Larangan Menolak Permintaan
Om Namah Shiva Ya
Adakalanya kita melihat seseorang
menolak permintaan orang lain, terutama persoalan sedekah (danam). Terlebih
lagi yang meminta adalah pengemis jalanan, tidak tanggung-tanggung pengemis itu
hingga di usir dan dimarah-marahi.
Yang menjadi permasalahan,
seringkali sang pengemis/peminta-minta itu ternyata anak buah orang yang sudah
“mapan” atau mungkin anak buah orang kaya. Kita akan dihadapkan dengan sebuah
dilema, sedangkan agama mengajarkan bahwa dilarang menolak permintaan, terlebih
lagi permintaan dari fakir miskin, karena hal itu justru menjadi berhutang
dalam hidup ini dan di kehidupan selanjutnya. Seperti sloka berikut:
Rsi Suta berkata:
“Seseorang harus memberikan apa
yang diminta oleh orang lain sesuai dengan kemampuannya. Jika sesuatu diminta,
dan tidak diberikan maka ia akan berhutang dalam jumlah yang sama pada kelahiran
berikutnya” (Vidyeswara Samitha XIII.78).
Bersedekah sudah merupakan
kewajiban manusia, dan merupakan kewajiban utama di jaman Kali (Kali Yuga).
Bersedekah tidaklah akan menjadikan seseorang menjadi miskin. Sedekah juga
dikatakan sebagai penebusan dosa (menebus dosa yang dilakukan dengan tidak
sengaja ketika bekerja). Di dalam kitab Siwa Purana dinyatakan bahwa seorang
pedagang harus menyedekahkan hasil usahanya 6% sebelum ia menikmati hasilnya,
seorang petani 10% dari hasil pertaniannya.
Percaya atau tidak, Tuhan akan
melimpahkan karunia-Nya berlipat-lipat kepada orang-orang yang dermawan dan
sebaliknya akan mengambil anugerah yang pernah dilimpahkan dari orang-orang
yang berhati pelit, baik pelit harta maupun pelit ilmu.
“Berdermalah untuk tujuan yang
baik dan jadikanlah kekayaanmu bermanfaat. Kekayaan yang didermakan untuk
tujuan luhur tidak pernah hilang. Tuhan Yang Maha Esa memberikan jauh lebih
banyak kepada yang mendermakan kekayaan untuk kebaikan bersama“. (Atharwa Veda
III.15.6).
Kekayaan bukan hanya berupa
harta, bahkan kekayaan yang sejati adalah berupa ilmu, terutama pengetahuan
tentang Tuhan. Di dalam Canakya Nitisastra dinyatakan bahwa orang yang tidak
berilmu adalah orang miskin meski dia kaya. Di dalam Bhagavad Gita disebutkan
semua pekerjaan berpusat pada ilmu (pengetahuan, khususnya pengetahuan suci).
Apabila seseorang memiliki
kekayaan berupa ilmu maupun harta, sudah sewajarnya disedekahkan kepada orang
lain. Ilmu yang disedekahkan akan menyebar secara berantai. Misalnya pada mula
disampaikan kepada si A, sedangkan si A menyampaikan kepada orang lain,
demikian seterusnya. Sehingga ilmu itu menjadi menyebar kepada banyak orang.
Ternyata demikian halnya pula dengan harta benda akan menyebar kepada banyak
orang. Bila diandaikan seperti bermain sepak bola. Bola yang ditendang
kesana-kemari oleh 22 orang dan diperebutkan untuk mencapai tujuan (gol).
“cermati filosofi sepak bola”.
“Hendaknya bekerjalah kamu
seperti dengan seratus tanganmu dan mendermakan hasilnya dengan seribu
tanganmu. Bila kamu bekerja dengan kesungguhan dan kejujuran, hasil yang akan
diperoleh akan berlimpah ruah, beribu kali. Bagi yang mendermakannya, sesuai
dengan keperluannya, Tuhan Yang Maha Esa akan menganugerahkan rahmat-Nya“.
(Atharva Veda III.24.5).
Tuhan tidak akan pernah ingkar
pada janji-Nya, bahwa orang yang dermawan akan menjadi orang kaya kelak dan
hartanya langgeng. Sejak dari jaman purba telah diciptakan Hukum yang demikian.
Hukum Tuhan yang seperti itu adalah hukum abadi ’sanatana dharma’. Namun perlu
diketahui pula bahwa kekayaan yang diperoleh tidak bertentangan dengan Dharma
akan langgeng sampai tujuh turunan, sedangkan kekayaan yang diperoleh melanggar
Dharma hanya mampu bertahan beberapa tahun.
Perlu digarisbawahi bahwa dalam
bersedekah itu tidak boleh mengharapkan pahala meski pahala itu akan menanti.
Ketika seseorang mengharapkan pahala dalam membantu seseorang/bersedekah justru
ia akan ditimpa malapetaka, seperti ditipu oleh orang lain, dan malapetaka
lainnya.
Pahala sedekah, di dalam Canakya
Nitisastra dinyatakan bahwa sedekah itu laksana air hujan. Air samudera yang
menguap berjatuhan kembali ke bumi berlipat-lipat, tidak jarang hingga
menyebabkan banjir besar.
Wahai para dermawan yang bijaksana,
persembahkanlah dana puniamu (bersedekahlah) kepada orang yang tepat dan pada
waktu yang tepat, selain itu jangan. Air laut yang sampai pada permukaan awan
menjadi manis, sesampai di bumi memberikan hidup kepada mahkluk-mahkluk yang
bergerak (manusia, binatang, dll) dan kepada makhluk-makhluk yamg tidak bergerak
(rerumputan, tumbuhan, dll) dan akhirnya kembali lagi ke lautan dengan jumlah
puluhan juta kali (Canakya Nitisastra.VIII.4).
“Memberi berarti menerima”
Om Tat Sat
By: Mertamupu (Hukum Hindu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar