Dikisahkan,
beberapa waktu setelah menjadi raja para dewa, Indra berubah menjadi angkuh.
Saat itu Indra duduk dengan Saci, sang istri di sampingnya dan sedang
mendengarkan nyanyian para gandharwa dan menikmati tarian para apsara. Seluruh
dewa dari empat penjuru menghormatinya. Brihaspati Agung, guru para dewata
datang ke istana dan Indra tidak bangun untuk menghormati gurunya. Brihaspati
kemudian merasa tidak berhasil mendidik muridnya dan segera meninggalkan istana. Sesaat kemudian Indra sadar dan
segera mencari gurunya, akan tetapi tidak berhasil menemukannya. Brihaspati
bahkan tidak berada di pertapaannya.
Kabar menyebar
begitu cepat, dan mengambil keuntungan dari keadaan Indra yang ditinggalkan
gurunya, para Asura murid dari Sukracharya segera menyerang istana para dewa.
Dan, Indra beserta para dewa dikalahkan. Para dewa kemudian berlindung kepada
Brahma yang menyarankan agar Indra minta Asura Wiswarupa, putra Twasta untuk
membantu mereka. Indra dan para dewa kemudian mendatangi Wiswarupa yang lebih
muda dibanding dengan Indra untuk membantu mereka. Wiswarupa mengatakan bahwa
peran guru tidak baik bagi Asura seperti dirinya, karena akan meningkatkan
egonya. Akan tetapi memenuhi permintaan orang yang membutuhkan pertolongan
adalah sebuah dharma, maka akhirnya dia menyanggupi Indra untuk membantu para
dewa. Wiswarupa memberikan Indra baju
pelindung besi yang kuat bernama “Narayana Kawacha”. Para dewa juga diajari
membaca mantram suci kawacha, “Om Namo Narayanaya”. Setiap bagian tubuh,
diliputi pikiran dan perasaan yang terfokus terhadap Narayana, sehingga jiwanya
dilindungi oleh Narayana. Dengan baju pelindung besi tersebut, maka Indra dapat
mengusir para Asura dari istana para dewa.
Sejatinya Wiswarupa
adalah seorang Asura, maka dalam suatu upacara persembahan dia mendahulukan
keperluan asura lebih dahulu daripada para dewa. Indra yang emosional langsung
membunuh Wiswarupa. Akan tetapi kembali Indra sadar dan menyesal telah membunuh
seorang brahmana yang bahkan telah membantu dirinya. Kemudian Indra membagi
akibat kesalahan membunuh seorang brahmana kepada tanah, air, pohon dan wanita.
Karena itu sebagian tanah menjadi gurun, sebagian pohon mengeluarkan getah yang
dilarang meminumnya, sebagian air saat menjadi gelembung tidak dapat
dimanfaatkan, dan wanita tak tersentuh saat periode datang bulannya.
Agak sulit
juga memahami Indra, Raja Dewa, yang sering melakukan kesalahan. Yang jelas
dalam buku tebal Srimad Bhagawatam, belum ada satu penjelasan pun bahwa Indra
mencapai keabadian. Perannya menjadi Spesialis Dewa. Padahal Raksasa Jaya dan Wijaya sudah lahir
kedunia tiga kali sebagai pasangan Hiranyaksa-Hiranyakasipu,
Rahwana-Kumbakarna, Sisupala-Dantawakra, yang membenci Tuhan, Narayana, akan
tetapi pada akhirnya telah mencapai kaki Narayana. Demikian pula Kamsa yang
takut dengan Tuhan, Narayana, sehingga membunuh anak-anak Dewaki-Wasudewa dan
selalu berusaha mencelakai Sri Krishna malah sudah mencapai kaki Narayana.
Demikian pula Asura Writra yang telah melepaskan dualitas dengan menguasai
pengetahuan Brahmawidya telah mencapai Narayana.
Twasta sangat
marah melihat anaknya dibunuh oleh Indra dan melakukan upacara persembahan
untuk menciptakan musuh Indra berupa asura tinggi besar bersenjata trisula yang
bernama Writra. Writra memimpin para asura menyerang istana para dewa. Writra
tak dapat dibunuh oleh senjata kayu maupun logam lainnya. Para dewa kewalahan
dan mendatangi Narayana. Narayana meminta para Dewa mendatangi resi Dadhichi.
Dhadhici adalah putra Brahmana Atharwana dengan istri Chitti putri dari
Kardama. Dadhici telah mengajar Brahmawidya kepada Dewa Aswin kembar, sehingga
dia diberikan hidup keabadian. Dadhichi juga telah memberikan baju pelindung
besi “Narayana Kawacha” kepada Twasta. Twasta memberikan baju tersebut kepada Wiswarupa
dan Wiswarupa memberikan baju pelindung tersebut kepada Indra. Dadhichi sangat
kuat tapanya dan selalu membaca mantra kawacha, sehingga tulangnya menjadi
sangat kuat. Dadhici sangat menghormati Shiwa, sehingga ketika dia tahu Shiwa
tidak diundang dalam upacara persembahan oleh Daksha, dia adalah resi pertama
yang menolak undangan Daksha. Narayana memberi nasihat kepada para dewa agar
minta Dadhici merelakan tulangnya dijadikan senjata Indra untuk melawan Writra.
Para dewa
bersimpuh di hadapan Resi Dadhici, “Paduka Resi adalah manusia agung penuh rasa
kasih kepada mereka yang sedang menderita. Hanya jika seseorang tidak dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri maka dia akan mohon bantuan. Kami sadar bahwa
permohonan kami tidak pantas dan terasa sangat kejam, tetapi menurut Gusti Narayana, hanya hal ini yang
dapat menyelamatkan para dewa.” Resi Dadhici segera menutup mata, larut dalam
keheningan, dan beberapa saat kemudian menghela napas panjang, “Kematian adalah
hal yang paling tidak disukai, bahkan bagi manusia yang paling tenang sekali
pun. Sekalipun Narayana sendiri yang
memintanya, manusia mengalami kesulitan untuk menyerahkannya. Apalagi bagiku
yang telah diberi keabadian. Bagaimana pun, kalian telah mengingatkan diriku,
bahwa seseorang tidak dapat mencapai dunia yang lebih tinggi ketika menolak
“swadharma”-nya. Seorang manusia yang dapat membantu kebaikan tetapi diam saja
sama halnya dengan sebatang pohon. Ribuan tahun mendatang, akan kalian temukan
banyak manusia yang diam saja melihat ketidakadilan, diam saja walau diberi
kesempatan untuk melakukan dharma.
Bahkan sekedar bersuara saja diurungkannya. Mereka mempunyai otak,
tetapi diam seperti pohon”. Resi Dadhichi berhenti sejenak, menutup matanya dan
kemudian membuka matanya seraya berkata, “Baru saja Gusti memenuhi diriku
dengan semangat pengabdian. Aku rela menyerahkan tulangku ini kepada Indra.
Tulangku ini berguna bagi kebajikan. Tulangku akan menjadi alat dharma yang
abadi. “
Resi Dadhici
menitikkan air mata, hatinya hanya tertuju pada Narayana, “Apa yang dapat kami
persembahkan Gusti? Pada hakikatnya segalanya adalah milik Gusti. Biarlah
tulang yang diamanahkan pada diriku ini memberi andil bagi kebajikan. Aku rela,
aku ikhlas Gusti.” Indra dan seluruh dewa terharu, suara terisak-isak memenuhi ruangan. Dinding-dinding, lantai dan atap bergetar,
suara Resi Dadhici disimpan oleh mereka.
Peristiwa agung tersebut direkam oleh alam. Ternyata ada manusia yang berjiwa
begitu agung. Suara Resi Dadhici adalah suara Dia yang bersemayam dalam hati
sang resi. Resi Dadhici melakukan yoga dan memfokuskan semua pikirannya kepada
Narayana, dan jiwanya meninggalkan raga mencapai Narayana. Wiswakarma arsitek para dewa membentuk
tulang kuat Dadhici sebagai Wajra, senjata Indra.
Dadhichi
dianggap dalam Purana sebagai salah satu leluhur manusia yang terkenal karena
pengorbanan dirinya demi pembebasan penderitaan dari kelompok yang bersifat
asura, manusia yang baru setengah jadi. Dalam sejarah umat manusia selalu saja
ada manusia agung yang rela mengorbankan dirinya demi pembebasan penderitaan
manusia dari kelompok Asura. Dan itu dimulai dari pengorbanan Resi Dadhici.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar