Bharata adalah
putra Rsaba. Ia memerintah kerajaan dengan benar dan baik dan dicintai oleh
rakyatnya. Bahkan kerajaannya dikenal sebagai Bharatawarsa. Bharatawarsa
mengalami zaman keemasan dibawah kepemimpinan Raja Bharata. Bharata adalah
seorang bhakta Narayana. Di dalam hatinya hanya ada Narayana dan tak ada yang
lain selain Narayana. Setelah beberapa lama memerintah, dia menobatkan putranya
sebagai raja penggantinya dan dia pergi ke Haridwara ke pertapaan Pulaha.
Bharata hidup sendiri di sana dalam kedamaian dan tidak punya rasa keterikatan
terhadap duniawi. Hari-hari dilewati hanya berpikir tentang Narayana.
Pada suatu
hari, manakala Bharata sedang duduk akan melakukan meditasi pagi di tepi sungai
Mahanadi, dia melihat seekor rusa betina yang tengah hamil sedang membungkukkan
kepalanya untuk minum air sungai. Tiba-tiba terdengar raungan seekor singa yang
sangat keras yang mengagetkannya. Karena ketakutan yang amat sangat sang rusa
melompat dengan sekuat tenaga menuju seberang. Akhirnya sampai juga sang rusa
betina di seberang. Dalam keadaan lunglai bercampur cemas, anaknya lahir
prematur dan kemudian sang rusa betina meninggal. Bharata segera menghampiri
anak rusa yang kemudian digendongnya ke pertapaan dan diberinya susu dengan
penuh kasih seperti halnya seorang ibu yang mengasihi putranya. Hari-hari lewat
dan Bharata menjadi semakin tua, akan tetapi rasa kasihnya terhadap anak rusa
semakin bertambah. Ia menjadi sangat terikat dengan sang anak rusa. Ia
berpikir, “Anakku tanpa ayah dan tanpa ibu, kecuali diriku. Aku adalah
satu-satunya tempat perlindungannya.” Kasih sayang terhadap rusa tersebut
membuat Bharata lupa terhadap terhadap kegiatan rutinnya untuk selalu berdoa,
meditasi dan melakukan persembahan kepada Narayana. Hari demi hari berlalu dan akhirnya Bharata
mengalami kematian. Sebelum meninggal pikirannya terpusat kepada sang rusa.
Akhirnya Bharata dilahirkan sebagai rusa.
Beruntung
tumpukan kebaikan telah dilakukan Bharata dalam kehidupan-kehidupan sebelumnya,
sehingga dia dapat menyadari mengapa dia terlahir sebagai rusa. “Aku telah
meninggalkan keterikatan terhadap keluarga dan istana dan hidupku semata-mata
kupersembahkan kepada Narayana. Kemudian aku merasa kasihan kepada anak rusa yang
lahir menderita, sehingga hidupku terfokus padanya. Aku telah salah jalan,
melepaskan keterikatan yang satu dan mengikatkan diri pada keterikatan yang
lain, sehingga aku tidak menjadi seorang Brahmi melainkan menjadi seekor rusa.
Aku harus menyelesaikan kehidupanku sebagai seekor rusa ini dengan mendekati
para resi yang sedang mendekatkan diri kepada Narayana.” Sang rusa memilih
hidup di sekitar para resi. Setiap malam mendengarkan mereka menyanyikan kirtanam,
lagu-lagu pujian. Dia juga memperhatikan mereka yang sedang berdoa di waktu
pagi dan menjelang senja. Hidupnya hanya terfokus pada Narayana. Atas rahmat
Tuhan, akhirnya sang rusa meninggal dan ia lahir lagi sebagai putra seorang
Brahmana, Resi Angirasa. Resi Angirasa mempunyai 9 orang putra dari istri
pertamanya dan dari istri keduanya mempunyai seorang putri dan seorang putra
yaitu Bharata.
Bharata adalah
putra Rsaba, perwujudan dari Narayana sendiri untuk mengajar Atmawidya,
pengetahuan keilahian. Bharata hampir mencapai Narayana, akan tetapi dia harus
menuntaskan karma yang telah dilakukan pada kehidupan sebelumnya, sehingga dia
harus melewat kelahiran sebagai seekor rusa. Kini, untuk menyelesaikan obsesi
yang belum diselesaikannya, dia dilahirkan kembali sebagai putra seorang
Brahmana.
Bharata tidak
ingin mempunyai keterikatan dengan siapa pun, karena sudah pernah mengalami
kehidupan sebagai seekor rusa akibat dari keterikatannya. Dia bertekad untuk
menyelesaikan kebebasan dari keterikatannya pada kehidupan ini. Akan tetapi ia
justru dikenal sebagai orang bodoh yang tidak selaras dengan lingkungan
kehidupannya. Ayahnya ingin menjadikan dia seorang Brahmana yang baik, akan
tetapi merasa kewalahan karena tak dapat memahami putranya yang tidak mau
terikat dengan apa pun. Setelah kedua orang tuanya meninggal, Bharata
dipekerjakan oleh saudara-saudara tirinya sebagai pembantu yang mengerjakan apa
pun yang diperintahkan oleh mereka. Bharata melayani mereka dengan
sebaik-baiknya dan selalu bekerja dengan rajin sejak pagi hingga matahari
terbenam dan menerima dengan baik apa pun yang diberikan kepadanya.
Adalah seorang
kepala perampok yang belum mempunyai putra dan diberitahu oleh orang
kepercayaannya, bahwa dia perlu mengorbankan seorang manusia kepada Dewi Kali
agar dia dikaruniai seorang putra. Para anak buahnya kemudian mencari orang
yang cocok sebagai persembahan dan mereka menemukan Bharata cocok sebagai
persembahan. Para perampok heran manakala Bharata tidak melawan kala diikat dan
dibawa menuju kuil tempat pengorbanan. Ia diminta mandi dan diberi pakaian yang
bersih dan diminta duduk menutup mata. Seorang yang mirip dengan pendeta
membaca mantra dan mengangkat pedangnya untuk membunuh Bharata. Dewi Kali
datang dan melihat seorang brahmana yang bersinar terang di tempat pengorbanan.
Dia melihat ada sebuah rencana jahat manakala ada seorang brahmana yang rela
dikorbankan untuk kepentingan para perampok. Sang Dewi tahu bahwa kejahatan itu
akan diserahkan kepadanya. Sang Dewi kemudian membunuh semua perampok dan
memberkati Bharata dan kemudian lenyap.
Pada suatu
ketika seorang raja bernama Rahugana sedang bepergian di sepanjang tepi sungai
Iksumati. Ia adalah seorang raja negara Sindhu dan Sauwara. Ia sedang ditandu
dan merasa perlu menambah tenaga seorang lagi untuk mengangkat tandunya. Sang
raja melihat Bharata yang bertubuh tegap sedang duduk menjaga ladang dan
ditawarinya untuk menjadi pengangkat tandunya.
Bharata walau seorang brahmana, tetapi mau melakukan pekerjaan apa saja,
sehingga menyanggupinya. Akan tetapi setelah berjalan beberapa lama, sang raja
merasa ada yang aneh dengan langkah dari para pemanggul tandunya. Ternyata
Bharata selalu memperhatikan tanah yang akan diinjaknya, apakah ada cacing atau
serangga atau benih apa pun. Setelah merasa aman dia baru melangkahkan kakinya.
Para pembantu berkata pada sang raja bahwa itu bukanlah kesalahan mereka,
langkah sang pendatang baru tidak selaras dengan langkah mereka.
Sang raja
marah, ia berpikir bahwa ia dalah manusia agung yang harus dituruti perintahnya
dan menganggap orang lain lebih rendah derajatnya dan mestinya mereka menurut,
karena akan dibayar mahal olehnya. Sang raja berkata kepada Bharata, “Kamu
bertindak seperti mayat berjalan, kamu tidak mengindahkan perintahku. Aku harus
memberi pelajaran kepadamu. Aku akan menghukum keangkuhanmu!” Bharata tersenyum
kepada sang raja dan berkata, “Aku kau anggap tidak melakukan pekerjaan yang
diberikan kepadaku dengan baik. Dan,
kamu menganggap dengan kemarahanmu aku akan takut atau hatiku akan tersakiti. Haruskah
aku bercerita kepadamu, bahwa kau menganggap badanku ini nyata dan beban yang
kupanggul adalah nyata? Aku sejati berada dalam diriku dan tak ada hubungan
dengan badanku. Menghina dan menyakiti diriku tidak mempengaruhi Aku sejati.
Kau menganggap tubuhku, pikiran dan perasaanku sebagai diriku. Tapi aku tahu
bahwa kau salah. Aku sejati tidak terpengaruh oleh ucapanmu.
Bharata
melanjutkan, “Kau mengatakan aku seperti mayat yang berjalan. Wahai raja,
proses kelahiran dan kematian tidak membatasi Aku. Perbedaan antara seorang
raja dan seorang pembantu muncul karena perasaan dualitas.” Raja Rahugana
termenung lama dan dapat memahami kebenaran yang diucapkan oleh Bharata, dia
jatuh terduduk dan bersujud pada Bharata dengan berlinang air mata,
“Keangkuhanku telah kau binasakan. Aku adalah raja dari Sindhu dan Sauwira akan
mencari Resi Kapila untuk belajar Brahmawidya, akan tetapi kau adalah Kapila
sendiri yang datang menyelamatkan aku!” Bharata kemudian menjelaskan
Brahmawidya dengan penuh kasih sayang, “Adalah pikiran manusia yang menyebabkan
dia terperosok ke dalam rawa samsara atau yang menyebabkan dia menemukan
kebebasan. Pikiran manakala diarahkan ke arah Tuhan, maka tidak ada ketakutan
lagi. Kebijaksanan yang diperoleh ini tidak dapat diganti dengan tapa penebusan
dosa. Bukan pula diganti dengan menyelenggarakan upacara ritual tanpa
cacat. Tidak dapat ditukar dengan
memberi makan 1.000 orang. Tidak juga dengan derma yang dilakukan oleh para
Grihastha. Menyanyikan weda berkelanjutan dan pemujaan kepada para dewa pun tak
dapat memperoleh kebijaksanaan tersebut. Hanya dengan jatuh di kaki seorang
suci, menyerahkan diri kepada seorang
Guru yang tak terpengaruh lagi terhadap kelahiran dan kematian, seorang manusia
dapat mencapai keselamatan.” Bharata kemudian memberkati Raja Rahugana dan
melanjutkan pengembaraannya di atas permukaan bumi sampai tugas sucinya di atas
dunia selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar