Kamis, 29 November 2012

Kisah Ajamila: Berkah pengucapan nama suci Tuhan


Setelah mendengar kisah Raja Bharata dan sebelumnya kisah Puranjana, Parikesit bertanya kepada Resi Shuka putra Abhiyasa, mengapa fokus dan obsesi seseorang sesaat sebelum meninggal mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan berikutnya. Resi Shuka menjawab bahwa selama masih ada pikiran yang terkondisi, maka pikiran tersebut tersebut masih ingin menyelesaikan obsesi-obsesi yang belum diraihnya. Biasanya sebelum meninggal, seseorang terobsesi ataupun memikirkan  penyesalan terhadap tindakan dalam kehidupannya, dalam keluarganya, atau dalam pekerjaannya dan lain sebagainya yang belum diselesaikan atau dikerjakannya dengan benar. Oleh karena itu orang tersebut dilahirkan lagi untuk menyelesaikan obsesi dan hutang piutangnya. Para suci mengajari manusia dalam keadaan kritis untuk berpikir tentang Gusti, tentang Tuhan, tentang Narayana agar dia mencapai Tuhan. Kemudian Resi Shuka putra Abhiyasa menyampaikan kisah tentang cara termudah untuk melepaskan diri dari jerat duniawi yang membuat manusia terikat dalam maya yang menyebabkan penderitaan dan kesenangan tak ada habisnya. Resi Shuka berkata, “Mengucap nama Tuhan dengan tulus akan menyelamatkan manusia dari semua marabahaya.”

Resi Shuka melanjutkan dengan menceritakan kisah tentang kematian Ajamila. Adalah seorang Brahmana bernama Ajamila di negeri Kanyakubja. Dilahirkan di keluarga brahmana dan menjalankan hidup sebagai brahmana yang taat di waktu muda, pada suatu saat Ajamila telah kehilangan semua kebaikannya. Dia hidup bersama dengan seorang wanita nakal. Karena menuruti pasangannya, Ajamila menjadi tamak, kejam, suka menipu sehingga dibenci oleh semua orang. Waktu berlalu dan Ajamila menjadi tua, dia telah mempunyai sepuluh putra dari wanita pasangannya tersebut dan yang termuda diberi nama Narayana. Narayana adalah anak yang dikasihi oleh ayah dan ibunya. Narayana selalu berada dalam pikiran Ajamila. Selagi makan ia akan memanggil Narayana terlebih dahulu, apakah sang putra sudah makan atau belum. Manakala Ajamila minum, ia akan menawari sang putra terlebih dahulu. Dengan kecintaannya terhadap putra bungsunya, Ajamila tidak menyadari bahwa kematian sangat dekat dengannya. Kala kematian sudah di depan mata, dia teringat putranya dan dipanggilnyalah sang putra dengan penuh kasih, “Narayana kemarilah! Narayana!” dan kemudian Ajamila tak ingat apa-apa lagi.

Sewaktu Ajamila menyebut, “Narayana kemarilah!”, maka para utusan Narayana mendengar dan segera mendatanginya. Mereka melihat para utusan Yama sedang menyeret jiwa Ajamila keluar dari badannya. Segera para utusan Narayana mencegah tindakan tersebut yang membuat para utusan Yama menjdi marah, “Siapakah yang berani mencegah utusan Yama yang sedang melaksanakan tugasnya? Dari mana kamu sekalian datang? Kenapa kamu menghentikan kami?”. Para utusan Narayana tersenyum dan berkata, “Jika kamu adalah utusan Yama yang akan menegakkan dharma, katakanlah ukuran apa untuk menghukum seorang manusia”. Para utusan Yama berkata, “Apa pun yang ditetapkan oleh Weda adalah dharma. Dharma dapat disebut nafas Narayana. Apa yang tidak menurut Weda disebut adharma. Dharma adalah Narayana sendiri. Mereka yang tidak mengikuti dharma akan dihukum oleh Yama. Tidak ada manusia tanpa tindakan, tindakan baik mendapat hadiah, tindakan buruk dihukum. Masa depan kelahiran manusia ditentukan oleh tindakannya dalam kehidupan ini. Nasib manusia pada kelahiran kini ditentukan oleh tindakannya dalam kelahiran-kelahiran sebelumnya. Musim semi adalah lanjutan dari musim sebelumnya. Bertempat tinggal dalam kota Samyami, raja Yama memutuskan kelahiran berikutnya dari manusia menurut tindakannya pada kelahiran ini. Seluruh elemen alami: tanah, air, api ,angin dan ruang sebagai saksi dari semua tindakan manusia. Demikian juga matahari, bulan, waktu dan dharma pun sebagai saksi, sehingga manusia tidak bisa mengelak atas segala perbuatannya. Manusia dalam awidya, ketidaktahuannya, tidak memperhatikan ketidakabadian tubuh. Dia berpikir bahwa badan ini satu-satunya yang ia punyai dan bahwa kelahiran ini adalah satu-satunya kelahiran yang ia punyai. Ia tidak berpikir tentang kelahiran sebelumnya dan kelahiran yang akan datang. Seperti kepompong yang ditutupi oleh sutera yang dibuatnya, manusia menutup “atman”-nya dari hasil karmanya sendiri. Ia tidak pernah bisa melepaskan dirinya.

Para utusan Yama melanjutkan, “Ajamila adalah brahmana yang baik dan berada pada jalan dharma. Akan tetapi, pada saat mencari rumput bagi upacara persembahan, dia melihat seorang pemabuk sedang bercinta dengan seorang wanita nakal. Selanjutnya Ajamila lupa tentang dharma, dia hidup bersama wanita tersebut dan mempunyai sepuluh putra dengannya. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya dia mulai mencuri, menipu dan kejahatan lainnya demi memenuhi keinginan wanita tersebut. Oleh karena itu pada saat dia meninggal, kami akan membawanya ke Dewa Yama untuk mengadakan perhitungan tentang kebaikan dan keburukkannya!”

Para utusan Narayana berkata, “Perkataan kalian benar, akan tetapi pada saat terakhir dia menyebut nama Narayana dengan kesungguhan hatinya. Manakala nama Tuhan disebut, Dia tidak akan meninggalkan bhaktanya. Kalian akan menyatakan bahwa Ajamila memanggil Narayana yang adalah nama anaknya. Akan tetapi seperti obat yang sangat kuat walau tidak dimasukkan mulut dengan sengaja, akan tetapi karena telah tertelan dia tetap berkhasiat juga. Bagaimana pun menyerahkan diri pada Tuhan dapat menghancurkan semua kejahatan. Seperti titik api yang walaupun tidak sengaja untuk membakar, akan tetapi karena kena kain terkena titik api tersebut, maka kain tetap terbakar juga. Jika kamu tidak yakin tentang hal ini, tanyakanlah pada Yamaraja!”

Para utusan Yama terpaksa mengalah kepada para utusan Narayana, kemudian mereka menghadap Dewa Yama dan protes mengapa baru sekali ini terjadi ada seorang jahat tidak boleh dihukum karena dihalang-halangi oleh utusan Narayana. Mereka protes, mengapa hanya gara-gara sebelum mati Ajamila mengucap nama Tuhan dan oleh karenanya dia harus diselamatkan. Dewa Yama berkata, “Aku mempunyai kuasa agung atas hidup manusia dan untuk menghukum mereka. Akan tetapi ada atasan ku yang harus kupatuhi yaitu Narayana. Kamu lihat potongan kain yang ditenun dari benang-benang. Demikian juga seluruh alam ini ditenun oleh Narayana. Ia adalah kekuatan yang mencipta, memelihara dan mendaur-ulang alam semesta. Seperti sapi jantan yang dikendalikan oleh tali kendali lewat lobang hidungnya, demikian pula dunia dan seluruh kehidupan dikendalikan oleh tali Weda. Semua dewa bisa dikatakan belum mampu menyadari kemuliaan Tuhan”.

Dewa Yama melanjutkan, “Manusia tidak dapat memahami sifat alami di dalam dirinya.  ia dibungkus maya sehingga tidak menyadari Atman di dalam dirinya. Ada sangat sedikit orang yang sudah memahami hukum yang diletakkan oleh Tuhan. Aku adalah salah satunya dan yang lainnya adalah Brahma, Narada, Sanathkumara, Kapila, Manu, Prahlada, Janaka dan Shuka putra Abhiyasa. Nama Tuhan manakala disebut secara konstan  oleh manusia  adalah jalan paling gampang menuju Tuhan. Aku menyampaikan ini pada kalian, agar jangan mendekat pada orang yang selalu menyebut nama-Nya. Korbanmu adalah para manusia yang terlibat dalam kesenangan dunia. Para manusia yang terperangkap pada jaring maya, yang ditenun oleh istri, anak, kekayaan, kekuasaan dan kesenangan duniawi belaka.”

Dalam keadaan setengah sadar, Ajamila mendengar adu argumentasi antara utusan Narayana dan utusan Yama, dan Ajamila menjadi sadar. “Terima kasih Tuhan, atas rahmat-Mu aku telah memanggil nama Tuhan, dan ini mungkin adalah kumpulan kebaikanku di masa lalu sehingga aku diselamatkan dengan menyebut nama-Mu.”  Ajamila kemudian meninggalkan semuanya pergi ke tepi Sungai Gangga mendekati para suci dan akhirnya pada suatu saat dapat mencapai-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar