Mereka hanya bebas berbuat dalam ikatan
aturan tingkah laku yang baik. peraturan tingkah laku yang baik inilah disebut “Tata Susila”.
Jadi jelas bentuk pengendalian
diri dalam pergaulan hidup bersama khususnya pergaulan yang lebih mendalam antara seorang pria dengan wanita yang
berpacaran wajib mentaati etika atau tata susila agar tujuan yang ingin dicapai
berjalan dengan baik. Petikan sloka-sloka dalam kitab suci Manawadharmasastra,
Gautama Smṛti, maupun Kamasutra yang dapat dipedomani dalam rangka berpacaran,
diantaranya, yaitu:
” Vayasaḥ karmano’rthasya śṛutasyabhijanasya ca,
vesavag buddhi sārupyaṁ ācāran vicarediha”
Hendaknya ia berjalan di dunia fana ini menyesuaikan
pakaianya, kata-kata, dan pikiranya agar ia sesuai dengan umum, kedudukan,
kekayaan, pelajaran sucinya, dan juga kebangsaannya.
(Gautama Smṛti, IV 18).
” Hendaknya bagian yang sensitif dari tubuh ini jangan
diperlihatkan, karena itu akan merusak mental dari orang yang melihatnya.”
(Kama Sutra.III.12)
” Janganlah menulis, melagukan bagian tubuh yang sensitif
selain untuk pasangannya, karena hal itu dapat merusak jalan darah dan
pikiranmu.”
(Kama Sutra.XII.9).
”Nanjayantiṁ svake
netre nā cabhyaktamanavṛtaṁ, nā prayet prasavanti ca tejaśkamo dvijottamaḥ”
Seseorang yang menginginkan keteguhan hati hendaknya tidak
memandang wanita yang sedang bersolek, atau yang telah bersolek dengan
menelanjangkan badannya, dan juga jangan melihat wanita yang sedang melahirkan.
(Manavadharmasastra IV.44).
”Tengkuk, buah dada, paha, dan betis wanita adalah
kekuatannya ; sinar auranya akan hilang apabila diperlihatkan pada laki-laki di
saat malam hari”.
(Kama Sutra. VIII.7).
”Upetya sṇātako
vidvanneksenna gṇaṁ para ṣṭriyam sa rahasyaṁ ca samvadam para ṣṭrism
vivarjayet.”
Bila ingin memiliki keteguhan hati dan kemasyuran janganlah
menggauli wanita selain istri sendiri. Jangan bersenda gurau cabul dan menyentuh
bagian rahasia dari istri orang lain. Jauhilah perbuatan itu.
( Gautama Smṛti.IX.32).
”Wanita mempunyai nafsu birahi yang mengalir. Janganlah
mendekati wanita yang dengan sengaja pemperlihatkan bagian belakang (leher dan
punggungnya) seperti ular kobra. Dia akan mematukmu dengan racun seks.”
(Kama Sutra. XLVII. 8)
”Patiṁ ya na bhicarati
māṇo vagdena sangyati sa bhartṛlokaṁ apnoti sadbhiḥ sadviticocyate.” Mereka
yang selalu mengendalikan pikiran perkataan,dan tubuhnya tidak menyalahgunakan
kehormatanya, akan mendapat tempat mulia, dan dialah disebut budiman/sadhu. (Manavadharmasastra.XI.29)
Ketentuan hukum dalam Hindu yang
berkaitan dengan pacaran antara lain disebutkan di dalam kitab Manawadharmasastra
dan Parasara Dharmasastra.
“paraṣṭriyam yo
bhivadettir ihe ranye vanepi va, nadinam vapi sambhede sa saṁgrahanamāpnuyar”
Ia yang bergurau cabul dengan wanita lain di tempat suci (Tirtha), di tempat
sunyi (hutan), di pertemuan dua sungai (tempat mandi) diancam dengan ancaman hukuman
karena sangrahana. (Manawadharmasastra VII.356).
“Upācarakriya kelih, sparco bhusaṇa vasasan, saha khatvasanaṁ
caiva sarvam
saṁgrahanam smṛiam.”
Memberikan sesuatu yang merangsang wanita lain, bercanda
cabul denganya, memegang busana dan hiasannya, serta duduk di tempat tidur
dengannya adalah perbuatan yang
(hukumnya) harus dianggap sama dengan berzinah.
(Manavadharmasastra. VIII.357).
“Ṣṭriyam sprceda dece yah sprsto va marsayettaya parasparasyanumate
sarvam saṁgrahanam smṛtam”
Bila seseorang menyentuh wanita lain pada bagian yang
terlarang, atau membiarkan menyentuh
bagian itu, walaupun semua perbuatan itu dilakukan dengan persetujuan
bersama, haruslah dianggap berzinah.
(Manavadharmasastra. VIII.358)
“Setelah menggauli
(berbuat cabul) dengan wanita
pelacur atau wanita jalang setiap orang dari semua Warna harus melaksanakan
penebusan dosa prapatyam dan membayar denda atau sedekah dan berpuasa.”
(Parasara Dharmasastra. X.5-9)
“Bila seseorang laki-laki dengan maksud menghina mencemari
wanita dengan kekerasan, maka dua jari tangannya dipotong segera dan didenda
sebesar enam ratus pana.”
(Manavadharmasastra. VIII.367).
Tips Pacaran Sehat
Beberapa persyaratan pacaran agar
sukses sampai ke jenjang pelaminan:
1. Walau cinta tidak mengenal batas, carilah pacar yang se-agama.
Pacaran berbeda agama biasanya lebih sering akan memunculkan banyak masalah di
kemudian hari.
2. Yang memiliki pacar berbeda agama, ingat.....Jangan gara-gara Doi –
Doanya Berubah!
3. Dengan Mentaati aturan-aturan kesulitan dan aturan-aturan yang
dituangkan dalam kitab suci dan norma-norma kepatutan yang berlaku umum.
4. Dapat mengendalikan diri
5. Harus terdapat persamaan tujuan yang dilandasi spiritual, belajar,
berusaha, mendisiplinkan diri.
6. Penuh rasa kasih sayang dan saling mencintai secara tulus sampai ke
lubuk hati yang terdalam.
7. Adanya keseimbangan, kecerdasan sosial, budaya, dan kepentingan
serta lingkungan.
8. Dalam perjalanan pacaran perlu memupuk rasa rendah hati, saling isi
mengisi, mengurangi rasa ego.
9. Pacaran adalah sebagai motivasi dalam meniti ilmu pengetahuan,
maupun berkarier.
10. Jangan menyerahkan kehormatan diri dalam perjalanan pacaran
11. Lakukan meditasi secara teratur sehingga dapat menghaluskan energi
kama menjadi energi cinta
Kesimpulan
Mengingat kecepatan perubahan
gaya hidup di Indonesia sangat cepat, maka dirasa perlu meningkatkan peranan
orang tua dalam tugas pokoknya sebagai pengasuh dan pendidik. Tidak mustahil,
banyak orang tua yang kehilangan orientasi dalam menghadapi perubahan budaya
yang tengah tejadi. Tidak usah malu-malu kita memperbaiki pola asuh,
menyegarkan materi pengasuhan, serta meningkatkan komitmen untuk intens
mengasuh putra-putrinya sendiri.
Pengasuhan dan pendidikan
generasi muda adalah investasi untuk mencapai masa depan generasi yang berbudhi
luhur, memiliki kesadaran Dharma yang tinggi, dan generasi yang bahagia,
sejahtera dan sentosa. Pacaran sehat adalah tamasya yang berhak mereka lalui,
agar mulus memasuki tahap dewasa. Berpacaran dalam kajian kitab suci Veda yang
sangat ditekankan adalah menjaga etika dan mengendalikan diri untuk pacaran
sukses ke jenjang pernikahan,inilah yang disebut pacaran sehat.
“Gaya Hidup Sehat adalah
melakukan kebiasaan baik untuk menciptakan hidup sehat setiap hari dan
menghindari kebiasaan buruk yang mengganggu kesehatan dan kehidupan sosial”.
Tāmaso mā jyotir gamaya
Oṁ śāntiḥ śāntiḥ śāntiḥ Oṁ
Sumber: tulisan dari Shri Danu Dharma P. (I Wayan Sudarma) pada
wi love ajak gek
BalasHapusgek love ajak wi
wi ajak gek !@#$%^&*
Uhukk........ uhuk....
BalasHapusJul ... sebaiknya minum obat batuk ....
BalasHapusRare Angon Nak Bali Belog Berkunjung karena mendengar tetangga batuk .... maaf admin kommentnya ga nyambung...