Kamis, 08 November 2012

Abimanyu dan Wahyu Cakraningrat



Abimanyu (Sanskerta: abhiman’yu) adalah seorang tokoh dalam perang Bharatayuda. Ia adalah putera Arjuna dengan Dewi Wara Subadra, adiknya Prabu Kresna. Konon Dewi Wara Subadra adalah titisan Dewi Widowati yang pernah menitis sebagai Dewi Citrawati, isteri Prabu Arjuna Sasrabahu yang titisan Wisnu, kemudian menitis menjadi Dewi Sinta, istri Sri Rama yang juga titisan Wisnu, dan dalam zaman dwapara yuga menitis ke Wara Subadra, adiknya Prabu Kresna, yang juga titisan Wisnu. Abimanyu dan keturunannyalah yang akan menjadi pewaris tahta Yudistira. Abimanyu berasal dari dua kata Sanskerta, yaitu abhi, berani dan man’yu, karakter. Abimanyu berarti “Ia yang memiliki karakter tak kenal takut” atau “Sang Pemberani”.

            Konon ketika Abimanyu masih dalam kandungan ibunya, dia dapat mendengar pembicaraan ibunya dengan kakaknya, Prabu Kresna. Prabu Kresna sedang ‘mbabar’, menguraikan formasi pasukan chakrawyuha kepada ibunya, Wara Subadra. Sayang belum sampai selesai sang ibu ketiduran, sehingga Abimanyu lahir dan menguasai formasi tempur chakrawyuha, akan tetapi karena ibunya ketiduran, maka dia belum mengetahui cara melepaskan diri dari jerat chakrawyuha.

            Alkisah, pada saatnya, putera Abimanyu dari Dewi Utari, ketika berada dalam kandungan juga tahu bahwa panah Aswatama hampir mengenai kandungan ibunya, dan melihat Prabu Kresna menyelamatkannya, sehingga ketika lahir sang bayi selalu memeriksa orang di sekitarnya, apakah orang tersebut adalah yang telah menyelamatkannya ketika masih berada dalam kandungan. Sehingga dia dinamakan Parikesit, yang selalu ‘parikhsa’, mencari Prabu Kresna.

Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwarawati, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya Arjuna dibimbing pamannya, Prabu Kresna, dan ‘dimomong’, diasuh sejak kecil oleh Semar dan putra-putranya. Disebutkan bahwa Abimanyu adalah inkarnasi dari putera Soma, Dewa Bulan. Sang Dewa Bulan membuat perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam pertempuran Bharatayuda.

Para leluhur yakin bahwa bayi yang sedang dikandung dapat mengerti keadaan di luar melalui rasa sang ibu yang sedang mengandungnya. Seorang anak yang ibunya sedang melakukan pembelajaran, ujian akhir dan selalu khusyuk belajar akan melahirkan putra yang cerdas. Pada waktu hamil seorang ibu juga dilarang membunuh hewan, demikian pula sang suami, hal tersebut dapat mempengaruhi kejiwaan sang anak. Seorang ibu yang cemas pada waktu hamil, menyebabkan kecemasan tersebut tersimpan dalam bawah sadar sang bayi yang dikandungnya. Latihan katarsis atau pengendalian diri amat berguna dalam menghilangkan kecemasan termasuk kecemasan yang terjadi pada saat berada dalam kandungan. Makanan, minuman, suara, bunyi-bunyian dan tontonan yang didengar dan dilihat ibunya mempengaruhi sang bayi yang dikandungnya. Guru pertama seorang anak adalah ibunya. Seandainya ibu-ibu Nusantara berperilaku terpuji, maka majulah Nusantara. Surga sang anak berada di bawah telapak kaki ibu.

Wahyu Cakraningrat
   
Wahyu Cakraningrat adalah wahyu ‘wijining ratu’, wahyu pewaris raja. Alkisah banyak pemuda mencari wahyu cakraningrat agar keturunannya dapat  menjadi raja di Nusantara. Disebutkan ada tiga pemuda yang mencari wahyu cakraningrat: Raden Abimanyu, Ksatria Plangkawati putra Raden Arjuna dengan Dewi Wara Subadra; Raden Samba Wisnubratha, Ksatria Parang Garuda, putra Prabu Kresna dengan Dewi Jembawati; Raden Lesmana Mandrakumara, Ksatria Sarojabinangun, putra Prabu Suyudana dengan Dewi Banowati.

Ketiganya bertapa di Alas Krendhawahana, sebuah hutan ‘gung liwang liwung, gawat keliwat-liwat, janma mara janma mati, sato mara sato mati’, daerah angker tempat Bathari Durga bersemayam, makhluk apa pun yang masuk akan mati.

Abimanyu berangkat ke lokasi dikawal oleh panakawan: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Samba Wisnubratha dikawal oleh pamannya, Arya Setyaki dan Patih Udawa. Lesmana Mandrakumara dikawal oleh sepasukan prajurit Kerajaan Astina, lengkap dengan perbekalan dan persenjataan.

            Pertama kali Abimanyu ditakut-takuti para jin dan demit untuk mengganggu orang-orang yang bertapa. Ini adalah lambang seseorang yang menempuh laku akan ditakut-takuti kecemasan batin. Abimanyu tetap tenang sampai jin dan demit pergi sendiri. Selanjutnya muncul sepasang raksasa yang mengamuk bernama Maling Raga dan Maling Sukma. Kedua raksasa itu pun berperang tanding melawan Abimanyu. Keduanya tewas terkena panah sakti Abimanyu. Jasad Maling Raga berubah menjadi Bathara Indra, dan jasad Maling Sukma berubah menjadi Bathara Kamajaya. Kedua dewa itu pun memberikan banyak petuah, bagaimana caranya agar Abimanyu berhasil mendapatkan Wahyu Cakraningrat.

Pada suatu tengah malam, terlihat seberkas sinar yang sangat terang berkeliling di atas Alas Krendhawahana. Sinar itu tak lain adalah Wahyu Cakraningrat yang tengah mencari ‘wadah’, pemuda yang sanggup menerimanya. Pertama-tama, Wahyu Cakraningrat “masuk” ke dalam diri Lesmana Mandrakumara. Merasa kemasukan wahyu, ia pun menyudahi tapanya. Dia sangat girang dan  berpesta pora merayakannya bersama para prajurit Korawa. Mereka mabok kelezatan makanan dan minuman. Tingkat kesadaran Lesmana Mandrakumara masih di cakra bawah, cakra makan minum, sehingga sang wahyu cakraningrat tidak dapat bertahan lama. Hawa nafsu makan dan minum Lesmana Mandrakumara membuat suasana panas dan wahyu pergi ke luar.
           
Wahyu Cakraningrat mencoba “masuk” ke dalam jasad Samba Wisnubratha. Merasa kemasukan wahyu, dia pun menyudahi tapanya. Bathari Durga tidak berkenan dengan hal tersebut dan mengubah dirinya menjadi bidadari yang cantik jelita. Dia pun menggoda Samba.  Samba Wisnubratha terpengaruh dan tergoda. Dia pun mencumbu dan memperlakukan si wanita itu layaknya istri sendiri. Akibatnya sangat fatal, Wahyu Cakraningrat yang berada dalam tubuhnya seketika keluar dan melesat, mencari pertapa lain. Prabu Kresna adalah seorang awatar bijak, akan tetapi genetik yang menurun ke putranya adalah genetik suka wanita, yang menjadi kelemahan Samba. Pusat kesadaran Samba masih di cakra seks, energinya masih cair dan selalu bergerak ke bawah menuju cakra kedua.

Kemudian Wahyu Cakraningrat “masuk” ke dalam tubuh Abimanyu. Merasa kemasukan wahyu, ksatria putra Raden Arjuna ini pun merasa sangat bersyukur kepada Gusti. Mengetahui momongannya kemasukan wahyu, Semar pun mewanti-wanti agar Abimanyu semakin berhati-hati. Semar adalah pemandu manusia yang bijak, yang mengikuti perintahnya akan selamat. Ketika bidadari jelmaan Bathari Durga menggodanya, Abimanyu pun selalu menghindar meski si wanita terus-menerus mengejarnya. Melihat momongannya dalam kesulitan, Semar segera membantu. Dia menghajar sang Bidadari habis-habisan. Tiba-tiba, si wanita cantik itu berubah wujud aslinya sebagai Bathari Durga yang bersegera mohon maaf dan menghilang. Guru, dalam hal ini Semar, Sang Pemandu mempunyai pengaruh luar biasa terhadap muridnya. Keyakinan seorang murid terhadap Gurunya akan menyelamatkannya. Pada saat itu kesadaran Abimanyu belum sepenuhnya berupa kesadaran kasih yang berpusat di cakra keempat. Pada saatnya kesadaran Abimanyu akan meningkat karena selalu di’momong’ oleh Semar.
            
Sebagian masyarakat yakin bahwa wahyu adalah wujud kelimpahan rahmat dan pencerahan Tuhan kepada seseorang. Sehingga orang yang ‘kewahyon’, mendapat wahyu dikatakan hidupnya sejahtera secara lahir dan batin. Wahyu dimaknai sebagai tanda perubahan seseorang yang mengarah kepada kebaikan, kesuksesan, dan kemasyhuran yang berguna bagi masyarakat.

Perubahan tersebut merupakan hasil dari sebuah ‘laku’, olah batin. Pada umumnya laku batin adalah bertapa, berpuasa, berpantang, mengurangi tidur, ber’tirtayatra’, perjalanan spiritual dan sebagainya. Itu semua merupakan wujud determination, kesungguhan dari usaha manusia dalam mendapatkan apa yang diinginkan dan dicita-citakan.

Ketika batin seseorang bergerak dengan dibarengi laku, maka akan menimbulkan energi berkekuatan magnet yang dapat menarik energi alam semesta. Semakin berat laku batin seseorang, semakin cepat putaran yang digerakkan dan akan semakin kuat daya magnetisnya dalam menyedot energi alam semesta.

Wahyu Cakraningrat menghuni raden Abimanyu, dan tindakan-tindakannya nampak dipandu oleh sang wahyu. Walau sudah berupaya, ’kasih’ sesungguhnya diperoleh berkat bantuan para suci dan berkah Tuhan. Bila tidak dikehendaki Tuhan, bertemu dengan para suci sungguh sulit. Bila sudah bertemu pastilah terjadi perubahan yang sangat halus dan mendasar. Bertemu dengan para suci sungguh sulit. Yang lebih sulit lagi mempertahankan pertemuan itu.

Lalai karena jatuh cinta dengan Dewi Utari

            Raden Abimanyu telah mempunyai istri Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna. Pada suatu hari, Abimanyu bepergian bersama Gatotkaca, sedangkan Dewi Siti Sundari putri Prabu Kresna yang menjadi istri Abimanyu ditinggalkan bersama Arya Kalabendana, paman Gatotkaca. Karena perginya berhari-hari tidak kembali, Dewi Siti Sundari meminta Arya Kalabendana mencari mereka. Dengan membaui keringat keponakannya Gatotkaca, Arya Kalabendana dapat menemukan Abimayu dan Gatotkaca yang sedang berada di kerajaan Wirata. Abimanyu sedang berkasih mesra Dewi Utari.

Abimanyu melihat bahwa dewi Utari mempunyai tanda-tanda yang menunjukkan bahwa dirinya akan kuat menerima wahyu cakraningrat. Sehingga takut ditolak, Abimanyu menipu dengan mengatakan dirinya masih perjaka. “Kalau tidak percaya biarlah alam yang menjadi saksi”. Abimanyu masih menggunakan ‘mind’, belum pasrah terhadap Gusti,  karena dia juga ingin kerajaan Wirata akan berkoalisi dengan Pandawa melawan Korawa. Gatotkaca marah dan menampar Arya Kalabendana, dan tanpa sadar tangan dengan kesaktian Bajramusti, Wajra Shakti, Tangan Geledek nya langsung mematikan pamannya. Abimanyu tetap bersalah dengan kematian Arya Kala Bendana

Dari Arya Kalabendana, Dewi Utari, paham kalau Abimanyu sudah punya istri, dan sangat kecewa karena Abimanyu telah mengelabui dirinya. Kekecewaan Dewi Utari membuahkan alam bertindak sehingga dalam perang Bharatayuda Abimanyu akan mati mendapatkan luka arang kranjang, banyak luka bersamaan pada tubuhnya.

Keyakinan bahwa seorang wanita dapat mempertahankan wahyu dipercayai oleh sebagian masyarakat Nusantara. Dikatakan sebagian orang, sepiawai apa pun pak Harto, wahyunya dipertahankan oleh Ibu Tien Suharto. Ketika ibu Tien meninggal, kekuasaan pak harto juga menyurut. Ken Arok juga mempunyai pemahaman seperti itu. Ia yakin bahwa Akuwu Tunggul Ametung yang sedang berkuasa, tidak memiliki kekuatan apa-apa. Yang memiliki pulung adalah istrinya, Ken Dedes. Akhirnya Ken Arok sampai pada kesimpulan, kalau ingin memiliki kekuasaan tidak ada jalan lain kecuali dengan menikahi Ken Dedes. Maka dengan segala muslihat akhirnya ia menemukan cara untuk membunuh Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes dan menurunkan raja-raja Jawadwipa.

Kematian Abimanyu
  
Alkisah, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang melingkar yang dikenal sebagai chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi. Namun, pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh karenanya Pandawa memilih Abimanyu yang masih muda, yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka akan mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut. Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. Pandawa mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi, namun mereka dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang mampu menahan para Pandawa kecuali Arjuna. Sehingga Abimanyu ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa.

Berita kematian sahabat dan saudara misannya Gatotkaca, membuat Abimanyu merasa waktu kematiannya sudah dekat. Abimanyu membunuh beberapa ksatria yang mendekatinya, termasuk putera Duryudana, yaitu Lesmana. Setelah menyaksikan putera kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu, mengabaikan hukum perang ksatria untuk berkelahi satu persatu. Atas nasihat Drona, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu terbunuh. Abimanyu terbunuh di dalamnya pada hari ketiga belas perang Bharatayuda.
           
 Menyadari Kasih di dalam diri, manusia termabukkan, terpesona. Para pencinta Hyang Widhi termabukkan oleh cinta yang berasal dari dalam diri mereka sendiri. Para kekasih Hyang Widhi termabukkan oleh Pangeran yang berada dalam diri mereka sendiri. Kita masih membutuhkan sarana-sarana di luar diri. Termabukkan oleh hal-hal luaran saja, manusia menjadi pemberani. Apalagi termabukkan oleh sesuatu di dalam diri. Hal-hal luar bersifat temporer, keberaniannya juga temporer. Kasih dalam diri bersifat permanen, seorang pencinta Hyang Widhi menjadi pemberani sejati.
           
Kasih bukanlah nafsu birahi, kasih menuntut pengorbanan. Kegiatan duniawi maupun rohani tersucikan oleh pengorbanan. Panduan Semar dan nasehat Prabu Kresna, meningkatkan kesadaran Abimanyu. Abimanyu sadar akan darmanya sebagai seorang ksatria yang mungkin terbunuh di medan perang. Dia cukup berbahagia mengetahui bahwa Dewi Utari, istrinya hamil. Intuisinya mengatakan hidup dia tak akan lama lagi. Calon putranya sudah dipasrahkan kepada pakdhe Prabu Kresna. Abimanyu sadar semua ini berada dalam kekuasaan Sri Krishna, dharma harus mengalahkan adharma. Mungkin saja dia dan saudara misannya terdekat, Gatotkaca akan mati. Seandainya itu yang terjadi, dia rela, biarlah dirinya menjadi pupuk bagi pengembangan tanaman dharma. Biarlah anak keturunannya mengenang dirinya sebagai pahlawan yang sanggup berkorban deni dharma, demi kebenaran.

‘Sapa sing nandur bakale  ngundhuh’, siapa yang menanam akan menuai, penipuan terhada Dewi Utari dan kematian Arya Kalabendana meminta balasan, Gatotkaca dan Abimanyu terbunuh. Para prajurit menangisi kematian keduanya, akan tetapi mereka tidak mengetahui bahwa Abimanyu dan Gatotkaca berbahagia karena sudah dapat menyelesaikan hutang piutangnya di dunia dan arwah mereka menuju pangkuan Sang Pencipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar