Renuka adalah
istri dari Resi Jamadagni, Resi Besar dari Dinasti Bhrigu. Renuka mempunyai
putra empat orang akan tetapi kesemuanya tidak mempunyai karakter kesatria.
Padahal Satyawati, ibu mertuanya menceritakan bahwa salah seorang putranya akan
mempunyai karakter seorang ksatria sejati. Pada saat itu Renuka mengandung
calon putra yang kelima, para resi datang menyampaikan berita bahwa putranya
akan menjadi brahmana yang bersifat kesatria dan akan membersihkan dunia dari
para kesatria yang telah berkubang dalam tindakan adharma. Pada saat itu para
kesatria yang menjadi penguasa yang seharusnya melindungi rakyat, malah
menindas rakyatnya. Akhirnya putra kelima lahir diberi nama Rama, yang bermakna
Dia Yang Berada di Mana-Mana. Setelah besar dia dikenal sebagai Parashurama,
karena dia bersenjatakan “parashu”, kapak. Dia juga dikenal sebagai Rama Barghawa
karena merupakan keturunan dari Dinasti Bhrigu. Sejak kecil sudah diramalkan
para resi bahwa dia adalah awatara, Sang Pemelihara Alam yang mewujud untuk
menegakkan dharma.
Dunia selalu
berubah dan Sang Pemelihara Alam juga mengubah wujudnya dalam menegakkan
dharma. Dia mewujud sebagai ikan, binatang air – Matsya Awatara, sebagai
kura-kura, binatang amphibi – Kurma Awatara, dan mewujud sebagai babi raksasa,
binatang berkaki empat – Waraha Awatara. Kemudian mewujud sebagai setengah
binatang dan setengah manusia – Narasimha Awatara. Selanjutnya Sang Pemelihara
Alam mewujud sebagai Brahmana pada waktu menjadi Wamana Awatara. Kemudian kala
mewujud sebagai Parashurama adalah sebagai Brahmana dengan karakter ksatria. Nantinya
Sang Pemelihara Alam akan mewujud sebagai ksatria untuk menegakkan dharma
sebagai Rama dan Krishna. Dan kemudian sebagai Buddha yang lahir sebagai ksatria
tetapi kemudian menjadi brahmana.
Dikisahkan ada
seorang raja sakti mandraguna dari kerajaan Hehaya yang beribukota di Mahismati
bernama Kartawiryarjuna atau Sahasrarjuna. Karta wiryarjuna sakti, karena
mendapatkan anugerah kesaktian dari Dattatreya yang merupakan “Amsa” dari
Wisnu. Dikenal sebagai Sahasrarjuna, oleh karena kesaktiannya dia dianggap
mempunyai “sahasrara”, seribu lengan. Para leluhur kita menyebutnya Harjuna
Sasrabahu dari istana Maespati. Pada suatu hari raja Kartawirya dijamu air susu
oleh Resi Jamadagni, dan sesampai di istana dia mengutus pasukannya untuk
mengambil paksa sapi Jamadagni yang menghasilkan susu yang nikmat tersebut.
Parasurama yang mendengar hal tersebut langsung membawa kapaknya dan membunuh
sang raja serta para prajurit yang melindunginya.
Resi Jamadagni
berkata pada Parashurama, “Putraku, tindakanmu akan disalahpahami sebagai
seorang yang beringas, mudah membunuh. Padahal aku tahu alasanmu. Seorang raja
yang sering melakukan kejahatan besar, kalau dibiarkan hidup terlalu lama,
maka perbuatannya akan semakin
parah. Dan, dalam kehidupan mendatang dia
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, sehingga hidupnya akan sangat
sengsara. Pembunuhan yang kaulakukan
adalah pembunuhan penuh kasih. Agar
hutang sang penjahat sudah terbayar dengan kematiannya di dunia. Selain itu
dengan dibunuhnya para raja yang jahat,
maka masyarakat yakin adanya keadilan, bahwa kejahatan apa pun akan dikalahkan.
Pandangan hidupmu akan sering disalahpahami. Bahkan mungkin saja kau punya
alasan sendiri yang tidak kuketahui. Karena kau adalah Sang Pemelihara Alam
yang mewujud untuk menegakkan dharma.” Resi Jamadagni kemudian minta agar
Parasurama melakukan ziarah/tirtayatra ke semua sungai suci selama satu tahun.
Dan, selesai
mengadakan tirtayatra tersebut dia pun pulang ke rumah. Renuka, ibu
Parashurama pada suatu hari mengambil
air di sungai dan dia melihat gandharwa Citrasena yang sangat tampan sedang
bermain air dengan isterinya. Renuka terpesona sampai agak lama berada di
sungai. Sepanjang jalan dalam pikirannya hanya terbayang ketampanan sang
gandharwa. Penyebab keterlambatan Renuka
pulang ke rumah diketahui oleh Resi Jamadagni. Resi Jamadagni ingin segala
sesuatu segera diselesaikan di kehidupan ini. Obsesi yang tidak selesai di
dunia ini akan menyebabkan seseorang lahir lagi untuk mengejar obsesi tersebut.
Resi Jamadagni segera menyuruh putra-putranya untuk membunuh Renuka, ibunya.
Dan semua putranya ragu-ragu untuk melaksanakannya. Kemudian Resi Jamadagni
berpaling ke Parashurama, “Parasurama bunuh ibumu dan saudara-saudaramu
semuanya.” Dan, Parasurama melakukannya dengan patuh. Resi Jamadagni kemudian berkata, “Aku senang
kau patuh padaku dan yakin pada kebijaksanaan ayahandamu. Sekarang kau minta
anugerah apa pun kau akan kuberi.” Parashurama menjawab, “Ayahanda aku minta
anugerah untuk menghidupkan mereka semuanya dan begitu mereka bangun mereka
lupa tentang apa yang telah terjadi.” Resi Jamadagni menyetujui dan ibu serta
saudara-saudara Parashurama hidup lagi dan lupa dengan peristiwa yang baru saja
terjadi.
Pada suatu
ketika, saat Parashurama bersama saudara-saudaranya ke hutan, para putra
Kartawiryarjuna membunuh Resi Jamadagni dan kemudian kabur. Mengetahui hal tersebut Parashurama membunuh
semua putra-putra Kartawiryarjuna dan setelah itu mulai membinasakan seluruh
ksatria. Semua raja dan ksatria di dunia dibunuh olehnya dan konon dia
berkeliling dunia selama duapuluh satu kali. Dan, darah para raja dan kesatria
dikumpulkan pada lima danau yang disebut Samantapancaka yang terletak di dekat
padang Kurukshetra yang nantinya akan menjadi medan pertempuran Bharatayuda.
Ada sebuah
legenda yang menyatakan bahwa Parashurama berniat menemui Shiwa, akan tetapi
jalannya dihadang oleh Ganesha. Parashurama melemparkan kapaknya ke arah Ganesha, dan Ganesha setelah tahu
bahwa kapak tersebut adalah pemberian Shiwa, ayahnya maka dia membiarkan salah
satu taringnya patah terkena kapak tersebut. Parwati, ibu Ganesha marah dan
mengutuk bahwa Parashurama tidak akan pernah puas membunuh para ksatria, selalu
haus darah para ksatria. Kemudian Shiwa keluar dan menenangkan Parwati.
Parashurama kemudian mohon maaf kepada mereka semua dan menghadiahkan kapaknya
kepada Ganesha, sehingga kita sampai saat ini melihat arca Ganesha dengan salah
satu taring patah dan memegang kapak keilahian.
Meskipun
jumlah ksatria yang mati dibunuh Parasurama tidak terhitung banyaknya, namun
tetap saja masih ada yang tersisa hidup. Di antaranya adalah para ksatria dari
Dinasti Surya yang berkuasa di Kerajaan Ayodhya. Salah seorang keturunan
dinasti tersebut adalah Sri Rama, putra Dasarata. Parashurama mendatangi istana
Mithila untuk menantang Sri Rama yang telah berhasil mematahkan busur Shiwa dan
berhak memperistri Dewi Sita. Sri Rama dengan kelembutan hatinya berhasil
meredakan kemarahan Parasurama yang kemudian kembali pulang ke pertapaannya.
Ini merupakan peristiwa bertemunya sesama Awatara Pemelihara Alam. Peran
Parashurama sebagai Awatara Wisnu pun telah berakhir dan dia sebagai hidup
Chiranjiwin, yang dikaruniai umur panjang dan akan muncul kemudian pada kisah
Mahabharata.
Parashurama
memimpin perubahan dalam dunia, dia berdiri di depan dan sering disalahpahami.
Dalam diri manusia juga ada potensi Parashurama, ketegasan dia terhadap adharma
perlu dibangkitkan. Ketegasan untuk menaklukkan ego, sang raja lalim dalam
diri, yang mau menang sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar