Repost ulang sebuah puisi realita pulau dewata dari seorang sahabat yang mungkin bisa jadi perenungan bagi kita semua menuju ke arah yang lebih baik.
~PULAU DEWATA DALAM POTRETKU~
Kidung dan tembang mengiringi doa
Sesaji dan upakara melengkapi persembahyangan
Denting genta dan mantra mensakralkan puja Sang Pandita
Demikian terlaksana berabad-abad
Menjadi tradisi yang dipatuhi
Tradisi yang kemudian melembaga Lembaga yang diserahi kepercayaan dan keyakinan penuh
Setiap denting genta pasti punya getaran
Setiap mantram pasti sampai ke tujuan
Demikian terjalin saling kepercayaan
Antara umat dengan Sang Pandita
Ritual mempunyai nilai sakral
Ritual melahirkan anak anak asuhnya
Dari Siwalingga berdiri Padmasana
Dari Kidung lahir seni suara
Dari denting genta lahir gamelan
Dari mudra tercipta tarian
Dari puspa mewujud taman sari
Lestari jiwa mereka di antara para Dewa
Antara Mantra dengan kesenian yang mekar subur
Budaya merangkainya dalam sikap hidup
Itulah bahagia menurut kamus mereka
Orang luar menyebutnya Pulau Dewata
Demikian warisan diturunkan
Terjalin harmoni yang hidup
Antara yang sakral dengan yang seni
Di saat ajaran mulai melapuk oleh kikisan jaman
Anak cucu hingar bingar dalam bahasa pembangunan
Sesepuh sibuk menterjemahkan Pustaka suci
Ke dalam bahasa birokrasi dan pembangunan
Bahasa birokrasi.....milik siapa?
Elite Pemerintahan
Bahasa Pembangunan ciptaan siapa?
Elite politik
Dimana ajaran tersimpan?....Di Pustaka Suci
Siapa membaca Pustaka Suci?.....Pemimpin umat dan ilmuwan
Kepada siapa puja ditujukan?......kepada para Dewa
Dimana wajah Tuhan...?......Sepi
Dimana terminal Nurani umat bertemu Tuhan?....Di ritual
Hatiku menangis bagai diiris sembilu
Jangan jadikan Tuhan lembaga perwakilan
=Goesde Tantrayana G=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar