Setelah
mendengar kisah Raja Bharata dan sebelumnya kisah Puranjana, Parikesit bertanya
kepada Resi Shuka putra Abhiyasa, mengapa fokus dan obsesi seseorang sesaat
sebelum meninggal mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan berikutnya. Resi
Shuka menjawab bahwa selama masih ada pikiran yang terkondisi, maka pikiran
tersebut tersebut masih ingin menyelesaikan obsesi-obsesi yang belum diraihnya.
Biasanya sebelum meninggal, seseorang terobsesi ataupun memikirkan penyesalan terhadap tindakan dalam
kehidupannya, dalam keluarganya, atau dalam pekerjaannya dan lain sebagainya
yang belum diselesaikan atau dikerjakannya dengan benar. Oleh karena itu orang
tersebut dilahirkan lagi untuk menyelesaikan obsesi dan hutang piutangnya. Para
suci mengajari manusia dalam keadaan kritis untuk berpikir tentang Gusti,
tentang Tuhan, tentang Narayana agar dia mencapai Tuhan. Kemudian Resi Shuka putra
Abhiyasa menyampaikan kisah tentang cara termudah untuk melepaskan diri dari
jerat duniawi yang membuat manusia terikat dalam maya yang menyebabkan
penderitaan dan kesenangan tak ada habisnya. Resi Shuka berkata, “Mengucap nama
Tuhan dengan tulus akan menyelamatkan manusia dari semua marabahaya.”
Resi Shuka
melanjutkan dengan menceritakan kisah tentang kematian Ajamila. Adalah seorang
Brahmana bernama Ajamila di negeri Kanyakubja. Dilahirkan di keluarga brahmana
dan menjalankan hidup sebagai brahmana yang taat di waktu muda, pada suatu saat
Ajamila telah kehilangan semua kebaikannya. Dia hidup bersama dengan seorang
wanita nakal. Karena menuruti pasangannya, Ajamila menjadi tamak, kejam, suka
menipu sehingga dibenci oleh semua orang. Waktu berlalu dan Ajamila menjadi
tua, dia telah mempunyai sepuluh putra dari wanita pasangannya tersebut dan
yang termuda diberi nama Narayana. Narayana adalah anak yang dikasihi oleh ayah
dan ibunya. Narayana selalu berada dalam pikiran Ajamila. Selagi makan ia akan
memanggil Narayana terlebih dahulu, apakah sang putra sudah makan atau belum.
Manakala Ajamila minum, ia akan menawari sang putra terlebih dahulu. Dengan
kecintaannya terhadap putra bungsunya, Ajamila tidak menyadari bahwa kematian
sangat dekat dengannya. Kala kematian sudah di depan mata, dia teringat
putranya dan dipanggilnyalah sang putra dengan penuh kasih, “Narayana
kemarilah! Narayana!” dan kemudian Ajamila tak ingat apa-apa lagi.
Sewaktu
Ajamila menyebut, “Narayana kemarilah!”, maka para utusan Narayana mendengar
dan segera mendatanginya. Mereka melihat para utusan Yama sedang menyeret jiwa
Ajamila keluar dari badannya. Segera para utusan Narayana mencegah tindakan
tersebut yang membuat para utusan Yama menjdi marah, “Siapakah yang berani
mencegah utusan Yama yang sedang melaksanakan tugasnya? Dari mana kamu sekalian
datang? Kenapa kamu menghentikan kami?”. Para utusan Narayana tersenyum dan
berkata, “Jika kamu adalah utusan Yama yang akan menegakkan dharma, katakanlah
ukuran apa untuk menghukum seorang manusia”. Para utusan Yama berkata, “Apa pun
yang ditetapkan oleh Weda adalah dharma. Dharma dapat disebut nafas Narayana.
Apa yang tidak menurut Weda disebut adharma. Dharma adalah Narayana sendiri.
Mereka yang tidak mengikuti dharma akan dihukum oleh Yama. Tidak ada manusia
tanpa tindakan, tindakan baik mendapat hadiah, tindakan buruk dihukum. Masa
depan kelahiran manusia ditentukan oleh tindakannya dalam kehidupan ini. Nasib
manusia pada kelahiran kini ditentukan oleh tindakannya dalam
kelahiran-kelahiran sebelumnya. Musim semi adalah lanjutan dari musim
sebelumnya. Bertempat tinggal dalam kota Samyami, raja Yama memutuskan
kelahiran berikutnya dari manusia menurut tindakannya pada kelahiran ini.
Seluruh elemen alami: tanah, air, api ,angin dan ruang sebagai saksi dari semua
tindakan manusia. Demikian juga matahari, bulan, waktu dan dharma pun sebagai
saksi, sehingga manusia tidak bisa mengelak atas segala perbuatannya. Manusia
dalam awidya, ketidaktahuannya, tidak memperhatikan ketidakabadian tubuh. Dia
berpikir bahwa badan ini satu-satunya yang ia punyai dan bahwa kelahiran ini
adalah satu-satunya kelahiran yang ia punyai. Ia tidak berpikir tentang
kelahiran sebelumnya dan kelahiran yang akan datang. Seperti kepompong yang
ditutupi oleh sutera yang dibuatnya, manusia menutup “atman”-nya dari hasil
karmanya sendiri. Ia tidak pernah bisa melepaskan dirinya.
Para utusan
Yama melanjutkan, “Ajamila adalah brahmana yang baik dan berada pada jalan
dharma. Akan tetapi, pada saat mencari rumput bagi upacara persembahan, dia
melihat seorang pemabuk sedang bercinta dengan seorang wanita nakal.
Selanjutnya Ajamila lupa tentang dharma, dia hidup bersama wanita tersebut dan
mempunyai sepuluh putra dengannya. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya dia
mulai mencuri, menipu dan kejahatan lainnya demi memenuhi keinginan wanita
tersebut. Oleh karena itu pada saat dia meninggal, kami akan membawanya ke Dewa
Yama untuk mengadakan perhitungan tentang kebaikan dan keburukkannya!”
Para utusan
Narayana berkata, “Perkataan kalian benar, akan tetapi pada saat terakhir dia
menyebut nama Narayana dengan kesungguhan hatinya. Manakala nama Tuhan disebut,
Dia tidak akan meninggalkan bhaktanya. Kalian akan menyatakan bahwa Ajamila
memanggil Narayana yang adalah nama anaknya. Akan tetapi seperti obat yang
sangat kuat walau tidak dimasukkan mulut dengan sengaja, akan tetapi karena
telah tertelan dia tetap berkhasiat juga. Bagaimana pun menyerahkan diri pada
Tuhan dapat menghancurkan semua kejahatan. Seperti titik api yang walaupun
tidak sengaja untuk membakar, akan tetapi karena kena kain terkena titik api
tersebut, maka kain tetap terbakar juga. Jika kamu tidak yakin tentang hal ini,
tanyakanlah pada Yamaraja!”
Para utusan
Yama terpaksa mengalah kepada para utusan Narayana, kemudian mereka menghadap
Dewa Yama dan protes mengapa baru sekali ini terjadi ada seorang jahat tidak
boleh dihukum karena dihalang-halangi oleh utusan Narayana. Mereka protes,
mengapa hanya gara-gara sebelum mati Ajamila mengucap nama Tuhan dan oleh
karenanya dia harus diselamatkan. Dewa Yama berkata, “Aku mempunyai kuasa agung
atas hidup manusia dan untuk menghukum mereka. Akan tetapi ada atasan ku yang
harus kupatuhi yaitu Narayana. Kamu lihat potongan kain yang ditenun dari benang-benang.
Demikian juga seluruh alam ini ditenun oleh Narayana. Ia adalah kekuatan yang
mencipta, memelihara dan mendaur-ulang alam semesta. Seperti sapi jantan yang
dikendalikan oleh tali kendali lewat lobang hidungnya, demikian pula dunia dan
seluruh kehidupan dikendalikan oleh tali Weda. Semua dewa bisa dikatakan belum
mampu menyadari kemuliaan Tuhan”.
Dewa Yama
melanjutkan, “Manusia tidak dapat memahami sifat alami di dalam dirinya. ia dibungkus maya sehingga tidak menyadari
Atman di dalam dirinya. Ada sangat sedikit orang yang sudah memahami hukum yang
diletakkan oleh Tuhan. Aku adalah salah satunya dan yang lainnya adalah Brahma,
Narada, Sanathkumara, Kapila, Manu, Prahlada, Janaka dan Shuka putra Abhiyasa.
Nama Tuhan manakala disebut secara konstan
oleh manusia adalah jalan paling
gampang menuju Tuhan. Aku menyampaikan ini pada kalian, agar jangan mendekat
pada orang yang selalu menyebut nama-Nya. Korbanmu adalah para manusia yang
terlibat dalam kesenangan dunia. Para manusia yang terperangkap pada jaring
maya, yang ditenun oleh istri, anak, kekayaan, kekuasaan dan kesenangan duniawi
belaka.”
Dalam keadaan
setengah sadar, Ajamila mendengar adu argumentasi antara utusan Narayana dan
utusan Yama, dan Ajamila menjadi sadar. “Terima kasih Tuhan, atas rahmat-Mu aku
telah memanggil nama Tuhan, dan ini mungkin adalah kumpulan kebaikanku di masa
lalu sehingga aku diselamatkan dengan menyebut nama-Mu.” Ajamila kemudian meninggalkan semuanya pergi
ke tepi Sungai Gangga mendekati para suci dan akhirnya pada suatu saat dapat
mencapai-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar