Rabu, 21 November 2012

Kisah Nabhaka: Kepolosan seorang putra


Salah seorang keturunan Manu adalah Nabhaka. Nabhaka sangat tekun mengikuti gurunya, sehingga bertahun-tahun tidak pernah nampak di istana. Pada saat sang ayah berhenti sebagai raja dan meninggalkan istana menjalankan wanaprastha, maka seluruh harta kekayaan ayahnya dibagi oleh saudara-saudaranya. Pada saat pembagian kekayaaan tersebut, Nabhaka ditinggal oleh para saudara-saudaranya sehingga dia tidak mendapat bagian kekayaan. Pada saat Nabhaka kembali dari berguru dan pulang ke istana, para saudaranya berkata bahwa seluruh harta kekayaan sang ayah telah dibagi oleh mereka. Para saudaranya berkilah bahwa menurut kesepakatan bersama, maka seorang anak yang sudah lama tidak muncul dianggap sudah meninggal dunia. Mereka menetapkan hak warisan berdasarkan peraturan tersebut dan sudah terlambat untuk membaginya lagi. Semua kekayaan sudah habis terbagi. Yang belum dibagi adalah ayahnya, maka Nabhaka diminta mengambil ayahnya sebagai hasil pembagian kekayaannya.

Nabhaka dengan polos datang kepada ayahnya dan menceritakan pernyataan para saudaranya tentang pembagian harta sang ayah dan bahwa dia mendapat bagian berupa sang ayah sendiri. Sang ayah berkata bahwa saudara-saudaranya telah terlalu tamak terhadap harta. Sang ayah berkata bahwa dirinya tidak seperti harta kekayaan yang dapat membantunya memperoleh kenyamanan. Akan tetapi karena hal demikian telah terjadi, maka sang ayah hanya akan membantu pemikiran. Sang ayah berkata, “Anakku di dekat sini Resi Angirasa sedang mengadakan upacara persembahan yajna Abhiplawa dan Prasthya selama enam hari. Di akhir hari keenam, Resi Angirasa tidak akan mampu menghapal sebuah mantra yang sangat panjang, padahal tanpa mantra tersebut, upacara yajna tidak dapat diselesaikan. Kamu agar tetap berada dalam upacara yajna tersebut dan hapalkan dua mantra yang akan kuberikan kepadamu. Bila mereka sukses dengan upacara tersebut, mereka akan mencapai surga, sehingga mereka akan sangat berterima kasih kepadamu yang telah memberikan kedua mantra tersebut. Selanjutnya mereka akan memberikan kepadamu seluruh barang berharga yang ditinggalkan dalam upacara Yajna tersebut. Dengan cara seperti itu maka kamu akan mendapat kekayaan.”

Nabhaka melakukan perintah ayahnya dengan patuh dan seperti perkiraan ayahnya, Resi Angirasa memberikan semua kekayaan yang ditinggalkan dalam upacara yajna tersebut. Manakala Nabhaka sedang mengumpulkan kekayaan tersebut, datanglah Seorang berkulit hitam dari arah utara yang berkata bahwa dia tidak boleh mengumpulkan kekayaan tersebut, karena kekayaan tersebut adalah miliknya. Nabhaka menceritakan bahwa Resi Angirasa telah memberikan semua kekayaan tersebut kepadanya. Tetapi orang berkulit hitam tersebut tetap pada pendapatnya. Nabhaka kemudian berkata bahwa dia hanya menuruti perintah ayahnya, bila dia langsung menyerahkan pada orang tersebut, maka dia telah berlaku tidak patuh terhadap orang tuanya. Nabhaka meminta izin untuk menanyakan hal tersebut kepada ayahnya lebih dahulu. Apa pun keputusannya, Nabhaka akan menerimanya. Sang pria berkulit hitam dapat menerimanya dan menunggu Nabhaka bertanya kepada ayahnya.

Nabhaka kembali kepada ayahnya menanyakan pernyataan pria berkulit hitam bahwa kekayaan yang diberikan Resi Angirasa adalah milik orang tersebut. Dan ayahnya berkata, “Anakku pada zaman dahulu, sepanjang yajna dilakukan oleh Daksha, para resi menyatakan bahwa segala kekayaan yang ditinggalkan dalam yajna adalah kepunyaan Rudra. Bila Rudra datang dan mengakui hal tersebut, maka itu adalah hak dia. Dan lagi dia adalah seorang dewa, kita tidak dapat memperdebatkan pernyataannya. Nabhaka kemudian menemui Rudra dan berkata, “Ayahku mengatakan bahwa semua kekayaan adalah milikmu dan bahwa aku tidak punya hak terhadap ini. Maafkan tentang ketidaktahuanku!” Rudra senang mendengar kepolosan perkataan Nabhaka dan berkata, “Kamu polos dan jujur dan juga tahu bagaimana menghormati orang-tua. Aku senang kepadamu, maka aku akan memberi pelajaran Brahmawidya kepadamu. Dan, juga sebagai penghargaan kepada kebajikanmu, aku akan memberikan hadiah kekayaan ini semua kepadamu!” Nabhaka menjadi salah seorang bijak pada zamannya dan tidak lama kemudian diangkat sebagai raja.

Tindakan yang dilakukan oleh saudara-saudara dari Nabhaka dengan berkilah melakukan sesuatu berdasar peraturan, akan tetapi pada hakikatnya orang yang melakukannya tahu bahwa dia melakukan atas dasar pikiran pribadi yang mau menang sendiri dan tidak berdasar keadilan sejati sesuai dengan kata hati nuraninya. Di sini Bhagawan Abhiyasa menunjukkan karakter Nabhaka yang polos, tanpa keterikatan terhadap kekayaaan ataupun yang lain. Dia hanya yakin dengan ucapan orang-tuanya dan itu yang akan dipedomaninya. Tidak mudah menjadi polos dan mengikuti kata “orang-tua” tanpa menggunakan pikirannya sendiri. Keyakinan pada “orang-tua” yang lebih tahu dimasa anak-anak itulah yang menyelamatkannya. “Nabhaka” di sini mewakili “ketulusan”, “keluguan” dan “kepolosan”. “Seperti anak  kecil” berarti “keadaan tanpa keterikatan”, rasa angkuh dan arogansi pun tidak ada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar