Perang di Kurukshetra
Perang di Kurukshetra
(Devanagari: कुरुक्षेत्र युद्ध ), yang merupakan bagian
penting dari wiracarita Mahābhārata, dilatarbelakangi perebutan kekuasaan
antara lima putera Pandu dengan seratus putera Dretarastra. Dataran Kurukshetra
yang menjadi lokasi pertempuran ini masih bisa dikunjungi dan disaksikan sampai
sekarang. Kurukshetra terletak di negara bagian Haryana, India. Pertempuran tersebut tidak diketahui dengan
pasti kapan terjadinya, sehingga kadang-kadang disebut terjadi pada "Era
Mitologi". Beberapa peninggalan puing-puing di Kurukshetra (seperti misalnya benteng) diduga
sebagai bukti arkeologinya. Menurut Bhagawad Gita, Perang di Kurukshetra
terjadi 3000 tahun sebelum tahun Masehi (5000 tahun yang lalu) dan hal tersebut
menjadi referensi yang terkenal. Meskipun pertempuran tersebut merupakan pertikaian
antar dua keluarga dalam satu dinasti, namun juga melibatkan berbagai kerajaan
di daratan India pada masa lampau. Pertempuran terjadi selama 18 hari. Perang
tersebut mengakibatkan banyaknya wanita yang menjadi janda dan banyak anak-anak
yang menjadi anak yatim. Perang ini juga mengakibatkan krisis di daratan India
dan merupakan gerbang menuju zaman Kali Yuga.
Latar belakang
Mahābhārata, merupakan kisah epik
besar yang menceritakan tentang kehidupan keluarga Dinasti Kuru sebagai kisah
sentral. Salah satu bagian yang terkenal dalam kisah tersebut adalah perang di
Kurukshetra. Kurukshetra berarti “daratan Kuru”, disebut juga Dharamkshetra
yang berarti “daratan keadilan”. Lokasi tersebut dipilih sebab daratan tersebut
merupakan tanah yang sangat suci. Dosa-dosa apa pun yang dilakukan di sana
pasti dapat terma'afkan berkat kesuciannya. Kisah perebutan kekuasaan terjadi
antara keturunan Pandu dengan keturunan Dretarastra. Pandu dan Dretarastra
bersaudara tiri, lain ibu namun satu ayah. Dretarastra buta sejak lahir, maka
pemerintahan diserahkan oleh ayahnya kepada adik tirinya, Pandu. Setelah Pandu
meninggal, Dretarastra menggantikan posisi Pandu sebagai kepala pemerintahan di
Hastinapura. Ia sebenarnya bukan seorang Raja sejati, hanya pejabat
pemerintahan sementara waktu. Pandu memiliki lima putera yang disebut Pandawa,
sedangkan Dretarastra memiliki seratus putera yang disebut Korawa. Pandawa dan
Korawa tinggal di istana yang sama dan dididik oleh guru yang sama,
Dronacharya. Korawa bersifat licik, khususnya Duryodana, kakak sulung para
Korawa. Mereka ingin mewarisi tahta Dinasti Kuru, namun Pandawa adalah penerus
kerajaan yang sebenarnya. Selama Pandawa masih ada, Korawa tidak memiliki
peluang untuk mewarisi tahta. Maka berbagai upaya dilakukan untuk menyingkirkan
para Pandawa. Namun para Pandawa selalu selamat meskipun nyawa mereka
berkali-kali terancam. Hal itu berkat perlindungan yang seksama dari pamannya,
Widura, dan Sri Kresna, sepupunya. Setelah gagal dengan berbagai usaha,
kemudian Korawa mengajak Pandawa main dadu, dengan syarat yang kalah harus
meninggalkan istana selama tiga belas tahun. Tapi permainan dadu yang sudah
disetel dengan licik mengakibatkan Pandawa kalah, sehingga mereka harus
meninggalkan kerajaan selama tiga belas tahun dan terpaksa mengasingkan diri ke
hutan. Setelah masa pengasingan berakhir, sesuai dengan perjanjian yang sah,
Pandawa berhak meminta kembali kerajaannya. Namun Duryodana menolak
mentah-mentah untuk menyerahkan kembali kerajaannya. Sebagai seorang pangeran,
Pandawa merasa wajib dan berhak turut serta dalam administrasi pemerintahan,
maka mereka meminta lima buah desa saja. Tetapi Duryodana sombong dan berkata
bahwa ia tidak bersedia memberikan tanah kepada para Pandawa, bahkan seluas
ujung jarum pun. Jawaban itu membuat para Pandawa tidak bisa bersabar lagi dan
perang tak bisa dihindari. Duryodana pun sudah mengharapkan peperangan.
Misi damai Sri Kresna
Sebelum keputusan untuk berperang
diumumkan, para Pandawa berusaha mencari sekutu dengan mengirimkan surat
permohonan kepada para Raja di daratan India Kuno agar mau mengirimkan
pasukannya untuk membantu para Pandawa jika perang besar akan terjadi. Begitu
juga yang dilakukan oleh para Korawa, mencari sekutu. Hal itu membuat para Raja
di daratan India Kuno terbagi menjadi dua pihak, pihak Pandawa dan pihak
Korawa.
Sementara itu, Kresna mencoba
untuk melakukan perundingan damai. Kresna pergi ke Hastinapura untuk
mengusulkan perdamaian antara pihak Pandawa dan Korawa. Namun Duryodana menolak
usul Kresna dan merasa dilecehkan, maka ia menyuruh para prajuritnya untuk
menangkap Kresna sebelum meninggalkan istana. Tetapi Kresna bukanlah manusia
biasa. Ia mengeluarkan sinar menyilaukan yang membutakan mata para prajurit
Duryodana yang hendak menangkapnya. Pada saat itu pula ia menunjukkan bentuk
rohaninya yang hanya disaksikan oleh tiga orang berhati suci: Bisma, Drona, dan
Widura. Setelah Kresna meninggalkan istana Hastinapura, ia pergi ke Uplaplawya
untuk memberitahu para Pandawa bahwa perang tak akan bisa dicegah lagi. Ia
meminta agar para Pandawa menyiapkan tentara dan memberitahu para sekutu bahwa
perang besar akan terjadi.
Persiapan perang
Ilustrasi perang di Kurukshetra
dalam kitab Mahābhārata. Kresna tidak bersedia bertempur secara pribadi. Ia
mengajukan pilihan kepada para Pandawa dan Korawa, bahwa salah satu boleh
meminta pasukan Kresna yang jumlahnya besar sementara yang lain boleh
memanfaatkan tenaganya sebagai seorang ksatria. Mendapat kesempatan itu, Arjuna
dan Duryodana pergi ke Dwaraka untuk memilih salah satu dari dua pilihan
tersebut. Duryodana jenius di bidang
politik, maka ia memilih tentara Kresna. Sedangkan para Pandawa yang diwakili
Arjuna, bersemangat untuk meminta tenaga Sri Kresna sebagai seorang penasihat
dan memintanya agar bertempur tanpa senjata di medan laga. Sri Kresna bersedia
mengabulkan permohonan tersebut, dan kedua belah pihak merasa puas. Pandawa
telah mendapatkan tenaga Kresna, sementara Korawa telah mendapatkan tentara
Kresna. Persiapan perang dimatangkan. Sekutu kedua belah pihak yang terdiri dari
para Raja dan ksatria gagah perkasa dengan diringi pasukan yang jumlahnya
sangat besar berdatangan dari berbagai penjuru India dan berkumpul di markasnya
masing-masing. Pandawa memiliki tujuh divisi sementara Korawa memiliki sebelas
divisi. Beberapa kerajaan pada zaman India kuno seperti Kerajaan Dwaraka,
Kerajaan Kasi, Kerajaan Kekeya, Magada, Matsya, Chedi, Pandya dan wangsa Yadu
dari Mandura bersekutu dengan para Pandawa; sementara sekutu para Korawa
terdiri dari Raja Pragjyotisha, Anga, Kekaya, Sindhudesa, Mahishmati, Awanti
dari Madhyadesa, Kerajaan Madra, Kerajaan Gandhara, Kerajaan Bahlika, Kamboja,
dan masih banyak lagi.
Pihak Pandawa
Melihat tidak ada harapan untuk
berdamai, Yudistira, kakak sulung para Pandawa, meminta saudara-saudaranya
untuk mengatur pasukan mereka. Pasukan Pandawa dibagi menjadi tujuh divisi.
Setiap divisi dipimpin oleh Drupada, Wirata, Drestadyumna, Srikandi, Satyaki,
Cekitana dan Bima. Setelah berunding dengan para pemimpin mereka, para Pandawa
menunjuk Drestadyumna sebagai panglima perang pasukan Pandawa. Mahabharata
menyebutkan bahwa seluruh kerajaan di daratan India utara bersekutu dengan
Pandawa dan memberikannya pasukan yang jumlahnya besar. Beberapa di antara
mereka yakni: Kerajaan Kekeya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan
Kerala, Kerajaan Magadha, dan masih banyak lagi.
Pihak Korawa
Duryodana meminta Bisma untuk
memimpin pasukan Korawa. Bisma menerimanya dengan perasaan bahwa ketika ia
bertarung dengan tulus ikhlas, ia tidak akan tega menyakiti para Pandawa. Bisma
juga tidak ingin bertarung di sisi Karna dan tidak akan membiarkannya menyerang
Pandawa tanpa aba-aba darinya. Bisma juga tidak ingin dia dan Karna menyerang
Pandawa bersamaan dengan ksatria Korawa lainnya. Ia tidak ingin penyerangan
secara serentak dilakukan oleh Karna dengan alasan bahwa kasta Karna lebih
rendah. Bagaimanapun juga, Duryodana memaklumi keadaan Bisma dan mengangkatnya
sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Pasukan dibagi menjadi sebelas
divisi. Seratus Korawa dipimpin oleh Duryodana sendiri bersama dengan adiknya —
Duhsasana, putera kedua Dretarastra, dan dalam pertempuran Korawa dibantu oleh
Rsi Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para Korawa — Jayadrata, guru
Kripa, Kritawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sangkuni, dan masih
banyak lagi para ksatria dan Raja gagah perkasa yang memihak Korawa demi
Hastinapura maupun Dretarastra.
Pihak netral
Kerajaan Widarbha dan rajanya,
Raja Rukmi, selayaknya kakak Kresna, Baladewa, adalah pihak yang netral dalam
peperangan tersebut.
Divisi pasukan dan persenjataan
Setiap pihak memiliki jumlah
pasukan yang besar. Pasukan tersebut dibagi-bagi ke dalam divisi (akshauhini).
Setiap divisi berjumlah 218.700 prajurit yang terdiri dari:
- 21.870 pasukan berkereta kuda
- 21.870 pasukan penunggang gajah
- 65.610 pasukan penunggang kuda
- 109.350 tentara biasa
Perbandingan jumlah mereka adalah
1:1:3:5. Pasukan pandawa memiliki 7 divisi, total pasukan=1.530.900 orang.
Pasukan Korawa memiliki 11 divisi, total pasukan=2.405.700 orang. Total seluruh
pasukan yang terlibat dalam perang=3.936.600 orang. Jumlah pasukan yang
terlibat dalam perang sangat banyak sebab divisi pasukan kedua belah pihak
merupakan gabungan dari divisi pasukan kerajaan lain di seluruh daratan India.
Senjata yang digunakan dalam perang di Kurukshetra merupakan senjata kuno dan
primitif, contohya: panah; tombak; pedang; golok; kapak-perang; gada; dan
sebagainya. Para ksatria terkemuka seperti Arjuna, Bisma, Karna, Aswatama,
Drona, dan Abimanyu, memilih senjata panah karena sesuai dengan keahlian
mereka. Bima dan Duryodana memilih senjata gada untuk bertarung.
Formasi militer
Dalam setiap perang di zaman
Mahabharata, formasi militer adalah hal yang penting. Dengan formasi yang baik
dan sempurna, maka musuh juga lebih mudah ditaklukkan. Ada beberapa formasi,
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Formasi militer
tersebut sebagai berikut:
- Krauncha Vyuha (formasi bangau)
- Chakra Vyuha (formasi cakram /
melingkar)
- Kurma Vyuha (formasi kura-kura)
- Makara Vyuha (formasi buaya)
- Trisula Vyuha (formasi trisula)
- Sarpa Vyuha (formasi ular)
- Kamala atau Padma Vyuha
(formasi teratai)
Sulit mengindikasi dengan tepat
makna dari nama-nama formasi tersebut. Nama formasi mungkin saja mengindikasi
bahwa sebuah pasukan memilih suatu bentuk tertentu (seperti elang, bangau, dll)
sebagai formasi, atau mungkin saja nama suatu formasi berarti strategi mereka
mirip dengan suatu hewan/hal tertentu.
Aturan perang
Dua pemimpin tertinggi dari kedua
belah pihak bertemu dan membuat "peraturan tentang perlakuan yang
etis"—Dharmayuddha—sebagai aturan perang. Peraturan tersebut sebagai
berikut:
1. Pertempuran harus dimulai
setelah matahari terbit dan harus segera dihentikan saat matahari terbenam.
2. Pertempuran satu lawan satu;
tidak boleh mengeroyok prajurit yang sedang sendirian.
3. Dua ksatria boleh bertempur
secara pribadi jika mereka memiliki senjata yang sama atau menaiki kendaraan
yang sama (kuda, gajah, atau kereta).
4. Tidak boleh membunuh prajurit
yang menyerahkan diri.
5. Seseorang yang menyerahkan
diri harus menjadi tawanan perang atau budak.
6. Tidak boleh membunuh atau
melukai prajurit yang tidak bersenjata.
7. Tidak boleh membunuh atau
melukai prajurit yang dalam keadaan tidak sadar.
8. Tidak boleh membunuh atau
melukai seseorang atau binatang yang tidak ikut berperang.
9. Tidak boleh membunuh atau
melukai prajurit dari belakang.
10. Tidak boleh menyerang wanita.
11. Tidak boleh menyerang hewan
yang tidak dianggap sebagai ancaman langsung.
12. Peraturan khusus yang dibuat
untuk setiap senjata mesti diikuti. Sebagai contoh, dilarang memukul bagian
pinggang ke bawah pada saat bertarung menggunakan gada.
13. Bagaimanapun juga, para
ksatria tidak boleh berjanji untuk berperang dengan curang.
Kebanyakan peraturan tersebut
dilanggar sesekali oleh kedua belah pihak.
Jalannya pertempuran
Para Raja dan Ksatria meniup
terompet kerang mereka tanda pertempuran akan segera dimulai. Pertempuran
berlangsung selama 18 hari. Pertempuran berlangsung pada saat matahari muncul
dan harus segera diakhiri pada saat matahari terbenam. Kedua belah pihak bertarung
di dataran Kurukshetra dan setiap hari terjadi pertempuran yang berlangsung
sengit dan mengesankan. Dalam setiap pertarungan yang terjadi dalam 18 hari
tersebut, ksatria yang tidak terbunuh dan berhasil mempertahankan nyawanya
adalah pemenang karena pertempuran tersebut adalah pertempuran menuju kematian.
Siapa yang bertahan hidup dan berhasil memusnahkan lawan-lawannya, dialah
pemenangnya.
Beberapa saat sebelum perang
Pada hari pertempuran pertama,
begitu juga pada hari-hari berikutnya, pasukan para Korawa berbaris menghadap
barat sedangkan pasukan para Pandawa berbaris menghadap timur. Pasukan Korawa
membentuk formasi seperti burung elang: pasukan penunggang gajah sebagai
tubuhnya; pasukan para Raja dan ksatria di barisan depan sebagai kepalanya; dan
pasukan penunggang kuda sebagai sayapnya. Dalam urusan perang, Bisma
berkonsultasi dengan panglima Drona, Bahlika dan Kripa. Pasukan Pandawa diatur
oleh Yudistira dan Arjuna agar membentuk "formasi Vajra". Karena
pasukan Pandawa lebih kecil daripada pasukan Korawa, maka strategi berperang
dibuat agar memungkinkan pasukan yang kecil untuk menyerang pasukan yang besar.
Sesuai strategi Pandawa, pasukan pemanah akan menghujani musuh dengan panah
dari belakang pasukan garis depan. Pasukan garis depan menggunakan senjata
langsung jarak pendek seperti: gada, pedang, kapak, tombak, dll. Pasukan Korawa
terdiri dari sebelas divisi di bawah perintah Bisma. Sepuluh divisi pasukan
Korawa membentuk barisan yang sangat hebat, sedangkan divisi kesebelas masih
berada di bawah aba-aba langsung dari Bisma, dan sebagian divisi melindunginya
dari serangan langsung karena Resi Bisma sangat berguna dan merupakan harapan
untuk menang.
Arjuna hendak menarik diri dari
pertempuran setelah melihat para ksatria bangsa Kuru yang telah berkumpul di
Kurukshetra, kemudian ia diberi wejangan oleh Kresna
Setelah sepakat dengan formasi
dan strategi masing-masing, pasukan kedua belah pihak berbaris rapi. Para Raja
dan ksatria gagah perkasa tampak siap untuk berperang. Duryodana optimis melihat
pasukan Korawa memiliki para ksatria tangguh yang setara dengan Bima dan
Arjuna. Namun ada tokoh-tokoh lain yang setara dengan mereka seperti Yuyudana,
Wirata, dan Drupada yang ia anggap sebagai batu rintangan dalam mencapai
kajayaan dalam pertempuran. Ia juga optimis karena ksatria-ksatria yang sangat
ahli di bidang militer, yaitu Bisma, Karna, Kritawarma, Wikarna, Burisrawas,
dan Kripa, ada di pihaknya. Selain itu Raja agung seperti Yudhamanyu dan
Uttamauja yang sangat perkasa juga turut berpartisipasi dalam pertempuran
sebagai penghancur bagi musuh-musuhnya. Bisma, dengan diikuti oleh Para Raja
dan ksatria dari kedua belah pihak meniup “sangkala” (terompet kerang) mereka
tanda pertempuran akan segera dimulai.
Ketika terompet sudah ditiup dan
kedua pasukan sudah berhadap-hadapan, bersiap-siap untuk bertempur, Arjuna
menyuruh Kresna, guru spiritual sekaligus kusir keretanya, agar mengemudikan
keretanya menuju ke tengah medan pertempuran supaya ia bisa melihat, siapa yang
siap bertempur dan siapa yang harus ia hadapi. Tiba-tiba Arjuna dilanda
perasaan takut akan kemusnahan wangsa Bharata, keturunan Kuru, nenek moyangnya.
Arjuna juga dilanda kebimbangan akan melanjutkan pertarungan atau tidak. Ia
melihat kakek tercintanya, bersama-sama dengan gurunya, paman, saudara sepupu,
ipar, mertua, dan teman bermain semasa kecil, semuanya kini berada di
Kurukshetra, harus bertarung dengannya dan saling bunuh. Arjuna merasa lemah
dan tidak tega untuk melakukannya. Dilanda oleh pergolakan batin, antara mana
yang merupakan ajaran agama, mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna
bertanya kepada Kresna yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama. Kresna,
yang memilih menjadi kusir kereta Arjuna, menjelaskan dengan panjang lebar
ajaran-ajaran ketuhanan dan kewajiban seorang ksatria, agar dapat membedakan
antara yang baik dengan yang salah. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi
sebuah kitab filsafat yang sangat terkenal yang bernama Bhagawad Gita. Dalam
Bhagawad Gita, Kresna menyuruh Arjuna untuk tidak ragu dalam melakukan
kewajibannya sebagai seorang ksatria yang berada di jalur yang benar. Ia juga
mengingatkan bahwa kewajiban Arjuna adalah membunuh siapa saja yang ingin
mengalahkan kebajikan dengan kejahatan. Kemudian Sri Kresna menunjukkan bentuk
semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna tahu siapa ia sesungguhnya sehingga
segala keraguan dalam hatinya sirna. Dalam wujud semesta tersebut, ia
meyakinkan Arjuna bahwa sebagian besar para ksatria perkasa di kedua belah
pihak telah dihancurkan, dan yang bertahan hidup hanya beberapa orang saja,
maka tanpa ragu Arjuna harus mau bertempur.
Kresna menunjukkan bentuk
semestanya agar segala keraguan di hati Arjuna sirna
Sebelum pertempuran dimulai,
Yudistira melakukan sesuatu yang mengejutkan. Tiba-tiba ia meletakkan senjata,
melepaskan baju zirah, turun dari kereta dan berjalan ke arah pasukan Korawa
dengan mencakupkan tangan seperti berdoa. Para Pandawa dan para Korawa tidak
percaya dengan apa yang dilakukannya, dan mereka berpikir bahwa Yudistira sudah
menyerah bahkan sebelum panah sempat melesat. Ternyata Yudistira tidak
menyerah. Dengan hati yang suci Yudistira menyembah Bisma dan memohon berkah
akan keberhasilan. Bisma, kakek dari para Pandawa dan Korawa, memberkati
Yudistira. Setelah itu, Yudistira kembali menaiki keretanya dan pertempuran
siap untuk dimulai.
Pembantaian Bisma
Pertempuran dimulai. Kedua belah
pihak maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi pasukan
Pandawa saling bantai. Bisma maju menyerang para ksatria Pandawa dan
membinasakan apapun yang menghalangi jalannya. Abimanyu melihat hal tersebut
dan menyuruh paman-pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang
Bisma dan para pengawalnya. Namun usaha para ksatria Pandawa di hari pertama
tidak berhasil. Mereka menerima kekalahan. Putera Raja Wirata, Uttara dan
Sweta, gugur oleh Bisma dan Salya di hari pertama. Kekalahan di hari pertama
membuat Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri Kresna berkata bahwa kemenangan
sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.
Duel Arjuna dengan Bisma
Pada hari kedua, Arjuna bertekad
untuk membalikkan keadaan yang didapat pada hari pertama. Arjuna mencoba untuk
menyerang Bisma dan membunuhnya, namun para pasukan Korawa berbaris di
sekeliling Bisma dan melindunginya dengan segenap tenaga sehingga meyulitkan Arjuna.
Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak membunuh Bisma. Kedua belah pihak
saling bantai, dan sebagian besar pasukan Korawa gugur di tangan Arjuna.
Setelah menyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna dan Bisma terlibat dalam duel
sengit. Sementara itu Drona menyerang Drestadyumna bertubi-tubi dan mematahkan
panahnya berkali-kali. Bima yang melihat keadaan tersebut menyongsong
Drestadyumna dan menyelamatkan nyawanya. Duryodana mengirim pasukan bantuan
dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima, namun serangan dari Duryodana tidak
berhasil dan pasukannya gugur semua. Setyaki yang bersekutu dengan Pandawa
memanah kusir kereta Bisma sampai meninggal. Tanpa kusir, kuda melarikan kereta
Bisma menjauhi medan laga. Di akhir hari kedua, pihak Korawa mendapat kekalahan.
Kemarahan Kresna
Kesabaran Kresna habis sehingga
ia ingin membunuh Bisma dengan tangannya sendiri, namun dicegah oleh Arjuna.
Pada hari ketiga, Bisma memberi instruksi agar pasukan Korawa membentuk formasi
burung elang dengan dirinya sendiri sebagai panglima berada di garis depan
sementara tentara Duryodana melindungi barisan belakang. Bisma ingin agar tidak
terjadi kegagalan lagi. Sementara itu para Pandawa mengantisipasinya dengan
membentuk formasi bulan sabit dengan Bima dan Arjuna sebagai pemimpin sayap
kanan dan kiri. Pasukan Korawa menitikberatkan penyerangannya kepada Arjuna.
Kemudian kereta Arjuna diserbu oleh berbagai panah dan tombak. Dengan
kemahirannya yang hebat, Arjuna membentengi keretanya dengan arus panah yang
tak terhitung jumlahnya. Abimanyu dan Setyaki menggabungkan kekuatan untuk
menghancurkan tentara Gandara milik Sangkuni. Bima dan putranya, Gatotkaca,
menyerang Duryodana yang berada di barisan belakang. Panah Bima melesat menuju
Duryodana yang menukik di atas keretanya. Kusir keretanya segera membawanya
menjauhi pertempuran. Tentara Duryodana melihat pemimpinnya menjauhi
pertarungan. Bisma melihat hal tersebut lalu menyuruh agar pasukan bersiap
siaga dan membentuk kembali formasi, kemudian Duryodana datang kembali dan
memimpin tentaranya. Duryodana marah kepada Bisma karena masih segan untuk
menyerang para Pandawa. Bisma kemudian sadar dan mengubah perasaannnya kepada
para Pandawa. Arjuna dan Kresna mencoba menyerang Bisma. Arjuna dan Bisma
sekali lagi terlibat dalam pertarungan yang bengis, meskipun Arjuna masih
merasa tega dan segan untuk melawan kakeknya. Kresna menjadi sangat marah
dengan keadaan itu dan berkata, "Aku sudah tak bisa bersabar lagi, Aku
akan membunuh Bisma dengan tanganku sendiri," lalu ia mengambil chakra-nya
dan berlari ke arah Bisma. Arjuna berlari mengejarnya dan mencegah Kresna untuk
melakukannya. Kemudian mereka berdua melanjutkan pertarungan dan membinasakan
banyak pasukan Korawa.
Keberanian Bima
Hari keempat merupakan hari
dimana Bima menunjukkan keberaniannya. Bisma memerintahkan pasukan Korawa untuk
bergerak. Abimanyu dikepung oleh para ksatria Korawa lalu diserang. Arjuna
melihat hal tersebut lalu menolong Abimanyu. Bima muncul pada saat yang genting
tersebut lalu menyerang para kstria Korawa dengan gada. Kemudian Duryodana
mengirimkan pasukan gajah untuk menyerang Bima. Ketika Bima melihat pasukan
gajah menuju ke arahnya, ia turun dari kereta dan menyerang mereka satu persatu
dengan gada baja miliknya. Mereka dilempar dan dibanting ke arah pasukan
Korawa. Kemudian Bima menyerang para ksatria Korawa dan membunuh delapan adik
Duryodana. Akhirnya ia dipanah dan tersungkur di keretanya. Gatotkaca melihat
hal tersebut, lalu merasa sangat marah kepada pasukan Korawa. Bisma menasehati
bahwa tidak ada yang mampu melawan Gatotkaca yang sedang marah, lalu menyuruh
pasukan agar mundur. Duryodana merasa sedih telah kehilangan
saudara-saudaranya.
Pertempuran terus berlanjut
Pada hari kelima, pertempuran terus
berlanjut. Pasukan Pandawa dengan segenap tenaga membalas serangan Bisma. Bima
berada di garis depan bersama Srikandi dan Drestadyumna di sampingnya. Setyaki
berhadapan dengan Drona dan kesulitan untuk membalas serangannya. Bima pergi
meninggalkan Srikandi yang menyerang Bisma. Karena Srikandi berperan sebagai
seorang wanita, Bisma menolak untuk bertarung dan pergi. Sementara itu, Setyaki
membinasakan pasukan besar yang dikirim untuk menyerangnya. Pertempuran
dilanjutkan dengan pertarungan antara Setyaki melawan Burisrawas dan kemudian
Setyaki kesusahan sehingga berada dalam situasi genting. Melihat hal itu, Bima
datang melindungi Setyaki dan menyelamatkan nyawanya. Di tempat lain, Arjuna
bertempur dan membunuh ribuan tentara yang dikirim Duryodana untuk menyerangnya.
Pertumpahan darah yang sulit dibayangkan terus berlanjut dari hari ke hari
selama pertempuran berlangsung. Hari keenam merupakan hari pembantaian yang
hebat. Drona membantai banyak prajurit di pihak Pandawa yang jumlahnya sukar
diukur. Formasi kedua belah pihak pecah. Pada hari kedelapan, Bima membunuh
delapan putera Dretarastra. Putera Arjuna—Irawan—terbunuh oleh para Korawa.
Pada hari kesembilan Kresna marah lagi sebab Arjuna masih segan untuk
mengalahkan Bhishma, lalu ia bergerak menuju pasukan Korawa. Arjuna sekali lagi
menghentikan Kresna.
Kekalahan Bisma
Rsi Bhisma yang tidur di ranjang
panah menjelang kematiannya. Pada hari kesepuluh, Pandawa yang merasa tidak
mungkin untuk mengalahkan Bisma menyusun suatu strategi. Arjuna berencana untuk
menempatkan Srikandi di depan keretanya, dan ia sendiri akan menyerang Bisma
dari belakang Srikandi. Bisma yang tidak tega untuk menyerang seorang wanita,
tidak bisa menyerang Arjuna karena dihalangi Srikandi. Hal itu dimanfaatkan
Arjuna untuk mehujani Bisma dengan ribuan panah yang mampu menembus baju
zirahnya. Ratusan panah di tubuh Bisma menancap sampai menembus badannya. Sang
ksatria besar terjatuh dari keretanya, namun badannya tidak menyentuh tanah
karena ditopang oleh panah yang menancap di tubuh. Pandawa dan Korawa
menghentikan pertarungannya sejenak lalu mengelilingi Rsi Bisma. Bisma menyuruh
Arjuna untuk meletakkan tiga anak panah di bawah kepalanya sebagai bantal.
Meskipun sudah tak berdaya, Bisma mampu hidup selama beberapa hari dan menyaksikan
kehancuran pasukan Korawa.
Yudistira ingin ditangkap
Dengan kekalahan Rsi Bisma pada
hari kesepuluh, Karna kembali ke medan laga dan melegakan hati Duryodana. Ia
mengangkat Drona sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Karna dan Duryodana
berencana untuk menangkap Yudistira hidup-hidup. Membunuh Yudistira di medan
laga hanya membuat para Pandawa semakin marah, sedangkan dengan adanya
Yudistira para Pandawa mendapatkan strategi perang. Drona membantu Karna dan
Duryodana untuk menaklukkan Yudistira. Ia memanah busur Yudistira hingga patah.
Para Pandawa cemas karena Yudistira akan menjadi tawanan perang. Melihat hal
itu, Arjuna turun tangan dan menghujani Drona dengan panah dan menggagalkan
rencana Duryodana. Setelah menerima kegagalan, Drona yakin bahwa rencana untuk
menaklukkan Yudistira sulit diwujudkan selama Arjuna masih ada. Raja Trigarta —
Susharma — bersama dengan 3 saudaranya dan 35 putera mereka berada di pihak
Korawa dan mencoba untuk membunuh Arjuna atau sebaliknya, mati di tangan
Arjuna. Mereka turun ke medan laga pada hari kedua belas dan langsung menyerbu
Arjuna. Namun mereka tidak berhasil sehingga gugur satu persatu. Semakin hari
kekuatan para Pandawa semakin bertambah dan memberikan pukulan yang besar
kepada pasukan Korawa.
Untuk menghancurkan mereka,
Duryodana mencoba memanggil Bhagadatta, Raja Pragjyotisha. Bhagadatta merupakan
putera dari Narakasura, raja jahat yang dibunuh oleh Kresna beberapa tahun
sebelumnya. Bhagadatta memiliki ribuan mammoth, gajah yang berukuran sangat
besar sebagai kekuatan pasukannya. Bhagadatta merupakan ksatria terkuat di
antara seluruh pasukan penunggang gajah di dunia. Bhagadatta mencoba menyerang
Arjuna dengan ribuan gajahnya. Pertempuran terjadi dengan sangat sengit. Karena
Arjuna sibuk dalam pertarungan yang sengit, ia kesulitan untuk mematahkan
formasi Cakravyhuha. Yudistira melihat hal tersebut dan menyuruh Abimanyu,
putera Arjuna, untuk membantu ayahnya keluar dari perangkap formasi Cakravyuha.
Arjuna berhasil keluar namun sebaliknya, Abimanyu terperangkap dan terbunuh.
Pada hari kedua belas, setelah melalui pertarungan yang sengit, akhirnya
Bhagadatta dan Susharma gugur di tangan Arjuna.
Akhir peperangan
Pertempuran berlangsung selama 18
hari penuh. Setelah kematian Abimanyu, Bhagadatta, Susharma dan saudara-saudaranya
pada hari ke-12, pertempuran berlangsung dengan ganas selama enam hari
berikutnya. Pada akhir hari ke-18, hanya sepuluh ksatria yang bertahan hidup
dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Setyaki, Aswatama,
Kripa dan Kritawarma. Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah
memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna,
Parikesit. Kemudian, ia bersama Pandawa dan Dropadi mendaki gunung Himalaya
sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Dropadi dan empat Pandawa, kecuali
Yudistira, meninggal dalam perjalanan. Akhirnya Yudistira berhasil mencapai
puncak Himalaya, dan dengan ketulusan hatinya, oleh anugerah Dewa Dharma ia
diizinkan masuk surga sebagai seorang manusia.
Perkiraan kapan terjadinya perang
Para sarjana berusaha mencari
tahu pada tahun berapa sebenarnya perang di Kurukshetra terjadi. Mereka
menggunakan catatan dalam Mahābhārata, memperhitungkan posisi benda langit,
menggunakan sistem kalender, bahkan sampai melakukan analisa radiokarbon. Hasil
perhitungan mereka sebagai berikut :
1. Dr. S. Balakrishna menyatakan
bahwa perang tersebut terjadi tahun 2559 SM dengan memperhitungkan gerhana
bulan.
2. Prof. I.N. Iyengar
memperkirakan perang tersebut terjadi tahun 1478 SM dengan memperhitungkan
gerhana dan garis lurus planet Saturnus+Jupiter.
3. Dr. B.N. Achar menyatakan
bahwa perang tersebut terjadi tahun 3067 SM dengan memperhitungkan posisi
planet-planet yang dicantumkan dalam Mahabharata.
4. Shri P.V. Holey yakin bahwa
perang tersebut terjadi tanggal 13 November tahun 3143 SM dengan
memperhitungkan posisi planet dan sistem kalender.
5. Dr. P.V.Vartak mengatakan
bahwa perang tersebut terjadi tanggal 16 Oktober tahun 5561 SM dengan
memperhitungkan posisi planet.
Beberapa sarjana memperkirakan
usia perang di Kurukshetra tidak setua yang diperkirakan oleh sarjana di atas.
John L Brockington memperkirakan perang tersebut sangat mungkin terjadi 900 SM.
Pertempuran Sepuluh Raja, pertempuran antara Raja Bharata bernama Sudas dan
perserikatan sepuluh suku yang muncul dalam Rgveda, dipercaya sebagai asal mula
mitologi perang di Kurukshetra terjadi. Beberapa arkeolog India mencoba mencari
tahu kapan sebenarnya perang di Kurukshetra terjadi, seperti penelitian belanga
yang ditemukan di Ganges. Penelitian radiokarbon menunjukkan artifak tersebut
berasal dari periode 800 - 350 SM.
sumber :
Om Swastiastu
BalasHapusRare Angon Nak Bali Belog melali meriki ke blog nak bali sane keren dan punuh semangat, sapa lagi kalo bukan blog radheyasuta ....
engken niki payu jagi on air ...
Om Swastyastu bli...
Hapushehehe peh jeg bes tegeh ben ne ngajumang niki... sakit nyen men ulung bli,.,.. meglebug sakit san men bes tegeh.. heheheh suksma niki pujiane, sareng2 malajah niki bli, kanggiang munuh2 buah gatep niki,,, hehehe
jeg terus ten ngidang2 encoding niki bli, durung polih solusi tiang niki, hehehe dados coba apisan server gitabaline?? xiixixixixixix
Memandang bunga bunga bermekaran dalam lagu lagu bunga tarian tarian India Dan letak saturnus yupiter bumi India saat 1478 SM awal neletus perang Mahabharata sampai sejarang bunga bunga bermekaran 2020 M
BalasHapusLetak PETA dunia 1478 SM berbentuk penyatuan India Indonesia Dan letak ASEAN 5 desa Arjuna yudistira bima nakula sadewa 13 Tahun diasingkan ditolak Duryudana Ahmad Raflli Nagita perang pandawa Dan kurawa terjadi 1478 SM 2020 M mulai pecah😁😁😁😁😇😈
BalasHapusChina wasit adil 😁😁😁😁😇😈
BalasHapusPerang melawan Ahmad raffli (duryudana)Dan nagita (isteri duryudana)(kurawa)������������
BalasHapusPerang melawan Ahmad raffli (duryudana)Dan nagita (isteri duryudana)(kurawa)😁😁😁😁😇😈
BalasHapus