Kamis, 22 November 2012

Samudramanthana: Kisah Pamuteran Mandaragiri


Bhagawan Abhyasa mengatakan bahwa peperangan antara dewa dan asura, antara kebaikan dan kejahatan selalu terjadi sejak awal kehidupan. Demikian pula yang terjadi dengan peperangan antara kebaikan dan kejahatan di dalam diri. Menjaga kesadaran dan membuang pola lama harus terus dilakukan agar kesadaran tetap terjaga. Bahwa ada asura yang baik dan berkesadaran tinggi seperti Prahlada, membuktikan bahwa benih potensi kebaikan pun ada dalam diri tiap asura. Bali putra Wirochana, cucu Prahlada, memiliki potensi kebaikan, akan tetapi pada saat itu potensi kebaikan tersebut masih tertutup belenggu pola lama dari genetik asura. Dan terjadilah beberapa kali pertempuran antara para dewa dipimpin Indra dan para asura dipimpin Bali.

Dalam beberapa peperangan terakhir para dewa di bawah pimpinan Indra terdesak oleh para asura di bawah pimpinan Bali, sehingga para dewa menghadap Wisnu yang berkuasa sebagai pemelihara alam. Mereka mohon petunjuk bagaimana caranya agar mereka dapat terus hidup dalam melawan ketidakbenaran. Wisnu memberi petunjuk kepada para dewa, agar mereka mengadakan  gencatan senjata dahulu dengan para asura.  Mereka perlu mendapatkan Amerta, obat yang melindungi diri dari kematian. Untuk itu samudera  harus diaduk. Gunung Mandaragiri dapat di jadikan alat pengaduk dan ular raksasa Wasuki dijadikan sebagai tali pengikat gunung. Para dewa harus bekerja sama dengan para asura, tidak dapat bekerja sendiri. Para Dewa harus mendapatkan Amerta yang akan keluar dari samudera. Pertama kali akan keluar racun Kalakuta, setelah itu keluar beberapa hal lainnya. Diharapkan para dewa tidak ngotot, dan apabila ada benda yang diminta para asura agar diberikan saja. Para dewa diminta fokus pada Amerta.

Para asura setuju untuk mengadakan gencatan senjata dan bekerjasama demi mendapatkan Amerta. Hanya sebetulnya yang berada di benak para Dewa dan para Asura lain. Para Dewa ingin mendapatkan Amerta bagi keabadian dalam menegakkan dharma, sedangkan para Asura ingin mendapatkan keabadian dalam kenikmatan indera dan pikiran. Sebagaimana yang terjadi dalam persaingan antara dua kelompok, mereka telah menyiapkan rencana alternatif  untuk merebut Amerta dari tangan saingannya.

Pertama kali para Dewa memegang kepala Wasuki yang membelit gunung dan ekornya dipegang para Asura. Para Asura tersinggung, merasa martabatnya direndahkan maka mereka meminta yang memegang kepala. Para Dewa menuruti kemauan para Asura. Kendati demikian gunung tersebut tenggelam di samudera karena beratnya. Sang Pemelihara Alam mewujud sebagai kura-kura raksasa, Kurma Awatara. Bertindak sebagai penyangga di bawah gunung. Banyak yang tidak tahu mengapa gunung tersebut tidak tenggelam lagi. Akibatnya luar biasa,  semuanya merasa bersemangat, bekerjasama, bergotong-royong. Dia merasuk ke semua makhluk dan membuat semua makhluk merasa bersemangat.  Dia adalah gairah yang berada dalam hati Gunung Mandaragiri. Dia adalah ketidaktahuan Wasuki. Dia juga merupakan sifat alami Asura. Dia juga adalah sifat kelembutan Dewa.

Setelah beberapa lama, Wasuki ngos-ngosan dan dari mulutnya keluar asap, para Asura yang memegang kepala tidak kuat. Wisnu datang sebagai hujan dan angin sepoi-sepoi dan membawa asap dengan angin. Semua makhluk merasa ditolong Tuhan. Memang demikian. Tetapi bukan berarti hanya dia yang dicintai dan ditolong-Nya. Dia tidak membeda-bedakan. Semuanya sejatinya adalah Dia, hanya pikiran lah yang membuat merasa terpisah. Samudera diaduk terus dan seakan-akan nampak sebagai susu.  Muncul racun Kalakuta. Udara menjadi beracun dan semua Asura berlarian, para Dewa pun pada tidak kuat. Dan para Dewa mohon pertolongan Shiwa, Sang Mahadewa. Sang Mahadewa melindungi mereka yang percaya, menelan racun masuk kerongkongan dan tetap di lehernya. Perbuatan penuh kasih. Setetes racun jatuh dan menjadi rebutan ular, kalajengking, lipan dan binatang merayap lainnya.

Semuanya kembali mengaduk, dan kemudian keluar Kamadhanu, Sapi Suci. Selanjutnya Ucchaisrawa, Kuda Sakti yang diminta Bali. Kemudian Gajah Airawata untuk Indra. Permata Kaustubha dipakai Wisnu. Pohon Parijata dan para Apsara diambil Indra. Setelah itu keluar Laksmi yang semuanya menginginkannya. Laksmi melihat para Asura masih keras dan mau menang sendiri. Para Resi pun, nampak belum menaklukkan kemarahan dan masih sering mengutuk. Guru Sukra  pun bijak tapi masih belum mengetahui tentang ketidak-terikatan. Candra tampan, akan tetapi belum menaklukkan nafsu. Indra penguasa, tetapi belum mampu menaklukkan keinginan.  Hanya Wisnu yang tidak menginginkannya. Dia telah melampaui Tri Guna. Laksmi menjatuhkan pilihan untuk mengikuti Wisnu.

Pada akhirnya keluar Dhanwantari membawa mangkuk Amerta. Para Asura dengan cepat melepaskan Wasuki, alat itu sudah selesai digunakan, mengapa repot? Wasuki dilemparkan dan mereka merenggut bejana berisi Amerta. Tiba-tiba terjadilah perebutan diantara para Asura, siapakah yang berhak mencicipi Amerta lebih dahulu. Berlomba dengan teman sendiri, merasa paling unggul diantara sahabat adalah sifat asura.

Suasana mendadak hening, dan dalam keheningan tersebut muncul seorang wanita yang sangat jelita.  Para Asura dan para Dewa duduk bersimpuh di hadapan wanita jelita tersebut. Para Asura ternganga dan langsung menyerahkan bejana berisi Amerta, “Wahai bidadari jelita, kami yakin dikau bertindak adil, ambillah dan bagikan kepada kami menurut pendapatmu.” Para Asura tetap ternganga dan terpesona, padahal sambil jalan berlenggok, Dia menyendok Amerta untuk para dewa di sisi lainnya. Lupa diri membuat para asura lalai, alpa. Mereka berpikir, “Huh, para Dewa memang tidak bisa menghargai kecantikan yang belum pernah ada sebelumnya di permukaan bumi ini.” Hanya Asura Rahu yang waspada, paham keadaan dan segera menyamar sebagai Dewa dan duduk antara Surya dan Candra.  Rahu telah mendapatkan Amerta. Wanita itu tahu tapi membiarkan saja. Baru setelah Surya dan Candra memberi tanda, maka leher Rahu dipotong.

Kejadian tersebut menyadarkan para Asura, dan Mohini, sang wanita jelita kembali mewujud sebagai Wisnu dan menghilang. Tindakan Surya dan Candra tersebut membuat marah Rahu, maka pada waktu tertentu dia akan menelan Surya dan Chandra. Akan tetapi pemberitahuan kepada Mohini telah menyelamatkan mereka, karena begitu mereka ditelan Rahu setelah sampai di leher mereka keluar lagi. Konon itulah sebabnya peristiwa gerhana matahari dan gerhana bulan hanya memakan waktu sebentar saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar