Raja Yayati
mengalami ketuaan karena kutukan Resi Sukra yang tersinggung karena sang raja
yang sudah menjadi menantunya mengabaikan nasihat sang resi untuk tidak
menikahi Sarmishta. Resi Shukra menyatakan bahwa penyakitnya bisa sembuh bila
ada salah seorang putranya yang sanggup menukar kemudaannya dengan ketuaan sang
raja. Raja Yayati kemudian mendatangi para putranya. Pertama Yayati mendatangi
Yadu putra sulung hasil perkawinannya dengan Dewayani. Yadu berkata, “Ayahanda,
aku ingin melaksanakan tugas sehari-hari dengan baik. Apa yang akan terjadi
saat rambutku memutih dan tenagaku lemah? Umur tua tidak menyenangkan Ayahanda
dan aku tidak mau bertukar usia dengan Ayahanda!” Kemudian Yayati mendatangi
Turwasu, putra keduanya. Turwasu berkata, “Tidak Ayahanda, aku tidak ingin umur
tua menghilangkan kekuatanku dan ketampananku!” Yayati kemudian mendatangi
Druhyu dan Anu, putra sulung dan putra kedua dari perkawinannya dengan
Sarmistha. Akan tetapi keduanya juga menolak menukar usia mudanya dengan usia
tua ayahandanya. Ketika Yayati mendatangi putra bungsu dari perkawinannya
dengan Sarmistha, dia sudah siap menerima penolakannya dan berupaya akan
menerima usia tuanya dengan sebaik-baiknya.
Raja Yayati
menemui Puru, putra bungsunya. Sang raja menceritakan semua kejadian yang telah
menimpanya sejak pertemuannya dengan Dewayani dan Sarmishta, sampai dirinya
dikutuk oleh Resi Sukra menderita penyakit tua dan hanya akan kembali muda bila
ada seorang putranya yang sanggup menukar usia mudanya dengan ketuaan dirinya.
“Putraku aku telah menjelaskan semuanya kepadamu, agar kamu dapat menarik
hikmah dari kejadian yang telah kualami.” Tidak ada yang perlu disesali,
semuanya sudah terjadi, yang penting tidak diulangi. Keinginan-keinginan
duniawiku membuat siklus hidupku semakin panjang. Aku tidak begitu berhasrat
lagi untuk memintamu menggantikan diriku menerima kutukan Resi Sukra. Aku akan
menerimanya dan sisa waktuku yang lebih sedikit akan kugunakan untuk bertapa.”
Puru berkata,
“Ayahanda, kakak-kakakku menolak menukar usia mudanya dengan ketuaan Ayahanda
dan mereka juga telah kau tolak sebagai putra mahkota. Diriku pun masih terlalu
muda untuk menjadi penggantimu bila ayahanda pergi bertapa. Demi ibunda, demi
ayahanda, demi kerajaan ini aku merelakan usiaku menjadi tua, kuterima tugas
menggantikan diri Ayahanda untuk menjalani kutukan. Semoga ayah dapat
memperoleh seorang putra lagi untuk menjadi putra mahkota. Semoga ayah
menyelesaikan tugas-tugas yang masih tertunda……” Jawaban Puru membuat Raja
Yayati kaget, terharu dan butir-butir air matanya bercucuran.
Puru masih remaja
dan belum banyak mengenal sastra, buku-buku suci. Akan tetapi Puru dengan tulus
mengikuti suara hatinya. Tak ada rasa takut, tak ada penyesalan di dalam
hatinya. Puru bahagia melihat ayahandanya bahagia, kemudian ibundanya akan
berbahagia dan seluruh rakyat pasti akan berbahagia pula, karena masih
mempunyai raja yang kuat. Tanpa disadari dalam diri Puru sudah bangkit “Rasa
Kasih”.
Raja Yayati
menjadi muda kembali dan memerintah kerajaan dengan adil dan bijaksana.
Kemarahan Dewayani sudah berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Bahkan
kini Dewayani telah dikaruniai seorang Putri bernama Madawi. Dewayani bahkan
memberikan penghormatan kepada Puru atas pengorbanannya. Sarmishta sedih
melihat putranya yang kelihatan tua, tetapi sekaligus bangga mempunyai putra
yang berjiwa agung.
Kesadaran Raja
Yayati dan kedua istrinya meningkat. Raja Yayati sadar, “Wahai Gusti Hyang Maha
Kuasa, kami menyadari bahwa apa pun yang kami alami, sebetulnya adalah akibat
dari tindakan kami sendiri di masa lalu. Bagaimana cara menghadapi masalah yang
berada di depan mata, itulah pilihan yang ada pada saat ini, yang akan
menentukan akibat ke depan.” Kemudian Raja Yayati bersyukur, “Terima kasih
Gusti yang telah memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan tugas yang
harus kami selesaikan dalam kehidupan ini. Wahai Gusti, kami juga bersyukur
bahwa Gusti telah menganugerahi kami dengan putra yang berjiwa luhur.”
Dan, akhirnya
pada suatu hari Raja Yayati memanggil Puru untuk mengembalikan kemudaannya.
Puru setelah menjadi muda kembali, kemudian dinobatkan sebagai raja pengganti
Yayati. Yayati berkata, “Putraku aku dulu salah dalam mengidentitaskan diriku.
Pikiranku ku anggap sebagai diriku sehingga aku terombang-ambing antara
mengejar kesenangan dan ketakutan mengalami penderitaan. Kini aku sadar.
Kelahiranku, kehidupanku, semua sudah ditentukan sebelumnya, tetapi bagaimana
cara menghadapi ketentuan itu sepenuhnya tergantung pada diriku sendiri. Dan
kini aku memutuskan menyerahkan kemudaan dan kekuasaan kerajaan kepadamu.”
Raja Yayati
juga sudah memaafkan para putra yang lain, Yadu diminta menjadi raja di Daerah
Selatan, Druhyu menjadi raja di Barat Daya, Turwasu dan Anu di daerah Utara.
Yayati kemudian mengembara di hutan memusatkan perhatian kepada Tuhan sampai
akhir hayatnya.
Resi
Shukabrahma putra Bhagawan Abyasa mengakhiri kisah tentang Puru kepada
Parikesit dengan berkata, “Dari Yadu putra Dewayani lahirlah kaum Yadawa yang
termasuk para raja Surasena, Kunti dan Chedi. Sri Krishna berasal dari Dinasti
Yadawa. Sedangkan Pandawa, nenek moyangmu berasal dari keturunan Puru. Dari Turwasu
lahir para raja di Utara. Dari Druhyu lahir para Raja Gandhara, Dari Anu lahir
para raja Angga, Pundra, Kalingga, Wangga dan Suhma.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar