Rabu, 21 November 2012

Kisah Resi Durwasa dan Raja Ambarisha


Resi Shuka melanjutkan cerita tentang Bhagawata Purana kepada Parikesit, “Bhagawata adalah pohon besar. Sesungguhnya Tuhan, Narayana adalah benih dari pohon ini. Brahma adalah tanaman yang muncul dari benih sebagai tunas, pohon muda dan kemudian tumbuh menjadi pohon. Narada adalah batang pohon tersebut. Bhagawan Abhyasa adalah cabangnya. Bhagawata Purana, Kisah Ilahi yang suci adalah buah yang manis yang terletak pada cabang pohon tersebut.”

Ambarisha adalah putra Nabhaka yang menjadi raja bumi dengan kekayaan yang tak terukur. Walaupun demikian, Ambarisha mempunyai keyakinan bahwa hal-hal duniawi bersifat sementara dan hal-hal duniawi selalu mencoba memperdaya kebijaksanaan manusia. Oleh karena itu ia menganggap kenyamanan dunia sebagai mimpi. Ia menikmati semua kekayaannya dan kemuliaannya tetapi tidak terikat dengan dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Ambarisha adalah seorang bhakta Narayana seperti halnya Nabhaka, ayahnya. Hidupnya selalu berada dalam ketenangan. Kata-kata yang diucapkannya hanya merupakan pujian terhadap Tuhan yang selalu penuh kelembutan. Seluruh perbuatannya hanya merupakan pelayanan  terhadap semua wujud Tuhan. Pada suatu ketika, Resi Wasistha, Asitha dan Gautama membantu sang raja dalam upacara Aswamedha di tepi sungai Saraswati dan Narayana muncul memberi karunia kepada sang raja dengan senjata pribadinya, “Sudarsana Chakra”. Bagi Ambarisha, Sudarsana Chakra adalah simbol dari Narayana. Sejak masih muda, saat Ambarisha melihat simbol Sudarsana Chakra, dia langsung merasa terhubungkan dengan Narayana.

Pada suatu ketika sang raja dan istrinya melakukan “Dewadashi Wrata”. Ia melakukan tapa brata selama satu tahun penuh. Pada bulan Kartika, raja berpuasa selama tiga hari dengan didahului dengan mandi di sungai dan memuja Tuhan di hutan Madhuwana. Pada saat itu muncul Resi Durwasa dan segera sang raja menghormatinya dan menawarkan persembahan makanan di rumahnya. Resi Durwasa berterima kasih dan kemudian menyampaikan bahwa dia akan berendam di sungai dan baru keesokan harinya datang ke rumahnya. Resi Durwasa berendam di sungai sambil mengucap sebuah mantra yang sangat panjang. Beberapa lama kemudian sang raja berada dalam posisi yang sulit, beberapa saat lagi puasa Dewadashi berakhir dan dia harus segera makan. Akan tetapi makan mendahului seorang Brahmana yang diundang makan juga merupakan sesuatu yang melanggar etika. Sang raja minta pendapat para resi istana yang menganjurkan untuk minum beberapa tetes air dan beberapa keping daun “Tulasi” untuk memenuhi syarat berbuka puasa. Sang raja melakukan hal tersebut dan menunggu Resi Durwasa datang ke rumahnya.

Resi Durwasa selesai melakukan ritual berendam di sungai mendatangi istana sang raja. Resi Durwasa tahu bahwa sang raja telah mendahului makan walau hanya dengan beberapa tetes air dan beberapa lembar daun Tulasi dan ini membuat dirinya tersinggung. Sang resi berkata, “Kamu telah mabuk dengan kekuasaan dan kekayaan sehingga menjadi angkuh dan tidak menghormati seorang resi. Aku akan memberi pelajaran kepada kamu!” Dan sang resi mencabut sebuah rambutnya dan menciptakan makhluk bernama Kirtya yang segera menyerang sang raja. Raja Ambarisha diam tak bergerak dan “Sudarsana Chakra” datang melindungi dan membakar makhluk tersebut. Resi Durwasa kagum sebentar dan kemudian cemas karena “Sudarsana Chakra” mengejar dirinya. Resi Durwasa berlari ke hutan akan tetapi senjata chakra tersebut selalu mengejarnya. Ia lari kedalam gua di Gunung Meru, akan tetapi sang chakra selalu mengejarnya. Akhirnya sang resi berlindung kepada Brahma yang berkata, “Aku adalah pembantu Tuhan dan aku tidak dapat mengendalikan senjata Tuhan!” Kemudian sang resi berlindung kepada Mahadewa yang berkata, “Datanglah kepada Narayana, sang pemilik senjata!” Sang resi kemudian menghadap Narayana dan berkata, “Wahai Tuhan lindungilah kami dari senjata-Mu yang mengejar-ngejar diriku. Aku telah berbuat salah dengan Raja Ambarisha dan senjata-Mu mengejar diriku ke mana pun kami pergi!”

Narayana tersenyum dan berkata, “Durwasa, kamu juga tidak melihat bahwa aku pun sama seperti Brahma dan Mahadewa? Kamu tidak memahami diri-Ku. Aku bukan orang bebas. Aku mungkin mampu melakukan apa pun yang aku kehendaki. Tetapi aku adalah milik bhakta-Ku. Mereka sudah meninggalkan segalanya dan memilih Aku sebagai sahabat mereka. mereka meninggalkan segalanya untuk-Ku. Istri, rumah, anak, keinginan dan hidup mereka tinggalkan untuk-Ku. Mereka tidak memikirkan dunia dan tidak tergiur surga. Yang mereka harapkan hanya rahmat-Ku. Sebagai balasan, Aku tidak akan pernah meninggalkan mereka. mereka sudah menaklukkan aku dengan cinta mereka. hinaan apa pun terhadap mereka adalah hinaan kepada-Ku.”

Narayana melanjutkan, “Durwasa, Ambarisha mengingat dan menyadari kehadiran-Ku setiap saat. Dia berserah diri penuh kepada-Ku, bahkan saat diserang Kirtya makhluk ciptaanmu, dia tak menghindar, dia telah pasrah sepenuhnya kepada-Ku, dia yakin pada kehendak-Ku dan bukan kehendaknya, sehingga senjataku Sudarsana Chakra otomatis melindunginya. Durwasa, kamu pun juga bhakta-Ku, tetapi Aku tidak bisa meminta chakra ini untuk melepaskanmu. Aku minta kamu turun ke bumi minta maaf kepada Ambarisha. Barangkali Sudarsana Chakra mau mendengarkan permintaannya.”

Resi Durwasa kemudian datang kepada sang raja dan bersujud minta maaf atas kesalahannya dan mohon agar Sudarsana Chakara membebaskan arah dari dirinya. Sang raja sangat malu dengan tindakan sang resi yang penuh hormat kepadanya, dan kemudian berdoa kepada sang chakra, “Sudarsana, aku menghormat kepadamu. Engkau adalah Agni, Surya, Chandra dansemua bintang-bintang. Engkau adalah senjata yang disenangi Narayana yang adalah samudera kemurahan hati. Engkau menjadi sangat agung sehingga semua senjata tidak berdaya melawan kemuliaanmu. Aku minta padamu untuk memaafkan Bapa Resi Durwasa.” Sudarsana Chakra menjadi dingin dan tidak mengejar Resi Durwasa lagi.

Sang resi berterima kasih kepada sang raja dan akhirnya mengetahui bahwa sang raja sangat menghormatinya. Selama Resi Durwasa dikejar Sudarsana Chakra, dia telah lari ke tiga dunia selama satu tahun. Dan selama satu tahun itu sang raja tidak makan sedikit pun, rupanya sang raja menunggu Resi Durwasa yang diundang makan datang baru sang raja makan. Akhirnya mereka makan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar