Pururawa
mempunyai Putra bernama Ayu. Dan Nahusa adalah putra Ayu yang menggantikan
tahta sebagai raja. Nahusa adalah seorang raja yang baik dan bijaksana.
Kekayaannya tak terukur dan wilayah kekuasaanya sangat luas. Nahusa melakukan
beberapa yajna dan sudah dianggap setara dengan Indra.
Pada saat
Indra membunuh Brahmana Asura Wiswarupa yang pernah membantu para dewa, hanya
karena sebagai asura dalam pemujaannya mendahulukan asura daripada dewa, maka
Indra telah melakukan Brahmahatya, pembunuhan brahmana. Dikisahkan Indra
berbagi akibat kesalahan membunuh seorang brahmana kepada tanah, air, pohon dan
wanita. Karena itu sebagian tanah menjadi gurun, sebagian pohon mengeluarkan
getah yang dilarang diminum, sebagian air saat menjadi gelembung tidak dapat
dimanfaatkan, dan wanita tak tersentuh saat periode datang bulannya.
Selanjutnya pada saat Indra membunuh Writra seorang brahmana asura titisan dari
Raja Chitraketu yang berjiwa besar, maka kesalahan Indra sangat besar. Bumi
tidak lagi sanggup menanggung kesalahan Indra seperti kala membunuh Wiswarupa.
Para resi menyampaikan kepada Indra, bila dia melakukan ritual Aswamedha maka
kekhawatiran akan hilang. Apalagi Indra membunuh demi kebaikan.
Dikisahkan
bahwa Brahmahatya seakan-akan mengejar-ngejar Indra untuk membalas dendam dan
Indra sangat menderita karena perasaan tersebut. Indra melarikan diri dan masuk
Danau Manasa yang dijaga oleh Laksmi dan Brahmahatya tidak bisa mendekati danau
tersebut. Selama seribu tahun Indra berlindung di danau Manasa dan Indra
kemudian melakukan tapa selama seribu tahun di Danau Manasa. Setelah melakukan
tapa penebusan dosa selama seribu tahun, Indra akhirnya dibersihkan dari
Brahmahatya dan dipanggil ke surga oleh Brahma. Selama ketidakhadiran Indra,
Raja Nahusa telah diminta para dewa untuk memerintah para dewa di surga seperti
halnya Indra.
Dengan berjalannya waktu, Nahusa menjadi angkuh. Ia
menyimpang dari kebenaran karena mulai mabuk dengan kekuasaan. Selama Nahusa
menjadi caretaker Indra dia dihormati dan pergi ke mana pun selalu memakai
tandu yang dipanggul para resi. Dan, Nahusa lupa bahwa para resi menghormati
pada statusnya sebagai pejabat sementara Raja Dewa. Nahusa mabuk kekuasaan.
Bahkan dia mulai berkeinginan mengambil Saci, istri Indra sebagai istrinya. Dia
menyuruh para resi memanggul tandu menuju tempat Saci. Nahusa tidak sabar
dengan jalannya para resi dia berkata, “Lebih cepat, lebih cepat, Sarpa,
Sarpa!”
Resi Agastya
mengetahui apa yang ada dalam pikiran Nahusa, dan segera menghentikan tandu dan
berkata. “Kamu tidak mengetahui apa yang sedang kamu katakan dan apa yang akan
kamu lakukan. Kamu akan menjadi sarpa, bukan sarpa yang dapat bergerak untuk
mendapatkan makanannya. Akan tetapi, kamu akan menjadi ular sanca yang harus
menunggu makanannya datang. Kamu akan berada di hutan Dwaitawana, hutan
dualitas selama ribuan tahun!” Ketika dikutuk Resi Agastya, Nahusa dibersihkan
dari keangkuhannya dan kemudian dengan kerendahan hati Nahusa berkata, “Aku
layak mendapat hukuman yang lebih buruk. Mohon berkahi diriku!” Resi Agastya
sadar bahwa semuanya harus terjadi, dia hanyalah “Alat” dari Gusti Yang Maha
Kuasa. Resi Agastya berkata, “Kutukan tidak dapat ditarik. Kamu akan lepas dari
kutukan pada zaman Dwapara Yuga. Dalam garis keturunanmu akan ada kesatria
agung bernama Yudistira. Ia merupakan “amsa” dari Dharma. Ia akan melepaskanmu
dari kutukan dan pikiranmu menjadi jernih kembali. Dan, kamu akan kembali ke
surga.
Dikisahkan di
zaman Dwapara Yuga. Pada suatu hari, saat Pandawa berada dalam pengasingan,
mereka sangat haus dan meminta Sadewa untuk mendapatkan air dari telaga di
dekat tempat tersebut. Ketika Sadewa tidak kembali maka satu per satu, Nakula,
Arjuna, Bhima diminta pergi mencari air. Akhirnya Yudistira sendiri mengikuti
jejak keempat saudaranya dan menemukan mereka tergeletak tewas di dekat telaga.
Tiba-tiba, Yudistira mendengar suara yaksha yang memperingatkan dia untuk tidak
minum air dari telaga sebelum menjawab pertanyaan sang yaksha. Jika langsung
minum dan tidak menjawab pertanyaannya lebih dahulu, maka ia pun akan mati
seperti semua saudaranya. Yudhishtira setuju untuk menjawab pertanyaan sang
yaksha.
Berikut adalah tanya jawab antara
sang yaksha dengan Yudhistira.
Apa yang membuat matahari
bersinar setiap hari?
- Kekuatan Brahman.
Apa yang menyelamatkan seseorang
dari bahaya?
- Keberanian.
Mempelajari lmu pengetahuan apa
agar manusia menjadi bijak?
- Seorang manusia tidak
memperoleh kebijaksanaan hanya dengan mempelajari sastra (ilmu kebijaksanaan),
tetapi dengan bergaul dengan orang bijak.
Apakah ada yang lebih mulia dari
bumi?
- Para ibu yang melahirkan dan
merawat anak-anaknya.
Apa yang lebih tinggi dari
langit?
- Sang ayah.
Apa yang lebih cepat daripada
angin?
- Pikiran.
Apa yang lebih menderita
dibanding jerami kering?
- Sebuah hati yang sedih.
Apakah teman perjalanan?
- Belajar.
Siapa teman yang tinggal di
rumah?
- Istri.
Siapa yang menyertai seorang
manusia setelah kematian?
- Dharma menyertai perjalanan
jiwa setelah kematian.
Apa itu kebahagiaan?
- Kebahagiaan adalah buah perilaku
yang baik.
Apa yang setelah dibuang membuat
manusia dicintai oleh semua orang?
- Kebanggaan.
Apa yang membuat seseorang
bersukacita kala kehilangan darinya?
- Kemarahan.
Kehilangan apa yang membuat
seorang manusia menjadi kaya?
- Keinginan.
Apa yang membuat seseorang
menjadi Brahmana, dari kelahiran, perilaku baik atau dari belajar?
- Baik kelahiran maupun
pembelajaran tidak membuat seseorang menjadi Brahmana, hanya perilaku yang baik
yang membuatnya menjadi Brahmana.
Apa keajaiban terbesar di dunia?
- Keajaiban terbesar adalah bahwa
meskipun manusia setiap saat melihat makhluk hidup mati tetapi mereka masih
memiliki anggapan untuk hidup selamanya.
Akhirnya, Sang
Yaksha mengakui ketepatan jawaban Yudistira, namun ia hanya sanggup
menghidupkan satu orang saudaranya. Kemudian Yudistira memilih Nakula untuk
dihidupkan kembali. Sang Yaksha heran karena Nakula adalah adik tiri, bukan
adik kandungnya. Yudistira menjawab bahwa dirinya harus berlaku adil. Ayahnya,
Pandu memiliki dua orang istri. Karena Yudistira lahir dari Kunti, maka yang
dipilihnya untuk hidup kembali harus putera yang lahir dari Madrim, yaitu
Nakula. Sang Yaksha terkesan pada keadilan Yudistira. Ia pun kemudian
menghidupkan semua Pandawa, karena Yudistira tidak hanya pandai bicara tentang
kebijaksanaan tetapi juga melakoninya. Sang Yaksha kembali ke wujud aslinya
yaitu Nahusa, leluhur Yudistira sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar