Abimanyu (Sanskerta: abhiman’yu) adalah seorang tokoh dalam perang
Bharatayuda. Ia adalah putera Arjuna dengan Dewi Wara Subadra, adiknya Prabu
Kresna. Konon Dewi Wara Subadra adalah titisan Dewi Widowati yang pernah
menitis sebagai Dewi Citrawati, isteri Prabu Arjuna Sasrabahu yang titisan
Wisnu, kemudian menitis menjadi Dewi Sinta, istri Sri Rama yang juga titisan
Wisnu, dan dalam zaman dwapara yuga menitis ke Wara Subadra, adiknya Prabu
Kresna, yang juga titisan Wisnu. Abimanyu dan keturunannyalah yang akan menjadi
pewaris tahta Yudistira. Abimanyu berasal dari dua kata Sanskerta, yaitu abhi,
berani dan man’yu, karakter. Abimanyu berarti “Ia yang memiliki karakter tak
kenal takut” atau “Sang Pemberani”.
Konon ketika Abimanyu masih dalam kandungan ibunya, dia dapat mendengar
pembicaraan ibunya dengan kakaknya, Prabu Kresna. Prabu Kresna sedang ‘mbabar’,
menguraikan formasi pasukan chakrawyuha kepada ibunya, Wara
Subadra. Sayang belum sampai selesai sang ibu ketiduran, sehingga Abimanyu
lahir dan menguasai formasi tempur chakrawyuha, akan tetapi karena
ibunya ketiduran, maka dia belum mengetahui cara melepaskan diri dari
jerat chakrawyuha.
Alkisah, pada saatnya, putera Abimanyu dari Dewi Utari, ketika berada dalam
kandungan juga tahu bahwa panah Aswatama hampir mengenai kandungan ibunya, dan
melihat Prabu Kresna menyelamatkannya, sehingga ketika lahir sang bayi selalu
memeriksa orang di sekitarnya, apakah orang tersebut adalah yang telah menyelamatkannya
ketika masih berada dalam kandungan. Sehingga dia dinamakan Parikesit, yang
selalu ‘parikhsa’, mencari Prabu Kresna.
Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwarawati, kota tempat tinggal
ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya Arjuna dibimbing pamannya, Prabu Kresna, dan
‘dimomong’, diasuh sejak kecil oleh Semar dan putra-putranya. Disebutkan bahwa
Abimanyu adalah inkarnasi dari putera Soma, Dewa Bulan. Sang Dewa Bulan membuat
perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun. Abimanyu berusia
16 tahun saat ia terbunuh dalam pertempuran Bharatayuda.
Para leluhur yakin bahwa bayi yang
sedang dikandung dapat mengerti keadaan di luar melalui rasa sang ibu yang
sedang mengandungnya. Seorang anak yang ibunya sedang melakukan pembelajaran,
ujian akhir dan selalu khusyuk belajar akan melahirkan putra yang cerdas. Pada
waktu hamil seorang ibu juga dilarang membunuh hewan, demikian pula sang suami,
hal tersebut dapat mempengaruhi kejiwaan sang anak. Seorang ibu yang cemas pada
waktu hamil, menyebabkan kecemasan tersebut tersimpan dalam bawah sadar sang
bayi yang dikandungnya. Latihan katarsis atau pengendalian diri amat berguna
dalam menghilangkan kecemasan termasuk kecemasan yang terjadi pada saat berada
dalam kandungan. Makanan, minuman, suara, bunyi-bunyian dan tontonan yang
didengar dan dilihat ibunya mempengaruhi sang bayi yang dikandungnya. Guru
pertama seorang anak adalah ibunya. Seandainya ibu-ibu Nusantara berperilaku
terpuji, maka majulah Nusantara. Surga sang anak berada di bawah telapak kaki
ibu.
Wahyu Cakraningrat
Wahyu Cakraningrat adalah wahyu ‘wijining ratu’, wahyu pewaris
raja. Alkisah banyak pemuda mencari wahyu cakraningrat agar keturunannya dapat
menjadi raja di Nusantara. Disebutkan ada tiga pemuda yang mencari wahyu cakraningrat:
Raden Abimanyu, Ksatria Plangkawati putra Raden Arjuna dengan Dewi Wara
Subadra; Raden Samba Wisnubratha, Ksatria Parang Garuda, putra Prabu Kresna
dengan Dewi Jembawati; Raden Lesmana Mandrakumara, Ksatria Sarojabinangun,
putra Prabu Suyudana dengan Dewi Banowati.
Ketiganya bertapa di Alas Krendhawahana, sebuah hutan ‘gung liwang
liwung, gawat keliwat-liwat, janma mara janma mati, sato mara sato mati’,
daerah angker tempat Bathari Durga bersemayam, makhluk apa pun yang masuk akan
mati.
Abimanyu berangkat ke lokasi dikawal oleh panakawan: Semar, Gareng, Petruk,
dan Bagong. Samba Wisnubratha dikawal oleh pamannya, Arya Setyaki dan Patih
Udawa. Lesmana Mandrakumara dikawal oleh sepasukan prajurit Kerajaan Astina,
lengkap dengan perbekalan dan persenjataan.
Pertama kali Abimanyu ditakut-takuti para jin dan demit untuk mengganggu orang-orang
yang bertapa. Ini adalah lambang seseorang yang menempuh laku akan
ditakut-takuti kecemasan batin. Abimanyu tetap tenang sampai jin dan demit pergi
sendiri. Selanjutnya muncul sepasang raksasa yang mengamuk bernama Maling Raga
dan Maling Sukma. Kedua raksasa itu pun berperang tanding melawan Abimanyu.
Keduanya tewas terkena panah sakti Abimanyu. Jasad Maling Raga berubah menjadi
Bathara Indra, dan jasad Maling Sukma berubah menjadi Bathara Kamajaya. Kedua
dewa itu pun memberikan banyak petuah, bagaimana caranya agar Abimanyu berhasil
mendapatkan Wahyu Cakraningrat.
Pada suatu tengah malam, terlihat seberkas sinar yang sangat terang berkeliling
di atas Alas Krendhawahana. Sinar itu tak lain adalah Wahyu Cakraningrat yang
tengah mencari ‘wadah’, pemuda yang sanggup menerimanya.
Pertama-tama, Wahyu Cakraningrat “masuk” ke dalam diri Lesmana Mandrakumara.
Merasa kemasukan wahyu, ia pun menyudahi tapanya. Dia sangat girang dan
berpesta pora merayakannya bersama para prajurit Korawa. Mereka mabok
kelezatan makanan dan minuman. Tingkat kesadaran Lesmana Mandrakumara masih di
cakra bawah, cakra makan minum, sehingga sang wahyu cakraningrat tidak dapat bertahan
lama. Hawa nafsu makan dan minum Lesmana Mandrakumara membuat suasana panas dan
wahyu pergi ke luar.
Wahyu Cakraningrat mencoba “masuk” ke dalam jasad Samba Wisnubratha. Merasa
kemasukan wahyu, dia pun menyudahi tapanya. Bathari Durga tidak berkenan dengan
hal tersebut dan mengubah dirinya menjadi bidadari yang cantik jelita. Dia pun
menggoda Samba. Samba Wisnubratha terpengaruh dan tergoda. Dia pun
mencumbu dan memperlakukan si wanita itu layaknya istri sendiri. Akibatnya
sangat fatal, Wahyu Cakraningrat yang berada dalam tubuhnya seketika keluar dan
melesat, mencari pertapa lain. Prabu Kresna adalah seorang awatar bijak, akan
tetapi genetik yang menurun ke putranya adalah genetik suka wanita, yang
menjadi kelemahan Samba. Pusat kesadaran Samba masih di cakra seks, energinya
masih cair dan selalu bergerak ke bawah menuju cakra kedua.
Kemudian Wahyu Cakraningrat “masuk” ke dalam tubuh Abimanyu. Merasa kemasukan
wahyu, ksatria putra Raden Arjuna ini pun merasa sangat bersyukur kepada Gusti.
Mengetahui momongannya kemasukan wahyu, Semar pun mewanti-wanti agar Abimanyu
semakin berhati-hati. Semar adalah pemandu manusia yang bijak, yang mengikuti
perintahnya akan selamat. Ketika bidadari jelmaan Bathari Durga menggodanya,
Abimanyu pun selalu menghindar meski si wanita terus-menerus mengejarnya.
Melihat momongannya dalam kesulitan, Semar segera membantu. Dia menghajar sang
Bidadari habis-habisan. Tiba-tiba, si wanita cantik itu berubah wujud aslinya
sebagai Bathari Durga yang bersegera mohon maaf dan menghilang. Guru, dalam hal
ini Semar, Sang Pemandu mempunyai pengaruh luar biasa terhadap muridnya.
Keyakinan seorang murid terhadap Gurunya akan menyelamatkannya. Pada saat itu
kesadaran Abimanyu belum sepenuhnya berupa kesadaran kasih yang berpusat di
cakra keempat. Pada saatnya kesadaran Abimanyu akan meningkat karena selalu di’momong’ oleh
Semar.
Sebagian masyarakat yakin bahwa wahyu
adalah wujud kelimpahan rahmat dan pencerahan Tuhan kepada seseorang. Sehingga
orang yang ‘kewahyon’,
mendapat wahyu dikatakan hidupnya sejahtera secara lahir dan batin. Wahyu
dimaknai sebagai tanda perubahan seseorang yang mengarah kepada kebaikan,
kesuksesan, dan kemasyhuran yang berguna bagi masyarakat.
Perubahan tersebut merupakan hasil dari
sebuah ‘laku’, olah batin.
Pada umumnya laku batin adalah bertapa, berpuasa, berpantang, mengurangi tidur,
ber’tirtayatra’, perjalanan
spiritual dan sebagainya. Itu semua merupakan wujud determination, kesungguhan dari usaha manusia dalam mendapatkan
apa yang diinginkan dan dicita-citakan.
Ketika batin seseorang bergerak dengan
dibarengi laku, maka akan menimbulkan energi berkekuatan magnet yang dapat
menarik energi alam semesta. Semakin berat laku batin seseorang, semakin cepat
putaran yang digerakkan dan akan semakin kuat daya magnetisnya dalam menyedot
energi alam semesta.
Wahyu Cakraningrat menghuni raden
Abimanyu, dan tindakan-tindakannya nampak dipandu oleh sang wahyu. Walau sudah
berupaya, ’kasih’ sesungguhnya diperoleh berkat bantuan para suci dan berkah
Tuhan. Bila tidak dikehendaki Tuhan, bertemu dengan para suci sungguh sulit.
Bila sudah bertemu pastilah terjadi perubahan yang sangat halus dan mendasar.
Bertemu dengan para suci sungguh sulit. Yang lebih sulit lagi mempertahankan
pertemuan itu.
Lalai karena jatuh
cinta dengan Dewi Utari
Raden Abimanyu telah mempunyai istri Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna.
Pada suatu hari, Abimanyu bepergian bersama Gatotkaca, sedangkan Dewi Siti
Sundari putri Prabu Kresna yang menjadi istri Abimanyu ditinggalkan bersama
Arya Kalabendana, paman Gatotkaca. Karena perginya berhari-hari tidak kembali,
Dewi Siti Sundari meminta Arya Kalabendana mencari mereka. Dengan membaui
keringat keponakannya Gatotkaca, Arya Kalabendana dapat menemukan Abimayu dan
Gatotkaca yang sedang berada di kerajaan Wirata. Abimanyu sedang berkasih mesra
Dewi Utari.
Abimanyu melihat bahwa dewi Utari mempunyai tanda-tanda yang menunjukkan
bahwa dirinya akan kuat menerima wahyu cakraningrat. Sehingga takut ditolak, Abimanyu
menipu dengan mengatakan dirinya masih perjaka. “Kalau tidak percaya biarlah
alam yang menjadi saksi”. Abimanyu masih menggunakan ‘mind’, belum pasrah
terhadap Gusti, karena dia juga ingin kerajaan Wirata akan berkoalisi
dengan Pandawa melawan Korawa. Gatotkaca marah dan menampar Arya Kalabendana,
dan tanpa sadar tangan dengan kesaktian Bajramusti, Wajra Shakti,
Tangan Geledek nya langsung mematikan pamannya. Abimanyu tetap bersalah dengan
kematian Arya Kala Bendana
Dari Arya Kalabendana, Dewi Utari, paham kalau Abimanyu sudah punya istri,
dan sangat kecewa karena Abimanyu telah mengelabui dirinya. Kekecewaan Dewi
Utari membuahkan alam bertindak sehingga dalam perang Bharatayuda Abimanyu akan
mati mendapatkan luka arang kranjang, banyak luka bersamaan pada
tubuhnya.
Keyakinan bahwa seorang wanita dapat
mempertahankan wahyu dipercayai oleh sebagian masyarakat Nusantara. Dikatakan
sebagian orang, sepiawai apa pun pak Harto, wahyunya dipertahankan oleh Ibu
Tien Suharto. Ketika ibu Tien meninggal, kekuasaan pak harto juga menyurut. Ken
Arok juga mempunyai pemahaman seperti itu. Ia yakin bahwa Akuwu Tunggul Ametung
yang sedang berkuasa, tidak memiliki kekuatan apa-apa. Yang memiliki pulung
adalah istrinya, Ken Dedes. Akhirnya Ken Arok sampai pada kesimpulan, kalau
ingin memiliki kekuasaan tidak ada jalan lain kecuali dengan menikahi Ken
Dedes. Maka dengan segala muslihat akhirnya ia menemukan cara untuk membunuh
Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes dan menurunkan raja-raja Jawadwipa.
Kematian Abimanyu
Alkisah, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang
melingkar yang dikenal sebagai chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan
tersebut karena Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai
formasi. Namun, pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan laskar
Samsaptaka. Oleh karenanya Pandawa memilih Abimanyu yang masih muda, yang
memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha.
Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut,
Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka akan mematahkan formasi itu bersama
Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut. Abimanyu
menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. Pandawa mencoba untuk
mengikutinya di dalam formasi, namun mereka dihadang oleh Jayadrata, Raja
Sindhu, yang mampu menahan para Pandawa kecuali Arjuna. Sehingga Abimanyu
ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa.
Berita kematian sahabat dan saudara misannya Gatotkaca, membuat Abimanyu
merasa waktu kematiannya sudah dekat. Abimanyu membunuh beberapa ksatria yang
mendekatinya, termasuk putera Duryudana, yaitu Lesmana. Setelah menyaksikan
putera kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap
pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu, mengabaikan hukum perang ksatria untuk
berkelahi satu persatu. Atas nasihat Drona, Karna menghancurkan busur Abimanyu
dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan
seluruh senjatanya terbuang. Tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa
menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya
patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-keping.
Tak berapa lama kemudian, Abimanyu terbunuh. Abimanyu terbunuh di dalamnya pada
hari ketiga belas perang Bharatayuda.
Menyadari Kasih di dalam diri,
manusia termabukkan, terpesona. Para pencinta Hyang Widhi termabukkan oleh
cinta yang berasal dari dalam diri mereka sendiri. Para kekasih Hyang Widhi
termabukkan oleh Pangeran yang berada dalam diri mereka sendiri. Kita masih
membutuhkan sarana-sarana di luar diri. Termabukkan oleh hal-hal luaran saja,
manusia menjadi pemberani. Apalagi termabukkan oleh sesuatu di dalam diri.
Hal-hal luar bersifat temporer, keberaniannya juga temporer. Kasih dalam diri
bersifat permanen, seorang pencinta Hyang Widhi menjadi pemberani sejati.
Kasih bukanlah nafsu birahi, kasih
menuntut pengorbanan. Kegiatan duniawi maupun rohani tersucikan oleh
pengorbanan. Panduan Semar dan nasehat Prabu Kresna, meningkatkan kesadaran
Abimanyu. Abimanyu sadar akan darmanya sebagai seorang ksatria yang mungkin
terbunuh di medan perang. Dia cukup berbahagia mengetahui bahwa Dewi Utari,
istrinya hamil. Intuisinya mengatakan hidup dia tak akan lama lagi. Calon
putranya sudah dipasrahkan kepada pakdhe Prabu Kresna. Abimanyu sadar semua ini
berada dalam kekuasaan Sri Krishna, dharma harus mengalahkan adharma. Mungkin
saja dia dan saudara misannya terdekat, Gatotkaca akan mati. Seandainya itu
yang terjadi, dia rela, biarlah dirinya menjadi pupuk bagi pengembangan tanaman
dharma. Biarlah anak keturunannya mengenang dirinya sebagai pahlawan yang
sanggup berkorban deni dharma, demi kebenaran.
‘Sapa sing nandur bakale ngundhuh’, siapa yang menanam akan menuai, penipuan terhada Dewi Utari dan kematian
Arya Kalabendana meminta balasan, Gatotkaca dan Abimanyu terbunuh. Para
prajurit menangisi kematian keduanya, akan tetapi mereka tidak mengetahui bahwa
Abimanyu dan Gatotkaca berbahagia karena sudah dapat menyelesaikan hutang
piutangnya di dunia dan arwah mereka menuju pangkuan Sang Pencipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar