Kebanyakan dari kita merasa pasti bisa mengubah orang lain asalkan mau berusaha dan rasa kepastian ini mendorong kita untuk bersikap sembarangan dalam memberikan nasihat. Kita merasa niat baik kita untuk mengubah orang lain akan secara otomatis membuahkan hasil seperti yang kita inginkan, yaitu berubahnya orang yang kita nasihati tersebut. Kita menganggap bahwa niat niat baik saja sudah cukup untuk melakukan perubahan.
Sayangnya prasangka kita yang seperti itu salah besar.
Ada sebuah kisah seorang pemuja Tuhan yang dilakukan secara tradisi yang ada di Bali dan ada seorang pemuja Tuhan yang disebut sampradaya. Pada suatu hari terjadilah suatu perdebatan tentang pemujaan kepada Tuhan yang benar sesuai dengan caranya masing-masing yang dianggap benar, perdebatan ini menjadi memanas karena masing-masing mempunyai prinsip yang berbeda dalam memandang Tuhan sebagai pujaannya dan demikian pula cara melakukan pemujaannya. Ditengah perdebatan yang memanas itu ada niat seseorang mencoba menengahi perdebatan itu dengan maksud agar jangan menjadi pertengkeran.
Niat baik seseorang yang tujuannya menengahi pertebatan itu ternyata malah membuatnya dimusuhi dan diusir oleh kedua orang yang sedang bersitegang, setelah orang yang mempunyai niat baik itu pergi, perdebatanpun kembali dilangsungkan.
Sebuah pertanyaan, adakah hal yang keliru yang dilakukan oleh seseorang yang berniat baik itu ?
Kedua pemuja Tuhan diatas melambangkan watak manusia yang tenggelam dalam cara hidupnya masing-masing yang saling berbeda satu sama lainnya. Keduanya sama sekali tidak mampu menyempurnakan dirinya dalam artian mampu bangkit dari cara hidupnya yang telah sekian lama dijalaninya.
Bagi pemuja tradisi melakukan bhairawa paksa atau memotong hewan (ngelawar) itu merupakan objek terpenting dalam kehidupan ini dan merupakan kegiatan yang amat penting. Oleh karena cara hidup dan kodratnya yang menganggap kegiatan tradisi itu menjadi hal yang penting baginya. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang lainnya (ahimsa) dianggap tidak sebagai penunjang dari kegiatan pemujaan.
Sementara bagi seorang sampradaya, vegetarian adalah suatu jalan yang paling utama yang harus dilakukan oleh seorang pemuja Tuhan dalam melakukan pemujaan. Daging dan ikan yang dipuja-puja sebagai makanan yang enak, bagi seorang sampradaya sangatlah tidak enak, dan kalau melakukan penyembelihan hewan untuk pemujaan sangat tidak dibenarkan, karena melakukan pemujaan dengan membunuh mahluk hidup lainnya.
Masing-masing hidup mengkategorikan benda yang sama secara berbeda. Apa yang menurut yang satu enak dan penting, ternyata bagi yang lain sama sekali berbeda. Demikian pula sebaliknya.
Alam kehidupan keduanya demikian berbeda dan sekaligus tertutup satu sama lain. Kedua hal itulah yang menjadi penyebab terciptanya perbedaan diantara keduanya.
Hal yang sama sesungguhnya bisa kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Pertengkaran, perdebatan, konflik dan segala bentuk perselisihan lainnya senantiasa berakar pada perbedaan alam kehidupan yg begitu jauh berbeda dan sekaligus sama-sama tertutupnya. Ketika sama sekali berbeda itu berarti tidak ada titik kesamaan yang bisa menyatukan kedua belah pihak, selemah apapun kebersamaan itu.
Ketika tidak ada keterbukaan, maka itu berarti kedua belah pihak telah mengabsolutkan kebenaran alam kehidupannya sendiri, dengan kata lain alam kehidupan pihak lain selain diri sendiri adalah salah. Sifat ini menjadikan diri kita menjadi agresif terhadap alam kehidupan orang lain. Dan menganggap yang lain salah harus dilenyapkan, dimusnahkan. Jadi persoalannya bukanlah sekedar karena adanya perbedaan, tetapi lebih dalam dari itu, yaitu karena pengabsolutan alam kehidupan sendiri.
Inilah jawaban untuk pertanyaan diatas tentang kekeliruan yang telah dilakukan orang yang berniat baik itu.
Apa yang tidak dipahaminya ialah bahwa tidak semua perselisihan itu bisa diselesaikan atau dipecahkan. Hanya perselisihan-perselisihan yang terjadi diantara dua kehidupan yang tidak berbeda secara total dan masih bisa terbuka satu sama lain yang masih bisa dipecahkan atau diselesaikan.
Sementara perselisihan-perselisihan yang terjadi diantara dua alam kehidupan yang begitu berbeda dan telah mengabsolutkan diri merupakan permasalahan yang tidak mudah untuk diselesaikan. Kenapa...?. Karena ketika dua alam kehidupan yang telah mengabsolutkan dirinya masing-masing, maka tidak ada jembatan penghubung diantara keduanya. Komunikasi yang terjadi bukanlah dialog, tetapi monolog. Apa yang bisa dihasilkan oleh kedua monolog dalam melakukan perdamaian?. Tidak ada....!!!
Pada akhirnya, mereka yang bijaksana tidak akan terpaku pada bagaimana menghentikan perselisihan itu untuk waktu sesaat saja?. Jauh lebih penting baginya adalah bagaimana mengarahkan alam kehidupan yang menjadi sumber perselisihan itu untuk saling berubah kearah yang lebih matang sehingga perselisihan tidak akan mudah terjadi, baik dimasa kini dan masa depan .
Tujuan niat baik dari mereka yang bijaksana bukanlah untuk melenyapkan buah yang telah busuk, tetapi untuk menyerabut akar yang lebih baik sehingga dari pohon itu akan lahir buah yang lebih bermutu.
Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru....
Sayangnya prasangka kita yang seperti itu salah besar.
Ada sebuah kisah seorang pemuja Tuhan yang dilakukan secara tradisi yang ada di Bali dan ada seorang pemuja Tuhan yang disebut sampradaya. Pada suatu hari terjadilah suatu perdebatan tentang pemujaan kepada Tuhan yang benar sesuai dengan caranya masing-masing yang dianggap benar, perdebatan ini menjadi memanas karena masing-masing mempunyai prinsip yang berbeda dalam memandang Tuhan sebagai pujaannya dan demikian pula cara melakukan pemujaannya. Ditengah perdebatan yang memanas itu ada niat seseorang mencoba menengahi perdebatan itu dengan maksud agar jangan menjadi pertengkeran.
Niat baik seseorang yang tujuannya menengahi pertebatan itu ternyata malah membuatnya dimusuhi dan diusir oleh kedua orang yang sedang bersitegang, setelah orang yang mempunyai niat baik itu pergi, perdebatanpun kembali dilangsungkan.
Sebuah pertanyaan, adakah hal yang keliru yang dilakukan oleh seseorang yang berniat baik itu ?
Kedua pemuja Tuhan diatas melambangkan watak manusia yang tenggelam dalam cara hidupnya masing-masing yang saling berbeda satu sama lainnya. Keduanya sama sekali tidak mampu menyempurnakan dirinya dalam artian mampu bangkit dari cara hidupnya yang telah sekian lama dijalaninya.
Bagi pemuja tradisi melakukan bhairawa paksa atau memotong hewan (ngelawar) itu merupakan objek terpenting dalam kehidupan ini dan merupakan kegiatan yang amat penting. Oleh karena cara hidup dan kodratnya yang menganggap kegiatan tradisi itu menjadi hal yang penting baginya. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang lainnya (ahimsa) dianggap tidak sebagai penunjang dari kegiatan pemujaan.
Sementara bagi seorang sampradaya, vegetarian adalah suatu jalan yang paling utama yang harus dilakukan oleh seorang pemuja Tuhan dalam melakukan pemujaan. Daging dan ikan yang dipuja-puja sebagai makanan yang enak, bagi seorang sampradaya sangatlah tidak enak, dan kalau melakukan penyembelihan hewan untuk pemujaan sangat tidak dibenarkan, karena melakukan pemujaan dengan membunuh mahluk hidup lainnya.
Masing-masing hidup mengkategorikan benda yang sama secara berbeda. Apa yang menurut yang satu enak dan penting, ternyata bagi yang lain sama sekali berbeda. Demikian pula sebaliknya.
Alam kehidupan keduanya demikian berbeda dan sekaligus tertutup satu sama lain. Kedua hal itulah yang menjadi penyebab terciptanya perbedaan diantara keduanya.
Hal yang sama sesungguhnya bisa kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Pertengkaran, perdebatan, konflik dan segala bentuk perselisihan lainnya senantiasa berakar pada perbedaan alam kehidupan yg begitu jauh berbeda dan sekaligus sama-sama tertutupnya. Ketika sama sekali berbeda itu berarti tidak ada titik kesamaan yang bisa menyatukan kedua belah pihak, selemah apapun kebersamaan itu.
Ketika tidak ada keterbukaan, maka itu berarti kedua belah pihak telah mengabsolutkan kebenaran alam kehidupannya sendiri, dengan kata lain alam kehidupan pihak lain selain diri sendiri adalah salah. Sifat ini menjadikan diri kita menjadi agresif terhadap alam kehidupan orang lain. Dan menganggap yang lain salah harus dilenyapkan, dimusnahkan. Jadi persoalannya bukanlah sekedar karena adanya perbedaan, tetapi lebih dalam dari itu, yaitu karena pengabsolutan alam kehidupan sendiri.
Inilah jawaban untuk pertanyaan diatas tentang kekeliruan yang telah dilakukan orang yang berniat baik itu.
Apa yang tidak dipahaminya ialah bahwa tidak semua perselisihan itu bisa diselesaikan atau dipecahkan. Hanya perselisihan-perselisihan yang terjadi diantara dua kehidupan yang tidak berbeda secara total dan masih bisa terbuka satu sama lain yang masih bisa dipecahkan atau diselesaikan.
Sementara perselisihan-perselisihan yang terjadi diantara dua alam kehidupan yang begitu berbeda dan telah mengabsolutkan diri merupakan permasalahan yang tidak mudah untuk diselesaikan. Kenapa...?. Karena ketika dua alam kehidupan yang telah mengabsolutkan dirinya masing-masing, maka tidak ada jembatan penghubung diantara keduanya. Komunikasi yang terjadi bukanlah dialog, tetapi monolog. Apa yang bisa dihasilkan oleh kedua monolog dalam melakukan perdamaian?. Tidak ada....!!!
Pada akhirnya, mereka yang bijaksana tidak akan terpaku pada bagaimana menghentikan perselisihan itu untuk waktu sesaat saja?. Jauh lebih penting baginya adalah bagaimana mengarahkan alam kehidupan yang menjadi sumber perselisihan itu untuk saling berubah kearah yang lebih matang sehingga perselisihan tidak akan mudah terjadi, baik dimasa kini dan masa depan .
Tujuan niat baik dari mereka yang bijaksana bukanlah untuk melenyapkan buah yang telah busuk, tetapi untuk menyerabut akar yang lebih baik sehingga dari pohon itu akan lahir buah yang lebih bermutu.
Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar