Sabtu, 18 Februari 2012

MENGUCAPKAN KEBENARAN

Pada suatu hari Dewi Parwati bertanya kepada Siwa, "Yang Mulia, Saya mendengar ada tempat suci untuk memuja Paduka bernama Kashi. Siapapun yang mengunjungi Kashi dan mempersembahkan doa kepada Paduka setelah mandi di sungai Gangga akan mendapatkan pahala untuk datang ke Kailasa dan tinggal disini selamanya. Benarkah itu?"
Siwa menjawab, "Tidak semua orang dapat memperoleh pahala itu. Hanya mengunjungi Kashi dan mempersembahkan puja kepada patung-KU tidaklah cukup. Sekarang akan KU jelaskan kepada-MU. Marilah kita ke Kashi sebagai pasangan jompo. Engkau harus melakonkan suatu drama"

Siwa dan Parwati menampakkan diri dihadapan pintu masuk pura Siwa. Parwati sebagai nenek berwajah buruk berumur 80 tahun dan Siwa sebagai kakek reot berumur 90 tahun. Siwa membaringkan kepala Beliau dipangkuan Parwati dan mulai mengerang karena amat kesakitan. Nenek tua itu menangis tidak berdaya. Ia memohon kepada setiap peziarah dengan berkata, "Oh, kalian, umat Tuhan, lihatlah kesini, ini suamiku. Ia amat kehausan dan mungkin akan meninggal setiap saat. Maukah anda menolong mengambilkan air minum baginya?. Saya tidak dapat meninggalkannya sendirian dan pergi mengambil air".
Para peziarah keluar dari tempat permandian setelah upacara mandi di sungai Gangga. Pakaian mereka basah dan mereka membawa air dalam wadah kecil dari kuningan yang mengkilat. Mereka berkata, "Tunggu sebentar, kami akan mengurus suamimu setelah mempersembahkan air Gangga  yang suci kepada Vishvanatha (Tuhan Penguasa Jagat Raya)".
Beberapa orang berkata, "Oh, alangkah menjengkelkan!. Mengapa para pengemis ini tidak bisa membiarkan kita memberikan persembahan dengan tenang".
Yang lain berkata, "Seharusnya para pengemis tidak diizinkan duduk disini".
Ada banyak orang yang berkerumun didekat pintu masuk pura. Seorang pencopet profesional berjalan bersama beberapa peziarah. Ia juga mendengar ratapan wanita jompo itu. Ia tidak tega melihat orang tua yang menderita dan nenek yang meratap. Ia berjalan dan menghampiri mereka dan berkata, "Ibu, apa yang ibu kehendaki? Kalian siapa?. Mengapa kalian disini?".
Nenek itu menjawab, "Nak, kami datang kesini untuk mendapatkan darshan Vishvesvara. Tiba-tiba suamiku sakit dan pingsan karena amat kelelahan. Mungkin ia dapat bertahan hidup jika seseorang menuangkan air ke mulutnya yang kering. Keadaannya demikian gawat untuk kutinggalkan pergi mengambil air. Saya memohon kepada banyak orang agar menolong saya, tetapi tidak ada seorangpun yang mau berbagi, walaupun mereka membawa tempayan penuh air".
Pencopet itu merasa iba. Ia membawa sedikit air di dalam tempat air dari labu kering. Nenek itu menghentikannya dan berkata, "Nak, suamiku mungkin akan meninggal setiap saat. Ia tidak mau menerima air kecuali orang yang memberinya air berbicara benar".
Si pencopet tidak memahami artinya dan ia berkata, "Ibu, katakanlah apa yang harus saya lakukan?". Dengan tertawa sinis ia berkata, Ibu, selama ini saya belum pernah melakukan perbuatan baik. Saya pencopet profesional. Satu-satunya perbuatan baik adalah apa yang akan saya lakukan sekarang, memberikan air kepada kakek yang sekarat ini. Ini benar".
Dengan lembut dituangkannya sedikit air ke dalam mulut kakek tersebut. Tidak lama setelah si pencopet melakukan hal ini, pasangan tua itu lenyap dan sebagai gantinya berdiri Siwa serta Parwati dalam segala kemuliaannya.
Siwa berkata, "Nak, engkau sungguh akan memperoleh anugrah dari-KU. Tidak ada moralitas yang lebih luhur daripada mengatakan kebenaran dan tidak doa yang lebih mulia daripada melayani sesama manusia. Sekarang, semua dosa yang telah kau lakukan selama ini telah diampuni karena satu perbuatan baik ini"
OM NAMAH SIWA YA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar